Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pengamat: BRICS Tingkatkan Daya Tawar Indonesia

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 28 October 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Pengamat: BRICS Tingkatkan Daya Tawar Indonesia

KABARBURSA.COM - Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam perdagangan internasional.

Menurut Redma, penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dapat meningkatkan daya tawar Indonesia.

"Jika kita banyak berdagang dengan China atau India, kita bisa bernegosiasi menggunakan rupiah. Ini akan memberi kita lebih banyak keleluasaan dalam menentukan harga," ujar Redma kepada Kabarbursa.com, Senin, 28 Oktober 2024.

Dalam konteks ini, Redma menggarisbawahi penting adanya kebijakan yang mendukung pemanfaatan keanggotaan Indonesia di BRICS untuk sektor perdagangan nasional. Ia menekankan perlunya pengembangan "market intelligence" yang lebih mendalam di negara-negara anggota BRICS.

"Market intelligence saat ini harus lebih spesifik. Kita harus mengetahui industri mana yang ada di negara tersebut. Misalnya, ketika berbicara tentang Rusia atau China, kita harus meneliti lebih dalam mengenai sektor tekstil. Apakah ada industri yang relevan dan bagaimana cara memasuki pasar tersebut," jelasnya.

Redma juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh sektor perdagangan Indonesia, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ia meminta dukungan lebih dari pemerintah untuk memastikan sektor perdagangan dapat bersaing di pasar BRICS.

"Meskipun kita memiliki potensi, pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih besar untuk membantu sektor-sektor seperti tekstil, keramik, elektronik, dan baja. Sebagai contoh, harga gas di Indonesia saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara seperti India dan China. Hal ini membuat kita kesulitan bersaing di pasar internasional," katanya.

Redma menekankan bahwa untuk mencapai daya saing di pasar global, dukungan pemerintah melalui kebijakan insentif sangatlah krusial.

"Jika kita ingin bersaing, insentif yang diberikan pemerintah harus cukup kuat, terutama untuk produk-produk yang memiliki potensi ekspor tinggi," tutupnya.

Buka Akses Pasar Global

Senada dengan Redma, Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi, Yukki Nugrahawan Hanafi, menilai keikutsertaan Indonesia di BRICS sebagai langkah strategis yang dapat mendorong daya saing global dan memperluas akses pasar bagi dunia usaha.

Menurut Yukki, bergabungnya Indonesia dalam blok ekonomi yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan ini membuka peluang besar di sektor perdagangan internasional.

“Dengan akses yang lebih luas ke pasar negara-negara BRICS, pelaku usaha Indonesia berpotensi menembus pasar-pasar baru yang beragam, termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Ini adalah kesempatan besar untuk meningkatkan ekspor, baik produk manufaktur maupun komoditas, ke negara yang kebutuhan impornya terus meningkat,” ujar Yukki kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Minggu 27 Oktober 2024.

Keanggotaan dalam BRICS juga menawarkan efisiensi biaya perdagangan melalui potensi pengurangan hambatan tarif dan prosedur bea cukai. Selain itu, dunia usaha mendapat keuntungan dari kemungkinan diversifikasi mata uang dalam transaksi internasional.

Dengan penggunaan mata uang lokal atau alternatif antar negara BRICS, Yukki menyebut ketergantungan pada dolar AS bisa ditekan, sehingga biaya transaksi berkurang dan risiko fluktuasi nilai tukar dapat diminimalisir.

“Bagi perusahaan yang aktif dalam transaksi lintas negara, ini adalah keuntungan strategis yang akan memperkuat efisiensi operasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” tambah Yukki.

Lebih lanjut, Yukki menyoroti bahwa BRICS juga membuka peluang kolaborasi dalam bidang teknologi dan pembiayaan. Melalui institusi seperti New Development Bank (NDB), Indonesia dapat mengakses dukungan pembiayaan untuk proyek infrastruktur dan inovasi di berbagai sektor industri.

Menurut Kadin, peluang ini dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi daya saing dan ketahanan ekonomi Indonesia di pasar global.

Diberitakan sebelumnya, Indonesia secara resmi mengajukan keinginannya untuk bergabung dengan organisasi kerja sama ekonomi antar negara, BRICS, dalam pertemuan KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia. Dalam pernyataan tertulisnya pada Kamis malam, 24 Oktober 2024, atau Jumat dini hari, 25 Oktober 2024 waktu Indonesia, Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, menegaskan bahwa proses Indonesia untuk menjadi anggota BRICS telah dimulai.

Sejak tahun 1970-an, dolar AS telah berfungsi sebagai mata uang cadangan utama dunia, mendominasi perdagangan dan perbankan internasional. Meskipun banyak negara mengadopsi nilai tukar fleksibel, nilai dolar tetap tinggi. Namun, saat ini, banyak negara mulai mencari alternatif lain, termasuk bergabung dengan BRICS. BRICS berencana membentuk mata uang sendiri untuk mengurangi ketergantungan anggotanya terhadap dolar AS.

Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto belum secara resmi menyatakan bergabung dengan BRICS, tetapi telah menunjukkan ketertarikan untuk menjadi bagian dari organisasi tersebut. Hal ini terutama disebabkan karena prioritas yang diusung BRICS dianggap sejalan dengan visi dan misi Indonesia, terutama dalam hal peningkatan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi BRICS yang signifikan menarik perhatian para ekonom dan investor global, serta diyakini akan berlanjut. Pasalnya, pangsa pasar BRICS mewakili lebih dari 40 persen jumlah penduduk dunia, lebih dari 25 persen dari total PDB global, dan sekitar 20 persen dari perdagangan internasional.(*)