Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

AS dan China Turunkan Suku Bunga Acuan, Dampaknya bagi Indonesia?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 20 October 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
AS dan China Turunkan Suku Bunga Acuan, Dampaknya bagi Indonesia?

KABARBURSA.COM - Indonesia dan sejumlah negara berkembang lainnya berpotensi menerima kucuran modal asing, seiring dengan pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan oleh beberapa negara besar.

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, banyak negara telah menurunkan suku bunga acuan mereka sebagai respons terhadap melambatnya tekanan inflasi. Salah satu contoh signifikan adalah Amerika Serikat (AS), yang melakukan pelonggaran kebijakan moneternya karena inflasi mendekati target 2 persen secara tahunan (year on year/yoy) di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih lemah dan angka pengangguran yang tinggi.

Pada bulan September 2024, bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), mengurangi suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin.

Dalam pernyataannya, The Fed juga menyampaikan rencana untuk terus melanjutkan pelonggaran kebijakan hingga akhir tahun ini.

Selain itu, European Central Bank (ECB) juga mengambil langkah serupa dengan menurunkan suku bunga acuannya pada bulan yang sama. Di sisi lain, People's Bank of China (PBoC) melakukan penyesuaian yang sama, merespons inflasi yang rendah dan permintaan domestik yang masih stagnan.

Sri Mulyani menekankan bahwa langkah-langkah ini berkontribusi meredakan ketidakpastian di pasar keuangan global, yang pada gilirannya meningkatkan aliran modal asing ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Langkah-langkah ini berpotensi meningkatkan kepercayaan investor dan memperkuat aliran masuk modal asing,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2024.

BI juga tidak ketinggalan dalam melakukan penyesuaian kebijakan moneternya. Pada bulan September 2024, BI menurunkan suku bunga acuannya sebanyak 25 basis poin menjadi 6 persen dan mempertahankannya hingga Oktober 2024.

Kebijakan ini berdampak positif terhadap nilai tukar rupiah, yang mengalami penguatan sebesar 2,08 persen pada akhir September 2024, menjadi Rp15.140 per dolar AS. Penguatan ini lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti Won Korea yang menguat 2,02 persen, Peso Filipina yang hanya menguat 0,17 persen, dan Rupee India yang tumbuh 0,1 persen.

“Penguatan nilai tukar rupiah ini didorong oleh komitmen BI dalam menjaga stabilitas, imbal hasil aset keuangan Indonesia yang menarik, serta fundamental ekonomi yang relatif kuat dan inflasi yang terjaga,” jelas Sri Mulyani.

Keberhasilan ini menciptakan kepercayaan di kalangan investor, yang berkontribusi pada aliran modal asing yang berkelanjutan.

Meskipun demikian, Sri Mulyani mengingatkan bahwa pemerintah tetap harus waspada terhadap risiko yang muncul akibat meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global.

Ketidakpastian ini diperburuk oleh eskalasi konflik geopolitis di Timur Tengah, yang membutuhkan respons kebijakan yang tepat untuk mengurangi dampak yang mungkin menyebar secara global.

Ia mencatat bahwa pada periode 1-15 Oktober 2024, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan sebesar 2,82 persen point-to-point, yang sebagian besar dipicu oleh ketegangan tersebut.

“Pelemahan ini mencerminkan dampak dari ketidakpastian global yang dipicu oleh konflik di Timur Tengah,” tuturnya.

Namun, perlu diketahui, jika dibandingkan dengan akhir Desember 2023, depresiasi rupiah hanya tercatat sebesar 1,17 persen year to date (ytd), yang menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan mata uang lainnya, seperti Peso Filipina, Dolar Taiwan, dan Won Korea.

Dalam konteks yang lebih luas, kondisi ini menggambarkan dinamika yang dihadapi oleh Indonesia dan negara berkembang lainnya dalam menarik investasi asing di tengah perubahan kebijakan moneter global.

Pembangunan berkelanjutan dan stabilitas ekonomi akan terus menjadi faktor kunci dalam menarik aliran modal dari luar negeri.

Para pengamat ekonomi berpendapat bahwa meskipun ada tantangan yang harus dihadapi, peluang tetap ada bagi Indonesia untuk memanfaatkan situasi ini dengan langkah-langkah yang tepat.

Secara keseluruhan, perkembangan kebijakan moneter di negara-negara besar memberikan sinyal positif bagi investasi di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Namun, ketidakpastian yang timbul dari faktor eksternal, seperti konflik geopolitik, tetap menjadi perhatian yang perlu dicermati.

Sri Mulyani menegaskan pentingnya pemantauan terus-menerus terhadap situasi global agar Indonesia dapat menjaga kestabilan ekonomi dan menarik investasi yang lebih besar di masa depan.

Pertumbuhan Ekonomi RI 2024 Dirpoyeksikan hanya 5,1 Persen

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan (year on year/yoy) mencapai 5,1 persen pada 2024.

Angka tersebut masih di bawah target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar 5,2 persen yoy.

“Perekonomian Indonesia tahun 2024 diprakirakan tumbuh 5,1 persen yoy,” kata Sri Mulyani dalam acara konferensi pers KSSK di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2024.

Meski begitu, Sri Mulyani memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap menunjukkan performa baik di tengah dinamika risiko global.

Menurut mantan Direktur Bank Dunia (World Bank) ini, perekonomian Indonesia menjelang akhir tahun akan didorong oleh penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada November mendatang, yang diharapkan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga.

“Peningkatan mobilitas masyarakat pada hari libur nasional, termasuk Hari Raya Natal dan Tahun Baru, diharapkan juga akan memberikan kontribusi positif bagi aktivitas konsumsi,” ujar Sri Mulyani.

Selain itu, kinerja sektor manufaktur dan perdagangan menjadi penopang utama pertumbuhan dari sisi produksi.

“Ini sejalan dengan daya beli masyarakat yang terjaga dengan stabilitas dan inflasi yang rendah, serta peningkatan aktivitas untuk meningkatkan nilai tambah dari output produksi,” jelasnya.

Sri Mulyani juga memprediksi bahwa perekonomian domestik pada Kuartal III-2024 akan tumbuh di atas 5 persen yoy, melanjutkan kinerja positif dari Kuartal II 2024 yang didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.

Sri Mulyani menyebutkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan tetap terjaga, terutama di kalangan kelas menengah ke atas, dan investasi juga terus meningkat seiring dengan selesainya berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN), termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.

Begitu juga dengan kinerja ekspor nonminyak dan gas (migas) diperkirakan akan meningkat, didorong oleh produk manufaktur dan pertambangan.

“Ke depan, peningkatan aktivitas perekonomian domestik diprakirakan berlanjut hingga akhir tahun 2024,” kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, pemerintah akan berupaya mengarahkan kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat, stabilitas harga, serta berbagai Program Perlindungan Sosial (Perlinsos), yang menjadi penopang utama aktivitas ekonomi. Dia memprediksi bahwa untuk tahun 2025, perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5,2 persen yoy, didorong oleh permintaan domestik dan penguatan reformasi struktural yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas serta memperkuat struktur pertumbuhan ekonomi, termasuk sektor-sektor yang dapat menyerap tenaga kerja dan memiliki nilai tambah yang tinggi. (*)