KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa kinerja lapangan usaha (LU) industri pengolahan pada triwulan III-2024 tetap stabil dan berada dalam fase ekspansi. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI-BI) yang mencapai 51,54 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa sebagian besar komponen pembentuk PMI-BI menunjukkan fase ekspansi, dengan indeks tertinggi terdapat pada volume persediaan barang jadi. Indeks ini diikuti oleh volume produksi dan total pesanan. Seperti pernyataannya di Jakarta, Kamis 17 Oktober 2024.
Namun, Ramdan menambahkan bahwa ada dua komponen yang mencatatkan kontraksi, yaitu kecepatan penerimaan barang pesanan input dan penggunaan tenaga kerja.
Dari segi sublapangan usaha (Sub-LU), sebagian besar sektor berada dalam fase ekspansi yang mendukung kinerja PMI-BI. Indeks tertinggi terlihat pada industri pengolahan tembakau, diikuti oleh industri barang galian bukan logam, serta industri mesin dan perlengkapan.
Perkembangan ini sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan bahwa kegiatan LU industri pengolahan masih tumbuh dengan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 1,38 persen.
Untuk triwulan IV-2024, kinerja LU industri pengolahan diperkirakan akan tetap terjaga, dengan PMI-BI diproyeksikan sebesar 51,13 persen. Mayoritas komponen diprediksi akan tetap berada pada fase ekspansi, terutama pada volume produksi, total pesanan, dan persediaan barang jadi.
Sebagian besar Sub-LU juga diperkirakan akan berada dalam fase ekspansi, dengan indeks tertinggi pada industri mesin dan perlengkapan, diikuti oleh industri barang galian bukan logam serta industri karet, barang dari karet, dan plastik.
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa kinerja Lapangan Usaha (LU) Industri Pengolahan pada kuartal I-2024 meningkat dan berada pada fase ekspansi, dengan Indeks PMI-BI mencapai 52,80 persen, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang sebesar 51,20 persen.
Asisten Gubernur BI Erwin Haryono menyebut bahwa sebagian besar komponen PMI-BI meningkat, terutama Volume Persediaan Barang Jadi, Volume Total Pesanan, dan Volume Produksi. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin 22 April 2024.
Berdasarkan Sublapangan Usaha (Sub-LU), mayoritas Sub-LU masih berada pada fase ekspansi, dengan indeks tertinggi pada Industri Pengolahan Tembakau, Industri Tekstil dan Pakaian, serta Industri Logam Dasar. Peningkatan ini sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, yang menunjukkan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 1,71 persen.
Erwin menjelaskan bahwa pada kuartal II-2024, kinerja LU Industri Pengolahan diperkirakan akan terus meningkat, tercermin dari PMI-BI sebesar 54,31 persen. Seluruh komponen PMI-BI diprakirakan akan berada pada fase ekspansi, dengan indeks tertinggi terjadi pada Volume Persediaan Barang Jadi, Volume Produksi, dan Volume Total Pesanan.
Seluruh Sub-LU juga diprakirakan akan berada pada fase ekspansi, dengan indeks tertinggi pada Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki, Industri Pengolahan Tembakau, serta Industri Mesin dan Perlengkapan. Hal ini menunjukkan prospek positif untuk industri pengolahan dalam beberapa waktu ke depan.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio, menyoroti urgensi industrialisasi sebagai faktor kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen di era pemerintahan Prabowo Subianto.
Menurut Andry, sektor industri, khususnya industri manufaktur, memiliki peran krusial dalam mendorong pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. Namun, ia juga mengungkapkan bahwa saat ini kinerja industri di Indonesia belum cukup kuat untuk mencapai target tersebut.
Andry menekankan pentingnya menjaga daya beli masyarakat sebagai salah satu motor penggerak utama perekonomian, terutama karena konsumsi domestik masih menjadi pilar utama pertumbuhan.
“Pekerjaan utama kita adalah menjaga daya beli masyarakat karena konsumsi merupakan motor penggerak utama ekonomi kita. Dari sisi sektoral, kita harapkan industri manufaktur bisa kembali berjaya,” ujar Andry kepada Kabarbursa.com, Rabu, 16 Oktober 2024.
Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi industri manufaktur saat ini, terutama di sektor-sektor padat karya. “Yang terjadi saat ini adalah kinerja industri manufaktur tidak cukup mampu mendorong perekonomian. Banyak subsektor industri, terutama yang padat karya, justru tertekan,” jelasnya.
Kondisi ini, menurut Andry, berdampak langsung pada peningkatan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran. Ia mengungkapkan bahwa salah satu masalah utama adalah sulitnya menciptakan industri baru yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
“Saat ini sangat sulit untuk menciptakan industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Bahkan, industri yang sudah ada banyak yang tidak mampu bertahan dan malah berkontribusi pada peningkatan angka pengangguran,” jelasnya.
Menurut Andry, jika kinerja industri tidak segera diperbaiki, Indonesia bisa menghadapi lonjakan pengangguran di masa depan. “Kinerja industri yang kurang baik ini menjadi bom waktu yang berpotensi meningkatkan pengangguran ke depannya,” tambahnya.
Untuk menghadapi tantangan ini, Andry berharap pemerintahan Prabowo memiliki strategi yang solid untuk memperbaiki stabilitas sektor industri. “Saya harap Pak Prabowo memiliki rencana yang tepat agar industri bisa stabil terlebih dahulu, sehingga mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja di masa mendatang,” pungkasnya.
Upaya memperkuat industri di Indonesia dinilai sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor yang tidak padat karya dan meningkatkan daya saing global. Dengan demikian, industrialisasi diharapkan dapat menjadi solusi untuk menurunkan angka pengangguran sekaligus mencapai target ambisius pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.