Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kebijakan Antidumping Bisa Lindungi Industri Lokal Jika Tepat Diterapkan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 25 October 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Kebijakan Antidumping Bisa Lindungi Industri Lokal Jika Tepat Diterapkan

KABARBURSA.COM - Pengamat ekonomi Piter Abdullah menilai kebijakan antidumping sangat penting untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik perdagangan yang tidak adil.

Ia menegaskan bahwa penerapan kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan berbasis bukti kuat agar tidak merusak persaingan pasar dan hubungan dagang internasional.

"Kebijakan antidumping adalah langkah penting, terutama bagi mereka yang memahami dampak negatif dumping. Namun, penerapan yang tidak tepat dapat merugikan kita sendiri," ungkap Piter kepada Kabarbursa.com, Jumat, 25 Oktober 2024.

Direktur Eksekutif Segara Research Institut ini menjelaskan bahwa dumping adalah strategi yang digunakan suatu negara untuk memperkuat daya saing produk ekspornya melalui subsidi atau insentif, sehingga harga produk tersebut menjadi sangat murah di negara tujuan.

"Misalnya, China sering menerapkan strategi ini pada produk tekstil mereka, dengan membebaskan pajak atau biaya produksi di negara asal sehingga harga produknya jauh lebih rendah di Indonesia," tambahnya.

Produk yang masuk ke Indonesia dengan harga lebih rendah akibat kebijakan dumping ini, menurut Piter, berpotensi menghancurkan industri dalam negeri.

"Jika barang-barang tersebut masuk dengan harga yang sangat rendah tanpa pembatasan, produk lokal kita bisa terancam, bahkan industri dalam negeri bisa mati," ujar pria yang meraih gelar doktor bidang ekonomi dari Universitas Indonesia (UI).

Oleh karena itu, kebijakan antidumping, menurutnya, perlu untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan yang tidak adil.

Meski demikian, Piter mengingatkan bahwa tidak semua barang murah merupakan hasil dari praktik dumping. "Ada produk yang murah bukan karena dumping, tapi karena efisiensi produksi di negara asalnya. Ini yang perlu dibedakan sebelum menetapkan kebijakan antidumping," jelasnya.

Dengan adanya pembedaan ini, kebijakan antidumping diharapkan dapat menyasar produk yang benar-benar merugikan industri lokal.

Tantangan Implementasi Kebijakan Antidumping

Ekonom yang juga menjabat anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) ini menyoroti tantangan besar dalam menerapkan kebijakan antidumping, terutama karena setiap negara yang terkena dampaknya cenderung merespons.

"Negara yang terkena kebijakan antidumping dari Indonesia tidak akan menerimanya begitu saja. Hal ini bisa memicu protes dan berpotensi memicu konflik dagang," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya bukti kuat bahwa produk tersebut benar-benar merupakan hasil dumping dan merugikan industri lokal. Tanpa dasar bukti yang solid, Indonesia dapat dituduh melakukan tindakan perdagangan yang tidak adil.

"Kita juga pernah dituding melakukan dumping di pasar internasional. Maka dari itu, kebijakan antidumping harus diterapkan pada produk yang jelas merugikan industri dalam negeri dan harus berdasarkan bukti yang kuat," ujar Piter.

Menurutnya, langkah antidumping adalah senjata penting dalam menjaga keseimbangan pasar. Namun, penerapannya harus selektif dan berdasarkan fakta agar tidak menimbulkan dampak negatif yang dapat merugikan industri lokal sekaligus menjaga hubungan dagang yang harmonis dengan negara lain.

Respons Pengusaha Keramik

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) merespons positif kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) untuk impor ubin keramik dari China.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto menilai hal itu sebagai bentuk perlindungan terhadap praktik perdagangan tidak adil. Namun, menurut dia, tarif BMAD yang ditetapkan, yaitu antara 35 persen hingga 50 persen, masih di bawah ekspektasi asosiasi.

“Kami menghargai keputusan ini, meskipun tarif BMAD yang diberlakukan masih di bawah harapan kami. Kami berharap bisa meniru negara-negara seperti Meksiko dan Amerika Serikat yang menerapkan tarif di atas 100 persen,” kata Edy, Rabu, 16 Oktober 2024.

Meski demikian, Edy optimistis kebijakan BMAD ini akan membantu membangkitkan kembali industri keramik nasional yang selama hampir satu dekade terakhir mengalami keterpurukan, menyebabkan beberapa pabrik tutup dan menurunkan tingkat utilisasi produksi.

Ia memperkirakan, penerapan BMAD bersama dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 36 Tahun 2024 tentang SNI Wajib, akan meningkatkan utilisasi produksi keramik nasional dari 63 persen menjadi 67-68 persen pada akhir 2024. Edy juga menargetkan tingkat utilisasi produksi akan mencapai 80 persen pada 2025 dan 90 persen pada 2026.

Saat ini, Indonesia berada di posisi keempat dunia dari segi kapasitas produksi keramik dengan 675 juta meter persegi per tahun, di bawah China, India, dan Brazil. Namun, secara produksi aktual, Indonesia masih di urutan kedelapan.

“Asaki menargetkan untuk masuk dalam lima besar produsen keramik dunia pada 2025 versi  Ceramic World Review,” ujarnya.

Edy juga yakin bahwa penerapan BMAD, SNI Wajib, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) akan menarik investasi baru, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk dari China. Hal ini diharapkan menciptakan lapangan kerja baru.

Selain itu, ia melihat peluang ekspansi industri keramik di Indonesia masih besar, mengingat konsumsi keramik per kapita di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, serta jauh tertinggal dari Vietnam dan China.

Dengan adanya kebijakan BMAD ini, Edy berharap industri keramik nasional dapat mendukung program pembangunan rumah rakyat sebanyak 3 juta unit per tahun yang diusung oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, karena kebutuhan bahan bangunan seperti ubin keramik akan meningkat.

Ia juga menekankan pentingnya perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (safeguard) pada November mendatang untuk melengkapi kebijakan BMAD yang dinilai masih belum optimal. (*)