Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Nelayan Sulit Dapat Tangkapan, Ketersediaan Susu Ikan Diragukan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 14 October 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Nelayan Sulit Dapat Tangkapan, Ketersediaan Susu Ikan Diragukan

KABARBURSA.COM - Wacana mengenai penggunaan susu ikan sebagai alternatif pengganti susu sapi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia disorot oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).

Organisasi ini mengungkapkan, nelayan Indonesia saat ini tengah menghadapi kesulitan dalam memperoleh ikan, sehingga memunculkan pertanyaan tentang kelayakan dan ketersediaan bahan baku tersebut.

Awalnya Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati memberikan apresiasi terhadap upaya pemerintah untuk mendorong konsumsi susu ikan sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat. Namun, dia menggarisbawahi perlunya jaminan dari Presiden terpilih, Prabowo Subianto, mengenai ketersediaan ikan yang cukup.

“Apakah Prabowo benar-benar memahami kondisi yang dihadapi para nelayan di pesisir dan pulau-pulau kecil, yang justru kesulitan mendapatkan ikan?” tanyanya saat diwawancarai oleh Kabar Bursa pada Senin, 14 September 2024.

Herawati menjelaskan bahwa di berbagai wilayah pesisir, para nelayan menghadapi tantangan serius.

“Saat ini, kita membutuhkan susu ikan untuk memenuhi kebutuhan protein, tetapi apakah Prabowo menyadari berapa banyak stok ikan yang ada dan tantangan yang dihadapi nelayan,” ujarnya.

Salah satu contoh konkret disampaikan Susan, yakni kondisi di Masalembu, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Di daerah tersebut, ketidaktersediaan listrik menyebabkan banyak ikan yang diperoleh nelayan mati sebelum sempat diolah.

“Saya baru mendapat kabar dari teman-teman nelayan di Masalembu, banyak ikan mereka yang mati karena tidak ada listrik. Ini tentunya semakin mempersulit keadaan,” ungkapnya.

Kondisi ini menyebabkan banyak nelayan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kesulitan untuk mendapatkan ikan yang sehat dan bersih. “Ikan saja sulit didapat karena berbagai masalah di pesisir yang terjadi,” kata Susan.

Dia kemudian membahas anggaran yang diperlukan jika susu ikan jadi pengganti susu sapi dalam program Makan Bergizi Gratis, yang ditujukan untuk menjangkau 70,5 juta orang dari tahun 2025 hingga 2029. “Anggaran yang diperlukan akan mencapai Rp450 triliun,” jelasnya.

Lebih lanjut, Susan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan protein melalui susu ikan, mengingat ikannya sendiri sulit dicari. Salah satu isu yang diangkat adalah masalah infrastruktur “rantai dingin” yang belum terselesaikan.

“Kebijakan yang ada tidak menjawab tantangan ketersediaan ikan, terutama terkait infrastruktur rantai dingin yang masih kurang,” ungkapnya.

Untuk diketahui, yang dimaksud dengan Infrastruktur Rantai Dingin adalah menjaga mutu ikan dengan menerapkan suhu rendah selama proses pengumpulan, pengolahan, hingga sampai ke konsumen.

Kembali lagi ke Susan, dia menekankan bahwa aspek ini tidak pernah menjadi perhatian dalam anggaran belanja negara.

Dia menilai program-program yang ada hanya bersifat sementara dan tidak berkelanjutan, mirip dengan pemadam kebakaran.

Pemerintah juga dinilai belum memastikan bahwa kebutuhan dan distribusi protein dapat dirasakan oleh semua orang, terutama anak-anak di desa pesisir dan pulau-pulau kecil, di mana angka stunting sangat tinggi.

“Pemerintah harus memastikan bahwa distribusi protein ini dapat dirasakan oleh semua, termasuk anak-anak di desa pesisir dan pulau-pulau kecil, di mana angka stunting juga tinggi di daerah itu,” tegasnya.

Hal yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Susan, adalah potensi korupsi yang dapat muncul dari program ini. Dengan anggaran sebesar itu, jika tidak ada mekanisme yang jelas, akan sulit menjamin bahwa program ini benar-benar dapat menjangkau masyarakat yang membutuhkan.

“Kalau programnya bagus, tetapi eksekusinya amburadul, ini hanya akan menghamburkan anggaran negara,” ucapnya.

Mengingat tingginya angka stunting di wilayah pesisir, Susan menegaskan bahwa distribusi protein yang merata harus menjadi prioritas utama. Tanpa pemahaman mendalam mengenai kondisi nyata nelayan dan penduduk di pulau kecil, upaya ini berisiko menjadi wacana besar yang tidak berdampak nyata.

“Kami tantang negara untuk benar-benar serius dalam mekanisme distribusi dan keadilan pangan. Jangan sampai program ini menjadi ladang korupsi baru,” pungkas Susan.

Pemerintah Impor 1,5 Juta Ekor Sapi

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono memberikan penjelasan mengenai negara asal impor sapi perah yang akan mendukung program susu gratis dari Presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Sudaryono menyatakan bahwa negara asal impor sapi tersebut dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan pengimpor. Kementerian Pertanian (Kementan) tidak akan menentukan secara khusus negara asal impor, tetapi menyerahkan keputusan kepada perusahaan terkait.

“Asal impor sapi perah akan disesuaikan dengan preferensi perusahaan. Tentunya, perusahaan akan mempertimbangkan negara yang memiliki iklim serupa dengan Indonesia, seperti Meksiko atau Brasil, agar adaptasi sapi lebih mudah. Tapi kita tidak membatasi, semua bisa disesuaikan,” jelas Sudaryono usai menghadiri peluncuran buku ‘Anti-mainstream Bureaucracy’ di Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.

Lebih lanjut, Sudaryono mengatakan, bahwa Kementan hanya berperan dalam memberikan bantuan teknis, seperti pengurusan birokrasi, perizinan, dan penyediaan lahan untuk perusahaan yang ingin mendatangkan sapi perah ke Indonesia.

Keputusan mengenai asal sapi dan pengelolaannya sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab perusahaan atau pengusaha yang berinvestasi.

Sudaryono juga menyebutkan bahwa hingga saat ini, sudah ada sekitar 46 perusahaan yang menyatakan komitmennya untuk menjadi mitra pemerintah dalam impor sapi perah. Perusahaan-perusahaan tersebut terdiri dari perusahaan lokal dan koperasi, dengan komitmen jumlah impor yang bervariasi. Ada yang berkomitmen mengimpor mulai dari ribuan hingga ratusan ribu ekor sapi.

“Sekitar 46 perusahaan sudah menyatakan komitmen, dengan jumlah yang bervariasi. Ada yang komitmen untuk mengimpor 100.000 ekor, ada yang 50.000, bahkan ada yang hanya 5.000 ekor. Perusahaan lokal maupun koperasi juga ikut serta dalam program ini,” ungkap Sudaryono.

Hingga saat ini, total komitmen impor sapi perah yang telah diajukan mencapai 1,3 juta ekor. Meski begitu, Sudaryono menegaskan bahwa sapi-sapi tersebut belum tiba di Indonesia, melainkan masih dalam tahap komitmen dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Sebagai bagian dari program pemerintahan Prabowo-Gibran, pemerintah melalui Kementerian Pertanian berencana untuk membuka impor sapi perah dalam jumlah besar. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produksi susu domestik demi mendukung program Makan Siang Bergizi Gratis, yang menjadi salah satu program andalan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda, pemerintah menargetkan impor sapi perah mencapai 1 juta ekor dalam lima tahun ke depan.

“Impor sapi perah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan susu domestik. Saat ini, 80 persen kebutuhan susu nasional masih bergantung pada impor,” kata Agung Suganda di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Sabtu, 7 September 2024.

Program distribusi susu gratis merupakan bagian dari program Makan Bergizi Gratis, yang menyasar anak-anak di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga pesantren.

Program ini diharapkan dapat menjangkau sekitar 82 juta anak Indonesia, yang akan membutuhkan sekitar 40 juta liter susu.

Kebutuhan minimal untuk mendukung produksi susu nasional diperkirakan mencapai 2,5 juta ekor sapi perah. Oleh karena itu, pemerintah membuka impor sapi perah untuk mencapai target tersebut, dengan rencana impor sebanyak 1 hingga 1,5 juta ekor sapi.

Jika rencana ini direalisasikan, program makan siang dan susu gratis akan disalurkan langsung kepada siswa pra-sekolah hingga tingkat SMA. Harapannya, program ini akan membantu meningkatkan gizi anak-anak dan memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya dalam hal penyediaan susu bagi masyarakat.

Namun, di tengah upaya tersebut, tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah adalah keterbatasan pasokan susu domestik. Dengan masih bergantungnya Indonesia pada impor susu, program ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan tersebut dengan menambah populasi sapi perah di dalam negeri, yang juga akan membuka peluang bagi peningkatan produksi susu secara berkelanjutan.

Kementan terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan kelancaran impor sapi perah serta dukungan yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam hal birokrasi dan perizinan. Di samping itu, dukungan pemerintah terhadap penyediaan lahan dan fasilitas lainnya juga diharapkan dapat mempercepat proses impor dan meningkatkan produktivitas sektor peternakan nasional.

Dengan adanya komitmen dari sejumlah perusahaan, pemerintah semakin optimis bahwa program Makan Bergizi Gratis ini akan berjalan sesuai rencana. Program ini tidak hanya dirancang untuk membantu masyarakat kurang mampu dalam mendapatkan akses makanan sehat, tetapi juga sebagai salah satu upaya konkret pemerintah dalam mendukung pencapaian target gizi nasional.

Program ini diproyeksikan akan memberikan dampak signifikan pada penurunan angka stunting dan gizi buruk, yang selama ini menjadi salah satu tantangan besar dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat, terutama pada kelompok rentan seperti ibu hamil dan anak-anak. (*)