Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Gen Z yang Berisiko Nganggur Capai 9,9 Juta di 2025, ini Temuannya

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 26 October 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Gen Z yang Berisiko Nganggur Capai 9,9 Juta di 2025, ini Temuannya

KABARBURSA.COM - Dosen Universitas Paramadina, Tia Rahmania, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025, Gen-Z akan mendominasi sekitar 27 persen populasi tenaga kerja. Namun, tantangan besar menghadang, Tia mengungkapkan sekitar 9,9 juta dari mereka berisiko menganggur, yang menurut Tia disebabkan oleh ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki Gen-Z dan kebutuhan pasar kerja.

Menurut Tia, salah satu faktor yang mempengaruhi Gen-Z di dunia kerja adalah stres akibat ketidakmampuan menghargai proses. Hal ini, tambah Tia, juga menimbulkan ekspektasi tinggi dan ambisi besar yang terkadang tidak realistis

"Banyak Gen-Z mengalami stres karena mereka sering kali menginginkan hasil instan tanpa mau melalui proses panjang," jelasnya dalam webinar yang dikutip Sabtu 26 Oktober 2024.

Tia juga mengamati tren karakteristik Gen-Z di lingkungan kerja. Ia menyebut bahwa mereka sering kali dianggap kurang disiplin, lebih banyak menuntut, dan berorientasi pada hasil. Gen-Z memiliki fokus kuat terhadap work-life balance dan cenderung menolak lingkungan kerja yang dianggap "toxic."

Selain itu, Gen-Z sering berpindah-pindah pekerjaan atau "kutu loncat" dan memiliki kecenderungan selektif terhadap jenis pekerjaan yang diambil. Saat menduduki posisi pimpinan, Gen-Z cenderung mengadopsi pola kolaboratif dengan memandang bawahan sebagai rekan kerja tanpa terlalu menekankan hierarki.

"Sekarang berkembang fenomena seperti YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), FOPO (Fear of People's Opinion), dan 'jam koma —istilah untuk waktu ketika mereka merasa kurang produktif atau terlalu santai," paparnya.

Dalam aspek kepribadian, Tia menjelaskan bahwa Gen-Z, yang masih berada dalam masa transisi dari remaja ke dewasa, sering kali mengalami krisis identitas. Mereka sangat mementingkan hubungan dengan teman dekat, mudah berubah suasana hati, serta merasa orang tua terlalu ikut campur dalam kehidupan mereka. Tak jarang, mereka juga terlalu kompetitif dalam berbagai aspek.

Tia mengungkapkan, Gen-Z kerap mengadopsi istilah "ATM" yang merupakan singkatan dari Amati, Teliti, dan Modifikasi. "ATM adalah sebuah proses yang penting bagi mereka, di mana mereka belajar dari apa yang mereka amati, lalu meneliti dan memodifikasi sesuai kebutuhan," tambahnya.

Dengan berbagai karakteristik dan fenomena ini, Tia menekankan pentingnya pendekatan yang tepat untuk membekali Gen-Z dengan keterampilan yang relevan agar mereka siap bersaing dan mengisi posisi penting dalam dunia kerja.

Jumlah Pengangguran Terbuka

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Netty Prasetiyani Aher menyebut, angka pengangguran terbuka yang mencapai 19,31 juta orang per Februari 2024 dapat akan berimplikasi serius. Menurutnya, pengangguran terbuka perlu disiasati dengan serius oleh pemerintahan Prabowo Subianto mendatang.

“Angka pengangguran ini harus menjadi perhatian serius pemerintahan baru dengan menyiapkan langkah antisipasi. Jutaan keluarga di Indonesia akan merasakan dampak yang besar akibat tingginya pengangguran,” ujar Netty dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 19 Oktober 2024.

Menurut Netty, besarnya pengangguran terbuka menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk segera mengambil langkah konkret. Salah satu contohnya adalah menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang berkualitas.

“Setiap satu orang yang menganggur tentunya akan membawa dampak turunan berupa problem ekonomi, sosial, atau pendidikan dalam keluarganya. Misalnya, masalah penyediaan makanan bergizi, masalah kesehatan keluarga, hingga memicu timbulnya problem kerukunan rumah tangga,” terangnya.

Menurut Netty, masalah pengangguran, terutama di kalangan lulusan baru dan pekerja muda, memperlihatkan ketidakpaduan antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Oleh karena itu, Netty menilai perlu penguatan program pelatihan keterampilan, terutama di bidang teknologi dan ekonomi kreatif, di sekolah kejuruan.

“Selain itu, pemerintah harus berani berinvestasi pada sektor tersebut untuk membuka peluang kerja yang lebih luas dan menjawab tantangan masa depan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Netty menilai pentingnya peningkatan kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, dan pendidikan tinggi untuk menciptakan ekosistem kerja yang mendukung inovasi dan perkembangan industri.

Dia menilai, pemerintah perlu mendorong program magang, pelatihan vokasi, dan inkubator bisnis bagi generasi muda, serta mempercepat pembangunan infrastruktur digital untuk membuka akses ekonomi yang lebih luas. Dengan begitu, Netty menilai regulasi ketenagakerjaan yang fleksibel perlu diperhatikan dengan tetap melindungi hak-hak pekerja.

“DPR RI akan terus mengawasi dan mengadvokasi kebijakan yang pro-rakyat, termasuk mempercepat langkah-langkah strategis dalam mengurangi angka pengangguran, memperbaiki kualitas pendidikan, dan mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas di seluruh sektor ekonomi,” tutupnya. (*)