Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kabinet Merah Putih Dinilai Akomodatif, Kecuali yang tak Direstui Jokowi

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 22 October 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Kabinet Merah Putih Dinilai Akomodatif, Kecuali yang tak Direstui Jokowi

KABARBURSA.COM - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nawir Messi, menilai besarnya Kabinet Merah Putih di periode kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sangat akomodatif. Hal itu ia sampaikan mengacu pada susunan kabinet yang melibatkan semua unsur, termasuk partai politik kecuali yang tidak diinginkan Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi).

"Susunan kabinetnya sangat akomodatif, tidak hanya mengakomodasi semua unsur, tapi juga semua kelompok partai kecuali yang tidak diinginkan Pak Jokowi," kata Nawir dalam acara diskusi publik bertema Ekonomi Politik Kabinet Prabowo-Gibran, Selasa, 22 Oktober 2024.

Nawir menilai Kabinet Merah Putih sangat mengedepankan pro-stabilitas. kendati begitu, menurutnya gemuknya Kabinet Merah Putih berpotensi mengorbankan beberapa tugas mulia, seperti upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kalau kita lihat sekian belas, hampir 20 anggota kabinet yaitu adalah stok lama yang periode-periode sebelumnya telah bekerja secara maksimal dengan mengupayakan kapasitas maksumnya untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditugaskan. Kemudian di-instal kembali karena itu saya kira kita tidak bisa berharap banyak bahwa akan ada akselerasi yang akan lebih cepat dari periode sebelumnya,” ungkapanya.

Di sisi lain, Nawir juga mempertanyakan kompetensi susunan Kabinet Merah Putih dalam merespons isu-isu krusial di bidang ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia. Dia menuturkan, Indonesia saat ini mengalami stagnasi ekonomi yang serius seiring dengan bertambahnya pengangguran dan kemiskinan dalam beberapa waktu terakhir.

Selain itu, Nawir juga menyebut Indonesia tengah mengalami ketimpangan sosial-ekonomi dan spasial. Dia menilai, isu tersebut sangat penting untuk diperhatikan semua pihak lantaran hal tersebut akan terus membengkak jika tidak diselesaikan secara cepat dan maksimal.

“Pengangguran dan kemiskinan saya kira ini jauh lebih penting lagi. Soal pengangguran ini setiap hari kita mendengar PHK terus tumbuh, lapangan kerja terus kurang, karena itu kita ingin pemerintah meng-drive ini secara approved,” ujarnya.

Sementara itu, Nawir juga mengungkapkan Indonesia saat mengalami fenomena deindustrialisasi. Menurutnya, pemerintah Prabowo juga perlu memitigasi kondisi tersebut lantaran isu ini beririsan dengan lapangan kerja dan lompatan perekonomian ke depan.

Nawir juga menyoroti ihwal penerimaan negara, khususnya terkait rasio pajak yang terus menurun di tengah situasi regulasi pengetatan pengenaan pajak. Dia menilai, sistem perpajakan tersebut meruntuhkan kelas menengah sebagai kelompok yang menyangga perekonomian negara.

“Kita mengalami perlambatan atau stagnasi perekonomian dengan harapan bahwa kabinet baru ini bisa merespons secara tepat persoalan besar ini,” katanya.

Susunan Kabinet Merah Putih Disambut Pesimis

Nawir mengaku tak banyak berharap dengan susunan Kabinet Merah Putih dalam mendongkrak perekonomian negara. Pasalnya, susunan kabinet ekonomi saat ini masih diisi sosok-sosok lama yang dinilai kurang inovasi.

“Susunan kabinet semua yang berkaitan dengan perekonomian ini stok lama, padahal kita percaya bahwa menteri-menteri yang bekerja di bidang perekonomian ini, di masa lalu telah menggunakan kapasitas maksimumnya untuk mendongkrak kinerja perekonomian sedemikian rupa tapi masih tetap berkisar pada tataran yang relatif rendah,” ungkapnya.

Sementara situasi stagnasi perekonomian Indonesia, tutur Nawir, beririsan dengan rendahnya inovasi di pemerintahan sebelumnya. Dia mengaku tidak melihat ada upaya signifikan untuk mendorong inovasi dan produktivitas dalam konteks memacu pondasi pertumbuhan jangka panjang.

Kendati begitu, Nawir juga tak menampik adanya upaya menyelesaikan ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia bagian timur, di mana terdapat kementerian khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan hal tersebut. Semakin hari, tutur dia, diketahui ketimpangan semakin terjadi di luar Pulau Jawa. 

Apalagi, dia menyebut Pulau Jawa masih menjadi wilayah yang diandalkan dalam mendorong pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kurang dari 50 persen di beberapa tahun belakangan. Jika hal tersebut dibiarkan terus terjadi, Nawir menilai Pulau Jawa akan terbebani dengan kewajiban PDB.

“Sementara ada wilayah yang kita kenal Indonesia Timur tertatih di belakang. Dan kita harapkan bahwa kerja-kerja intensif, strategis dari kementerian yang dibuat untuk membangun Indonesia Timur lebih punya makna strategis dan capaian-capaian yang positif ke depan,” ungkapnya.

Begitu juga ihwal deindustrialisasi, Nawir mengaku tidak juga banyak menaruh harapan. Pasalnya, Kementerian Perindustrian masih diisi wajah lama, yakni Agus Gumiwang, yang dinilai minim inovasi program. “Kalau upaya-upaya yang berkaitan dengan inovasi dan peningkatan produktivitas serta pembangunan iklim investasi di industri tidak ada pembenahan yang signifikan dalam jangka pendek, maka tentu kita tidak bisa berharap banyak,” katanya.(*)