KABARBURSA.COM – Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai kesadaran masyarakat dalam literasi digital dan aset kripto masih rendah. Menurutnya, hal ini dapat dilihat dari cara masyarakat dalam membeli aset kripto masih kurang logis.
“Beberapa orang menyampaikan bisa mendapat keuntungan hingga 30-70 persen per bulan. Padahal kita tahu enggak mungkin juga kan per bulan dapat (pengembalian keuntungan) 30-70 persen. Itu tidak logis,” kata Nailul kepada Kabarbursa.com, Rabu, 23 Oktober 2024.
Minimnya literasi digital, lanjut dia, juga terlihat dari sikap masyarakat yang kerap terburu-buru tanpa mengecek aset yang mereka beli, terutama dalam hal legalitasnya. Sikap terburu-buru ini disebabkan karena tergiur keuntungan sehingga tidak memperhatikan dua aspek penting dalam bermain di kripto.
“Ini yang saya lihat (kesadaran literasi digital) masih rendah. Masyarakat tidak tahu investasi ada 2 L, yakni legal dan logis. Kebanyakan mereka enggak tahu mengenai legalitas. Mereka juga teriming-imingi keuntungan yang sangat besar sehingga tidak logis,” jelasnya.
Ia mendesak pemerintah untuk menggencarkan peningkatan literasi digital, investasi dan aset kripto. Hal ini penting dilakukan agar masyarakat tidak mudah tertipu dan dapat berinvestasi secara sehat.
Menurutnya, selama ini pemerintah telah gencar melaksanakan sosialisasi literasi digital kepada masyarakat dan meningkatkan efektivitas penyadaran tersebut.
“Makanya kita dorong pemerintah ini juga masuk ke kampus-kampus, masyarakat paling bawah untuk memberikan penjelasan mengenai legalitas dan logis dalam investasi, yang di dalamnya ada investasi aset kripto,” ujarnya.
Ia menyarankan agar pemerintah tidak hanya meningkatkan itensitas literasi digital, tapi juga harus efektivitasnya. Ia juga berharap agar sosialisasi terkait dengan literasi keuangan digital, investasi dan aset kripto masuk ke dalam sistem pendidikan.
“Artinya produk-produk keuangan, termasuk keuangan digital masuk ke dalam kurikulum SD, SMP hingga SMA. Sehingga dalam jangka panjang masyarakat tahu apa manfaatnya, risiko dan legalitas. Itu harus sudah ada sejak dini. Ini yang kita harapkan,” tuturnya.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya melaporkan bahwa jumlah investor pasar modal di Indonesia telah melampaui 14 juta Single Investor Identification (SID). Pada Kamis, 3 Oktober 2024, jumlah investor pasar modal tercatat sebanyak 14.001.651 SID, meningkat 1.833.590 SID dibandingkan posisi akhir tahun lalu yang mencapai 12.168.061 SID.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyatakan bahwa industri pasar modal memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Menurutnya, pasar modal yang maju dan stabil dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Iman menekankan bahwa hal ini memerlukan kolaborasi yang baik antara pemerintah, sektor bisnis, dan masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa pertumbuhan investasi yang diiringi dengan peningkatan literasi keuangan masyarakat akan memperkuat daya tahan pasar modal Indonesia dalam menghadapi dinamika global, termasuk aliran dana dari investor asing.
BEI sendiri telah menyelenggarakan 19.779 kegiatan edukasi yang melibatkan lebih dari 24 juta peserta dari awal tahun hingga akhir September 2024. Kegiatan tersebut mencakup Sekolah Pasar Modal (SPM), program Duta Pasar Modal (DPM), dan berbagai webinar yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia tentang investasi.
Selain itu, BEI juga aktif mengampanyekan gerakan #AkuInvestorSaham, yang berhasil menarik perhatian generasi muda. Saat ini, sekitar 79 persen dari investor baru berusia di bawah 40 tahun, menunjukkan tingginya partisipasi generasi muda dalam berinvestasi di pasar modal.
Pencapaian ini, menurut Iman, dapat terwujud berkat sinergi erat antara BEI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Self-Regulatory Organizations (SRO), dan pemangku kepentingan lainnya. Inovasi digitalisasi edukasi yang terus dilakukan oleh BEI juga dinilai berperan penting dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti pentingnya perencanaan keuangan bagi generasi Z dengan tujuan utama untuk memberikan pemahaman mengenai literasi keuangan, perencanaan investasi, serta kewaspadaan terhadap aktivitas keuangan ilegal.
Viko Hadian, dari Financial Advisor Community OJK, menyampaikan di Jakarta pada Selasa bahwa edukasi literasi keuangan bertujuan untuk membantu generasi Z memahami produk dan layanan jasa keuangan dengan baik.
Ia menekankan bahwa hal ini penting untuk melindungi mereka dari penipuan berkedok investasi dan aktivitas keuangan ilegal yang marak di era digital.
Viko juga menambahkan, beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam merencanakan keuangan, seperti mengurangi utang, menjaga kekayaan, mengembangkan kekayaan melalui investasi, memastikan keamanan aset, serta mengelola keuangan dengan baik.
Menurutnya, generasi Z perlu memiliki literasi keuangan yang baik agar dapat mengelola keuangan pribadi dengan efektif, seperti menabung, berinvestasi, mengatur utang, dan merencanakan keuangan untuk masa depan. (*)