Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Mengintip Kembali Visi-Misi Prabowo dan Gibran Jelang Pelantikan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 14 October 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Mengintip Kembali Visi-Misi Prabowo dan Gibran Jelang Pelantikan

KABARBURSA.COM - Pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, tinggal menghitung hari. Namun, pantas kiranya jika mengintip kembali visi dan misi pemerintahan ke depan, sebagai pengingat apakah ada keberpihakan terhadap masa depan masyarakat Indonesia.

Visi dan misi Prabowo-Gibran pertama kali disampaikan saat keduanya mendaftarkan diri untuk maju dalam pesta demokrasi, 25 Oktober 2023. Kala itu, bersama dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM), mereka mengusung visi "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045".

Dalam sebuah dokumen, Prabowo-Gibran menjabarkan visi tersebut dalam 8 misi Asta Cita, 17 program prioritas, dan 8 program hasil terbaik cepat. Apa saja 8 misi Asta Cita yang dipaparkan Prabowo-Gibran tersebut?

"Atas dasar-dasar pemikiran di atas, bersama ini kami sampaikan visi, 8 misi (Asta Cita), 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC), 17 Program Prioritas, serta Program Kerja ke hadapan rakyat Indonesia di Pemilihan Umum Presiden tahun 2024," bunyi pengantar dokumen visi misi Prabowo-Gibran, dikutip 3 Januari 2024.

Apa saja 8 misi Asta Cita tersebut?

  1. Memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM)
  2. Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
  3. Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur.
  4. Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
  5. Melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.
  6. Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
  7. Memperkuat reformasi politik, hukun dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
  8. Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan alam dan budaya, serta peningkatan toleransi antar umat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Menurut Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Rahayu Saraswati, kala itu, pihaknya mendorong perlindungan hak asasi manusia seluruh warga negara. Caranya, dengan menghapus praktik diskriminasi dan menindak tegas segala bentuk kekerasan sesuai dengan tata aturan yang berlaku.

"Kami ingin memastikan setiap kebijakan bersifat inklusif, berperspektif gender, serta memprioritaskan upaya pemberdayaan dan perlindungan perempuan serta perlindungan anak," jelas Sara, 12 Desember 2023.

Tantangan Asta Cita

Ekonom senior dari Indef Tauhid Ahmad, menyoroti berbagai tantangan yang akan dihadapi untuk merealisasikan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Tauhid menilai, dari delapan agenda tersebut, empat di antaranya berfokus pada aspek ekonomi dan menjadi acuan untuk transisi dari era pemerintahan Jokowi ke Prabowo Subianto.

“Dari delapan Asta Cita tersebut, empat di antaranya menggambar tentang aspek ekonomi yang menjadi landasan untuk melakukan transisi dari era Jokowi ke Prabowo,” kata Tauhid Ahmad dalam diskusi virual bertema ‘Warisan Hutang Jokowi dan Prospek Pemerintahan Prabowo, Senin, 16 September 2024.

Sebagai informasi, Prabowo-Gibran mengusung delapan misi di masa lima tahun pemerintahannya yang disebut Asta Cita, yang mencakup penguatan ideologi, di antaranya demokrasi, sistem pertahanan negara, swasembada pangan, dan pengembangan ekonomi kreatif.

Selain itu, mereka berjanji untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi, meningkatkan kesempatan kerja, dan menjalankan reformasi di bidang politik, hukum, dan birokrasi.

Terutama pada target pertumbuhan ekonomi yang dinilai terlalu ambisius, yaitu antara 6-7 persen, bahkan kalau bisa mencapai 8 persen. Padahal, Bappenas hanya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,6 persen hingga 6,1 persen.

“Target 6-7 persen pertumbuhan memang ambisius, tapi secara pondasi riilnya sangat berbeda,” ujar Tauhid.

Lanjut dia, di era Jokowi, meski jumlah utang mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan alibu untuk membangun infrastruktur, pada kenyataannya hal itu tidak mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi.

Sekarang, jika melihat Asta Cita Prabowo-Gibran sepertinya terjadi transisi kebijakan yaitu dari fokus pembangunan infrastruktur ke pengembangan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, dan penguatan peran penyandang disabilitas.

Hal itu dapat dilihat dalam APBN 2024. Tampak penurunan drastis pada alokasi anggaran untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, tidak adanya anggaran untuk penjamin infrastruktur sebesar Rp800 triliun per tahun yang dihilangkan.

“Isu-isunya bergeser ke SDM, makan siang gratis, industri pangan. Isu SDM lainnya, pemerataan pembangunan, lapangan kerja, teknologi atau kemandirian bangsa yang filosofinya melalui pengembangan SDM,” jelasnya.

Namun, Menurut Tauhid, target-target tersebut sulit terwujud mengingat keterbatasan sumber dana. Dia mencatat bahwa 14 prioritas RPJMN berpotensi mengalami perubahan, termasuk hilirisasi industri, swasembada pangan, dan pembangunan desa.

Dalam konteks ini, mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada 2025-2029 akan menjadi tantangan besar.

“Dari beragamnya target, tinggal bagaimana cara mewujudkannya, tapi tidak yakin itu semua bisa didanai dengan sumber-sumber peneriman yang maksimal,” imbuhnya.

Di sisi lain, hal yang dia soroti ialah skenario perpajakan hingga 2029 yang juga menunjukkan hambatan. Mengingat target penerimaan pajak yang dipatok oleh Prabowo-Gibran sebesar 23 persen, tampaknya sulit dicapai.

Saat ini, penerimaan pajak Indonesia hanya sekitar 12-13 persen dari hasil pengolahan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), lebih rendah dibandingkan 14,21 persen yang pernah dicapai pada 2014.

Faktor-faktor seperti harga komoditas global, ekonomi digital yang belum direspon sistem perpajakan, serta sektor manufaktur yang lemah berkontribusi terhadap masalah ini.

“Maksimal hanya 11,48 persen dari pajak atau lebih rendah dari 2014 yang pernah capai 14.21 persen,” terang dia.

Tauhid menilai bahwa dengan kondisi saat ini, akan sulit bagi pemerintah untuk mencapai lonjakan signifikan dalam penerimaan pajak dan rasio pajak hingga 2029.

Ia juga menekankan bahwa defisit APBN memiliki dampak besar, ditambah lagi dengan ketergantungan yang masih tinggi terhadap utang, terutama ketika penerimaan pajak diproyeksikan stagnan, dengan perkiraan rasio pajak pada 2024 hanya sekitar 10,2 atau 10,3 persen.

“Sektor manufaktur yang lemah juga menjadi faktor kenapa tax income tak kunjung meningkat,” pungkasnya.(*)