KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk memperpanjang kebijakan pelonggaran makroprudensial yang mencakup ketentuan uang muka (Down Payment/DP) 0 persen bagi kredit/pembiayaan kendaraan bermotor hingga 31 Desember 2025.
Kebijakan ini diambil dengan tujuan mendorong pertumbuhan kredit yang lebih besar, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, kebijakan DP 0 persen untuk kredit properti juga diperpanjang dalam langkah yang sama.
Gubernur BI Perry Warjiyo, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari komitmen BI untuk menjaga momentum pertumbuhan kredit di sektor kendaraan bermotor dan properti, yang menjadi dua sektor penting dalam ekonomi.
Semula, kebijakan ini direncanakan akan berakhir pada 31 Desember 2024, namun diperpanjang hingga 2025 untuk memberikan lebih banyak ruang bagi perbankan dan sektor riil untuk tumbuh.
Kebijakan DP 0 persen ini berlaku untuk semua jenis kendaraan bermotor baru. Pada sektor properti, ketentuan Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti juga diperlonggar, dengan rasio mencapai 100 persen. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan kredit rumah tanpa perlu menyediakan uang muka, yang tentunya meningkatkan daya beli masyarakat terhadap properti.
Langkah ini dilakukan dalam konteks pertumbuhan kredit yang mencapai 10,85{6fb4e9191d3a368937c8efd0d66239a5ef26a13b97be884ddf8bd2ce9168b1d8} secara tahunan (year on year/yoy) per September 2024, menurut laporan BI. Pertumbuhan tersebut mencerminkan minat perbankan dalam menyalurkan kredit tetap tinggi seiring dukungan kebijakan insentif makroprudensial dari BI, termasuk Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Selain peningkatan kredit, ketahanan sistem keuangan Indonesia tetap terjaga. Rasio alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 25,22 persen pada September 2024, menunjukkan likuiditas yang mencukupi dalam sistem perbankan. Sementara itu, rasio kecukupan modal (CAR) juga berada di tingkat sehat, yakni sebesar 26,69 persen per Agustus 2024.
Pada periode yang sama, pembiayaan syariah tumbuh sebesar 11,37 persen yoy, sementara kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) meningkat sebesar 5,04 persen yoy, lebih baik dibanding bulan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa kebijakan yang mendukung sektor riil, termasuk melalui program kredit UMKM, berhasil menjaga momentum pertumbuhan.
Perpanjangan kebijakan DP 0 persen ini diperkirakan akan terus merangsang permintaan kendaraan bermotor baru serta pembelian properti di tahun-tahun mendatang. Kebijakan ini memberikan kemudahan akses pembiayaan bagi masyarakat dengan modal terbatas, dan diharapkan mampu menjaga stabilitas pertumbuhan kredit di sektor tersebut.
Dengan demikian, langkah Bank Indonesia memperpanjang kebijakan pelonggaran ini diharapkan tidak hanya berdampak pada peningkatan pertumbuhan kredit, tetapi juga pada kestabilan ekonomi nasional dalam jangka panjang, sekaligus menjaga daya beli masyarakat di sektor-sektor vital seperti otomotif dan properti.
Kebijakan uang muka (Down Payment/DP) 0 persen untuk kredit kendaraan bermotor pertama kali diterapkan oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2021. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya BI untuk mendorong pemulihan ekonomi di tengah dampak pandemi COVID-19.
Program DP 0 persen diperkenalkan sebagai kebijakan makroprudensial dengan tujuan meningkatkan daya beli masyarakat dan mempercepat pertumbuhan kredit di sektor otomotif. Awalnya, kebijakan ini berlaku hingga Desember 2021, namun kemudian diperpanjang beberapa kali hingga saat ini, di mana kebijakan tersebut akan berlaku hingga 31 Desember 2025 .
Beberapa alasan yang melandasi kebijakan ini antara lain:
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya BI dan pemerintah dalam memulihkan ekonomi secara menyeluruh melalui peningkatan konsumsi dan investasi, khususnya di sektor properti dan otomotif yang terdampak signifikan oleh pandemi.
Selain untuk kredit kendaraan bermotor, kebijakan DP 0 persen yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2021 juga berlaku untuk:
Dengan memperluas kebijakan ini ke sektor properti, BI berharap dapat meningkatkan penjualan properti, yang juga memiliki efek berantai pada sektor konstruksi, bahan bangunan, dan tenaga kerja, serta membantu pemulihan ekonomi nasional.(*)