Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ini Alasan Pengawasan Aset Kripto Pindah ke OJK, Bappebti Bermasalah?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 23 October 2024 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Redaksi
Ini Alasan Pengawasan Aset Kripto Pindah ke OJK, Bappebti Bermasalah?

KABARBURSA.COM – Pengamat ekonomi digital Nailul Huda menilai pemindahan pihak yang bertanggung jawab dalam pengaturan dan pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK), khususnya untuk kripto, dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai langkah yang tepat.

“Jadi urgensinya sebenarnya bukan mengganti dari enggak bagus ke bagus, tapi yang saya rasa adalah (meletakkan) di kamar yang belum tepat ke kamar yang tepat,” kata Nailul kepada kabarbursa.com, Rabu, 23 Oktober 2024.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) ini juga menilai, OJK adalah lembaga yang tepat untuk mengurusi investasi dan pengumpulan uang dari masyarakat, karena aset kripto masuk ke dalam ranah investasi. Kendati demikian, ia menekankan bahwa pemindahan ini bukan berarti pengelolaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Bappebti buruk sehingga harus dipindah ke OJK.

Aset kripto, kata dia, masuk ke dalam aset yang sifatnya tidak kelihatan atau imateriel. Aset kripto disebut berbeda dengan perdagangan berjangka yang selama ini diatur oleh Bappebti, seperti bursa kopi dan sawit. Kedua komoditi itu sifatnya merupakan aset yang real atau nyata atau biasa dilihat.

“Ketika kita ngomongin keuangan digital, ada bahasa keuangan di situ yang memang pengaturannya lebih condong ke OJK. Lembaga ini punya tupoksi yang sama untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pengumpulan uang dari masyarakat, termasuk investasi. Makanya investasi itu diaturnya di OJK. Meski selama ini pengawasan di Bappebti juga bagus,” jelasnya.

Implementasi UU P2SK

Sekadar informasi, pemindahan pihak pengawas PBK untuk aset kripto berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengatur terkait industri perdagangan berjangka komoditi. Beberapa aspek yang di atur meliputi pengaturan umum dan pengawasan.

Di dalam UUP2SK menyatakan bahwa otoritas terkait, seperti OJK dan Bank Indonesia, memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi perdagangan berjangka komoditi.

Hal ini diatur dalam Pasal 19, di mana UU P2SK memperkenalkan perubahan atas UU sebelumnya terkait perdagangan berjangka komoditi, yaitu UU No. 32 Tahun 1997 yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 2011.

UU P2SK mengatur berbagai aspek terkait dengan sektor keuangan di Indonesia, termasuk industri PBK. UU P2SK bertujuan untuk memperkuat regulasi dan pengawasan di sektor ini agar lebih transparan, efisien, dan terintegrasi dengan sektor keuangan lainnya.

Adapun yang diatur oleh UU P2SK dalam konteks PBK adalah pengawasan dan pengaturan oleh OJK. UU P2SK menetapkan bahwa pengawasan terhadap industri PBK kini menjadi kewenangan OJK di mana sebelumnya pengawasan dilakukan Bappebti. Namun, melalui UU P2SK, fungsi pengawasan ini dialihkan ke OJK untuk menciptakan pengawasan yang lebih terpadu di sektor keuangan.

UU P2SK juga mengatur terkait dengan perlindungan konsumen dan investor. Salah satu fokus utama UU P2SK adalah meningkatkan perlindungan terhadap konsumen dan investor dalam PBK. UU ini mengatur mekanisme penyelesaian sengketa, transparansi informasi, serta kewajiban pelaku usaha untuk melindungi dana nasabah. Perlindungan ini penting untuk menghindari praktik-praktik tidak sehat yang dapat merugikan konsumen.

Selain itu, UU ini juga mengatur terkait pengembangan infrastruktur PBK seperti halnya penguatan lembaga kliring, pasar berjangka, dan sistem teknologi informasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan integritas pasar, serta memastikan bahwa semua transaksi dilakukan secara transparan dan teregulasi.

UU P2SK juga mengatur manajemen risiko bagi para pelaku di industri PBK, termasuk kewajiban untuk mengikuti prinsip-prinsip kehati-hatian dalam bertransaksi. Hal ini dilakukan untuk mencegah risiko sistematis yang dapat berdampak pada stabilitas pasar komoditas dan sektor keuangan secara keseluruhan.

Selain sistem, UU P2SK juga mengatur terkait sanksi untuk memastikan kepatuhan. UU P2SK menetapkan sanksi administratif dan pidana bagi pihak yang melanggar ketentuan di sektor perdagangan berjangka komoditi. Sanksi tersebut bisa berupa denda, pencabutan izin, hingga hukuman pidana bagi pelanggaran serius.

Dengan pengaturan yang lebih komprehensif melalui UU P2SK, industri perdagangan berjangka komoditi diharapkan bisa tumbuh lebih stabil dan aman, serta mampu berintegrasi dengan sektor keuangan yang lebih luas.

Transaksi Kripto Agustus 2024

OJK mencatat nilai transaksi kripto di Indonesia tumbuh pesat hingga Agustus 2024. Pertumbuhan ini seiring dengan jumlah investor kripto yang terus meningkat.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fauzi memaparkan, pada Agustus 2024, nilai transaksi kripto mencapai Rp48 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi dari transaksi bulan sebelumnya yang sebesar Rp 42,34 triliun.

Dengan pertambahan tersebut, nilai transaksi kripto sejak awal tahun hingga Agustus 2024 mencapai Rp344,09 triliun. Nilai tersebut melesat sebesar 354 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

“Secara akumulatif nilai transaksi aset kripto sepanjang 2024 yaitu dari Januari-Agustus telah tercatat mencapai Rp 344,09 triliun,” kata Hasan, kemarin.

Lonjakan itu, lanjut Hasan, selaras dengan jumlah investor yang masih bertambah. Tercatat jumlah investor kripto di Indonesia telah mencapai 20,9 juta, lebih tinggi dari Juli yang sebanyak 20,59 juta investor.

Seiring dengan perkembangan tersebut, OJK pun sedang mematangkan persiapan infrastruktur pelaksanaan pengawasan terhadap kripto. Hal ini seiring dengan akan beralihnya pengawasan kripto dari Bappebti ke OJK pada 1 Januari 2025. (*)