KABARBURSA.COM – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, sejak tahun 2015 hingga saat ini realisasi dana bonus produksi dari panas bumi di Indonesia mencapai lebih dari Rp950 miliar.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiyani Dewi saat membuka Rekonsiliasi Perhitungan Dana Bagi Hasil Panas Bumi Tahun 2025.
Eniya mengklaim, dana bonus produksi panas bumi telah dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat. Fasilitas produksi yang berkontribusi merealisasikan dana bonus produksi adalah lapangan panas bumi Kamojang, Darajat, Wayang Windu, Salak, Putuha.
Kemudian wilayah lainnya yang juga turut berkontribusi meliputi, Ulubelu, Lumut Balai, Sorik Marapi, Muaralaboh, dan Surulla di Sumatera Utara, Sulawesi dan Nusa Tenggara.
“Dengan distribusi dana yang tepat sasaran, masyarakat setempat dapat merasakan dampak langsung dari pengelolaan energi panas bumi melalui pembangunan infrastruktur, penyediaan fasilitas publik dan peningkatan akses pendidikan serta kesehatan,” jelas Eniya, dikutip di Jakarta, Kamis, 24 Oktober 2024.
Selain meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan, dana bonus produksi panas bumi juga dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi lokal, pembangunan instalasi air bersih dan pembangunan infrastruktur publik.
Pelibatan Masyarakat
Eniya mengimbau pertamina bakal agar Badan Usaha Pengembang Panas Bumi memperhatikan potensi isu sosial, seperti halnya ketidakmerataan distribusi dan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait proyek panas bumi.
Sementara dalam praktiknya, masyarakat harus dilibatkan dalam hal pengawasan, pengelolaan dana dan perencanaan guna meminimalisasi potensi konflik sosial.
Kemudian hal yang harus dilakukan untuk mencegah masalah sosial adalah mengupayakan agar tercipta iklim transparansi dan meningkatkan keharmonisan antara pelaku usaha dan masyarakat.
Menurut Eniya, kegiatan rekonsiliasi perhitungan dana bagi hasil yang diadakan bukan hanya berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi, melainkan juga menjadi wadah untuk berdialog.
Dalam dialog ini, aspirasi dan harapan masyarakat melalui Pemerintah Daerah dapat didengarkan sehingga kebutuhan masyarakat lebih dipahami dan solusi yang tepat bisa dicari bersama.
Dalam kesempatan tersebut, Kementerian ESDM memberikan penghargaan kepada 8 Pemerintah Daerah yang telah menerbitkan Peraturan Kepala Daerah mengenai Pemanfaatan Bonus Produksi Panas Bumi, yaitu Kabupaten Bandung, Bogor, Garut, Muara Enim, Ogan Komering Ulu, Tapanuli Utara, Tanggamus, dan Sukabumi.
Pemerintah Daerah yang menerima apresiasi ini dinilai telah berkomitmen dalam mengelola dana bonus produksi dengan cara yang transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. Ia juga berharap agar 23 pemerintah daerah penghasil panas bumi segera menerbitkan perda yang diatur dalam Permendagri Nomor 15 Tahun 2023.
“Presiden Prabowo telah menyebutkan bahwa panas bumi adalah salah satu batu pijakan untuk mencapai swasembada energi yang memainkan peranan penting bagi Indonesia mewujudkan ketahanan energi nasional, oleh karenanya perlu didukung oleh semua pihak, terutama dari Pemerintah Daerah yang langsung mengelola wilayahnya,” ujarnya.
Potensi Panas Bumi Indonesia
Sekadar informasi, Indonesia, yang memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia, baru memanfaatkan sekitar 11,02 persen dari total kapasitas yang diperkirakan mencapai 23,5 GW. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis untuk mengoptimalkan sumber daya ini sebagai bagian dari upaya transisi energi guna memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat serta menurunkan emisi karbon.
Panas bumi merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang paling andal di Indonesia, berkat ketersediaannya yang melimpah dan kemampuannya untuk menyediakan energi beban dasar (baseload).
Komitmen Indonesia terhadap transisi energi menjadi fokus utama dalam Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, di mana kerja sama internasional berperan penting dalam mempercepat pengembangan panas bumi. Salah satu negara yang sukses dalam memanfaatkan panas bumi adalah Selandia Baru, yang menjadikannya bagian integral dari strategi energi terbarukan mereka.
Selama lebih dari 40 tahun, Indonesia dan Selandia Baru telah bekerja sama di sektor energi panas bumi, dimulai dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi pertama di Kamojang, Jawa Barat, yang dibantu oleh Selandia Baru. Kerja sama ini terus berlanjut hingga sekarang, dengan Selandia Baru aktif mendukung ambisi Indonesia untuk meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi sebagai bagian dari transisi energi nasional.
Pemerintah Selandia Baru juga berkomitmen mendukung Indonesia melalui program Indonesia-Aotearoa New Zealand Geothermal Energy Programme (PINZ), sebuah program lima tahun yang berfokus pada pendampingan teknis dan peningkatan kapasitas di tiga bidang utama: regulasi, eksplorasi panas bumi, dan pengembangan keterampilan tenaga kerja teknis.
Program ini juga memperhatikan aspek gender dan inklusi sosial, dengan menekankan peran penting perempuan dalam industri energi serta memastikan keberlanjutan sosial dan lingkungan dalam setiap proyek pengembangan.
Selain itu, Selandia Baru turut berkontribusi pada industri panas bumi di Indonesia melalui pemberian beasiswa pascasarjana di bawah Program Beasiswa Manaaki serta pelatihan jangka pendek yang diselenggarakan setiap tahun.(*)