Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ekonom Bahas Fokus Kemandirian Nasional Prabowo

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 21 October 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Ekonom Bahas Fokus Kemandirian Nasional Prabowo

KABARBURSA.COM - NH Korindo Sekuritas Indonesia (NHKSI) memberi catatan penting terhadap pidato perdana Presiden Prabowo Subianto usai pelantikan pada Minggu, 20 Oktober 2024. Satu yang paling disorot ialah kemandirian nasional.

Ekonom NHKSI Ezaridho Ibnutama, melalui risetnya, Senin, 21 Oktober 2024, mengatakan kebijakan Prabowo ke depan akan berfokus pada pengamanan industri pangan dan energi nasional. Dari sisi pangan, sektor pertanian harus menjadi prioritas dalam satu periode atau empat-lima tahun mendatang.

"Tema dasar dalam pidato Prabowo adalah kemandirian nasional. Dalam perspektif Prabowo, orang Indonesia tidak benar-benar mandiri jika mereka masih bergantung pada negara lain untuk kebutuhan dasar dan utilitas (produksi pangan dan pembangkit energi)," ujar Ezaridho, Senin, 21 Oktober 2024.

Selain itu, dalam menghadapi tantangan global, Prabowo percaya bahwa adalah tidak bijak untuk mempertahankan ketergantungan pasokan pangan populasi kita dari negara lain. Selanjutnya, dorongan untuk meningkatkan pasokan pangan sejalan dengan tujuan memperbaiki nutrisi penduduk lokal melalui berbagai program, terutama Program Bergizi Gratis.

"Kami percaya bahwa industri pertanian dan peternakan lokal kemungkinan besar akan didukung oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi dan mendorong investasi," ungkap Ezaridho.

Ia percaya langkah itu akan dicapai pemerintahan Prabowo. Ini ditempuh melalui deregulasi, insentif pajak, atau peluang kontrak bisnis-ke-pemerintah (business to government/B2G).

Di sisi lain, Ezaridho menyoroti soal Prabowo memuji sumber energi yang melimpah yang dimanfaatkan di Indonesia, dari sumber terbarukan seperti geothermal (panas bumi) dan tenaga air hingga sumber tidak terbarukan seperti batu bara. Prabowo mungkin ingin lebih memperluas pemanfaatan sumber daya energi dalam pemerintahannya.

Yang lain seperti bahan bakar minyak (BBM) juga dapat diambil dari tanaman alami seperti minyak sawit mentah, yang merujuk pada peluncuran biodiesel B40 pada tahun 2025.

"Mirip dengan poin sebelumnya tentang ketahanan pangan, Prabowo berpendapat bahwa Indonesia harus dapat memproduksi listrik untuk dirinya sendiri dan tidak bergantung pada negara lain untuk pembangkit tenaga," tulisnya dalam riset tersebut.

Prabowo percaya bahwa hilirisasi komoditas adalah kunci untuk membuka lebih banyak kemakmuran dari sumber daya alam Indonesia. Alih-alih diproduksi dan diproses di luar negeri, Prabowo tampaknya akan melanjutkan dan memperluas program hilirisasi Jokowi untuk meningkatkan dan mempertahankan surplus perdagangan negara.

Sebelumnya, Head of Research NHKSI Liza Camelia Suryanata, mengatakan program swasembada energi yang dicanangkan Prabowo memang menjanjikan.

Tapi menurut dia, proses pengembangan energi bukanlah hal yang mudah, khususnya di sektor geothermal. Liza mengatakan, masih banyak potensi energi di Indonesia yang belum terjamah.

“Bagaimana pemerintah ini bisa menjaga kelangsungan dari prospek berkembangnya sektor geothermal, terutama karena sebenarnya masih banyak potensi yang belum tergali,” ujar dia kepada Kabarbursa.com, Senin, 21 Oktober 2024.

Dari sekian banyak titik panas bumi di Indonesia, kata Liza, kemungkinan baru kurang dari 20 persen yang dimanfaatkan secara maksimal.

Lebih jauh Liza melanjutkan, hal tersebut lah yang menjadi tantangan pemerintah untuk bagaimana dapat mendorong pemanfaatan energi geothermal dan jenis energi terbarukan lainnya.

“Bagaimana dukungan pemerintah terhadap proyek-proyek tersebut secara real ini baru akan lebih memajukan harga emiten terkait,” ungkap dia.

Sementara itu NH Korindo Sekuritas dalam risetnya melaporkan, dua emiten yakni Pertamina Geothermal Energy (PGEO) dan Barito Renewables Energy (BREN) menjadi saham yang bisa tersengat dari program swasembada energi.

Swasembada Energi Jadi Target Menantang

Pakar Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti, mengatakan pemahaman mengenai swasembada di Indonesia masih mengacu pada konsep pasar domestik. Menurutnya, target swasembada yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pelantikannya merupakan tantangan besar.

Dalam pidatonya kemarin, Prabowo menegaskan komitmennya untuk mencapai swasembada energi dalam lima tahun ke depan. Namun, Yayan berpendapat, konsep swasembada energi di Indonesia saat ini masih didominasi oleh pandangan pasar domestik, yang cenderung fokus pada ketersediaan energi dengan harga terjangkau dan aksesibilitas energi bagi masyarakat.

Yayan mengatakan pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan energi sebagai barang krusial bagi publik. Dengan begitu, dia menilai swasembada energi tidak sekadar menyediakan barang, melainkan juga keterjangkauan harga.

“Kewajiban pemerintah untuk menyediakan energi sebagai barang publik menjadi hal yang sangat krusial. Sehingga tujuan Swasembada Energi ini yaitu pemerintah mampu menyediakan pasokan energi secara mudah dan murah,” kata Yayan saat dihubungi   Kabarbursa.com, Senin, 21 Oktober 2024.

Dalam ilmu ekonomi, tutur Yayan, swasembada energi akan bergantung pada banyaknya supply. Untuk menyiasati hal tersebut, dia berujar pemerintah perlu menyediakan beragam pasokan energi agar harga yang dipatok tidak terlalu tinggi, sebagaimana konsep accessibility.

Yayan menilai upaya tersebut dapat dipacu dengan meningkatkan investasi dalam program Just Energy Transition Partnership (JETP). Salah satunya, menurut dia, adalah dengan memperbaiki kualitas distribusi listrik untuk menurunkan angka System Average Interruption Frequency Index (SAIFI) dan System Average Interruption Duration Index (SAIDI).

“Artinya ketika keandalan distribusi maka industri akan menggunakan listrik dari PLN yang selama ini biasanya dipenuhi dengan IPP. Sesuai dengan konsep JETP, pasokan listrik Indonesia akan lebih hijau,” katanya.

Dengan peningkatan rantai pasok dan aksesibilitas, Yayan melanjutkan, harga energi diharapkan semakin terjangkau. Dalam skenario ini, nilai konsumsi energi nominal meningkat sementara indeks harga energi cenderung menurun.

“Artinya harga listrik semakin menurun karena pasokan yang semakin meningkat (Merit Order of Energy Availability). Ketika diversifikasi energi semakin banyak biaya energi semakin turun. Walaupun isu ini debatable,” jelas Yayan.

Menurut dia, menekan harga energi semurah mungkin adalah langkah penting untuk mengurangi beban subsidi, sekaligus meningkatkan akses masyarakat terhadap energi bersih seiring dengan penurunan emisi di sektor energi. Namun, ia mengingatkan bahwa inovasi dalam teknologi pembangkit harus tetap berfokus pada efisiensi dan produktivitas, meskipun biaya energi menjadi lebih murah.

“Biaya inputnya semakin menurun, sedangkan outputnya at least tetap. Artinya teknologi pembangkit harus kompetitif (Low cost input and high emission reduction) sehingga setidaknya terjadi penghematan sumberdaya input, sehingga menurunkan emisi dan meningkatkan output,” paparnya.

Yayan juga mencatat bahwa teknologi pembangkit yang lebih efisien memang membutuhkan biaya investasi yang lebih besar dibandingkan teknologi konvensional. Walaupun pembiayaan ini termasuk dalam komitmen JETP, pemerintah tetap perlu menambah anggaran untuk mengembangkan sektor energi secara mandiri.

“Jika kita lihat pembiayaan berdasarkan konsep JETP, pembiayaan JETP tidak bersifat one stop solution tetapi berdasarkan project prototipe di mana pemerintah Indonesia dapat mengembangkan energi tersebut secara mandiri. Jadi perlu biaya tambahan lagi,” katanya. (*)