KABARBURSA - Ketua Bidang UMKM Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ronald Walla, mengungkapkan bahwa sebanyak 69 persen pelaku UMKM di Indonesia masih belum memahami atau mengenal Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi dasar dari praktik ekonomi berkelanjutan.
Ronald menyampaikan bahwa mayoritas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia belum memiliki pengetahuan mendalam terkait Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta pada Jumat, ia mengungkapkan bahwa tantangan lain yang dihadapi oleh para pelaku usaha di Indonesia dalam menerapkan ekonomi berkelanjutan adalah kesulitan mematuhi regulasi terkait lingkungan dan pengendalian emisi gas rumah kaca. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat 25 Oktober 2024.
Berdasarkan riset yang ia lakukan, 78 persen usaha kecil merugi akibat tingginya persyaratan kepatuhan lingkungan dan pengurangan emisi gas rumah kaca yang sulit untuk dipenuhi.
Ronald menekankan bahwa peran pemerintah sangat krusial dalam menciptakan ekosistem yang mendukung UMKM untuk tumbuh di tengah tantangan tersebut.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah, antara lain, dengan menyediakan insentif keuangan, mempermudah akses ke informasi dan sumber daya, serta menyederhanakan regulasi yang berkaitan dengan keberlanjutan tanpa memberikan beban tambahan bagi pelaku usaha.
Selain itu, program peningkatan kapasitas, pelatihan terkait keberlanjutan, serta pemberian hibah untuk adopsi teknologi hijau juga perlu diperluas untuk memperkuat daya saing UMKM.
Ketua National Center for Corporate Reporting (NCCR), Ali Darwin, mengamini pernyataan Ronald dengan menambahkan bahwa terbatasnya akses finansial, rendahnya kesadaran tentang praktik berkelanjutan, serta kompleksitas regulasi lingkungan menjadi hambatan utama bagi UMKM dalam menerapkan praktik keberlanjutan.
Presiden RI Prabowo Subianto memisahkan Kementerian Koperasi dengan Kementerian UMKM. Langkah ini bertujuan untuk memberikan perhatian yang lebih fokus pada pengembangan sektor UMKM.
Mengutip dari data Kementerian Koperasi dan UKM (2023), kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sekitar 60 persen, dan menyerap lebih dari 97 persen tenaga kerja nasional.
Dengan hadirnya Kementerian UMKM diharapkan dapat mendorong UMKM untuk naik kelas dan semakin kompetitif di pasar global.
Pengamat UMKM, Faransyah Agung Jaya menegaskan, selaku Menteri UMKM, Maman Abdurrahman memiliki tugas utama yaitu memajukan 65 juta pelaku UMKM.
“Saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, hanya sekitar 15 persen UMKM yang berhasil naik kelas dari skala mikro ke kecil dan menengah. Maka dari itu, pelaku UMKM menaruh harapan besar pada Kementerian UMKM untuk menghadirkan kebijakan yang mampu meningkatkan kualitas usaha mereka, terutama di era digital yang semakin kompetitif,” kata Coach Faran, panggilan akrab pria ini.
Dia pun meminta, dengan terbentuknya Kementerian UMKM, diharapkan seluruh deputi yang menangani UMKM bekerja lebih efektif.
“Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa 75 persen UMKM di Indonesia masih berada pada kategori mikro, yang seringkali kesulitan mengaskes pembiayaan, teknologi, dan pelatihan berkualitas,” ungkapnya.
“Kementerian ini diharapkan mampu merumuskan kebijakan tepat sasaran untuk mempercepat transformasi UMKM agar lebih bersaing di pasar domestik dan internasional,” sambungnya.
Lanjut Coach Faran, bahwa mayoritas dari 65 juta pelaku UMKM di Indonesia berharap bisa naik kelas. Namun, berdasarkan datang, kurang dari 10 persen UMKM yang mampu bertahan lebih dari lima tahun.
“Data ini dari laporan statistik UMKM Bank Indonesia tahun 2022,” jelas Coach Faran.
Kata dia, Kementerian UMKM tidak dapat bekerja sendiri. Diperlukan kolaborasi multi pihak. Dan, pemerintah harus menggandeng dunia pendidikan, pihak swasta, dan seluruh elemen masyarakat hingga media massa.
Ia menyontohkan salah satu kolaborasi yaitu, Wiranesia Foundation, sebuah yayasan yang telah berperan dalam mendigitalisasi UMKM, melakukan scale up dan menyediakan program inkubasi usaha di seluruh Indonesia saat pandemi COVID-19.
“Data dari Wiranesia Foundation menunjukkan bahwa program digitalisasi telah meningkatkan penjualan UMKM peserta hingga 30 persen dalam satu tahun,” tuturnya.
Dengan kolaborasi lintas sektor ini, Coach Faran optimistis bahwa transformasi UMKM dapat tercapai lebih cepat dan membawa dampak nyata bagi perekonomian nasional.
“Berdasarkan data Bank Indonesia, UMKM yang naik kelas dapat meningkatkan kontribusi PDB hingga 75 persen pada tahun 2030 karena didukung oleh kebijakan dan kolaborasi yang tepat,” pungkas Coach Faran.
Sebelumnya, Coach Faran menyarankan agar para pelaku UMKM tidak terkecoh dengan janji-janji yang hanya menawarkan modal mudah, modal murah, atau bahkan tanpa bunga.
Menurut CEO Coach Faran Academy ini, meski persoalan modal memang penting, hal tersebut tidak akan berkelanjutan jika tidak ada akses pasar yang kuat untuk mendukung kelangsungan bisnis.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.