Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kebijakan Ekonomi Prabowo Realistis, Tantangan Ada di Birokrasi

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 13 October 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Kebijakan Ekonomi Prabowo Realistis, Tantangan Ada di Birokrasi

KABARBURSA.COM - Pengamat ekonomi dari Core Indonesia Etikah Karyani Suwondo, menilai bahwa rencana kemandirian ekonomi yang sering diusung oleh Prabowo Subianto mencakup banyak sektor penting. Menurutnya, langkah konkret yang diperlukan untuk mencapai kemandirian ekonomi tidak hanya terbatas pada hilirisasi industri, tetapi juga pengembangan sumber daya manusia (SDM), swasembada pangan, serta penguatan infrastruktur dan reformasi birokrasi.

“Langkah konkret ada banyak, hampir di semua sektor. Pengembangan SDM, industrialisasi, hilirisasi sektoral, swasembada pangan, hingga penguatan infrastruktur sangat penting. Selain itu, reformasi birokrasi dan regulasi juga tak kalah penting agar pelaksanaan kebijakan bisa lebih efektif,” ujar Etika kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Minggu, 13 Oktober 2024.

Prabowo sering menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor, terutama untuk kebutuhan pokok seperti pangan dan energi. Menurut Etikah, gagasan ini merupakan upaya yang solid dan relevan dengan kondisi saat ini, di mana ketahanan ekonomi nasional menjadi kunci untuk menghadapi tantangan global.

Namun, target yang dipatok oleh Prabowo, seperti pertumbuhan ekonomi di atas 6-7 persen per tahun dan bahkan mencapai 10 persen untuk periode tertentu, dianggap Etikah sebagai sesuatu yang ambisius. 

“Target tersebut memang tampak ambisius, tetapi jika didukung oleh kebijakan yang tepat, bukan hal yang mustahil. Kuncinya ada pada implementasi,” jelasnya.

Salah satu kebijakan penting yang disebutkan adalah upaya untuk meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari 10 persen menjadi 16 persen. 

Meskipun angka ini terdengar tinggi, Etikah menilai bahwa angka 15 persen dianggap ideal untuk negara berkembang. Namun, pencapaiannya akan memerlukan reformasi sistem pajak yang komprehensif dan efektif.

Etikah juga menyoroti pentingnya investasi besar-besaran dalam infrastruktur dan industri nasional, terutama untuk mengurangi ketergantungan pada impor barang-barang dasar seperti kendaraan dan bahan makanan. 

“Pelaksanaan kebijakan ini butuh investasi besar dalam infrastruktur dan industri nasional. Selain itu, diperlukan strategi pemasaran yang efektif untuk menggeser pangsa pasar global,” katanya.

Adapun sebagian besar kebijakan yang diusulkan oleh Prabowo dinilai realistis dan relevan dengan kebutuhan Indonesia, terutama dalam hal pengembangan industri, kemandirian energi, dan pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). 

Namun, tantangan seperti kebutuhan investasi yang besar, birokrasi yang rumit, dan reformasi jangka panjang harus diatasi dengan perencanaan yang matang.

“Jika tantangan ini bisa diatasi, kemandirian ekonomi bukanlah sekadar mimpi, tetapi bisa menjadi kenyataan,” tutup Etikah.

Dua Warisan Berat Jokowi 

Ada banyak warisan Presiden Joko Widodo yang diberikan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto, untuk diselesaikan. Dua di antaranya adalah:

1. Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN)

Salah satu warisan besar yang harus ditangani Prabowo adalah kelanjutan pembangunan IKN di Kalimantan Timur. Jokowi menyebut, keputusan terkait pemindahan ibu kota ke IKN harus ditandatangani oleh presiden yang baru.

“Sepatutnya yang meneken Keppres adalah Presiden yang baru, Pak Prabowo,” ujar Jokowi saat menghadiri agenda Nusantara Tentara Nasional Indonesia (TNI) Fun Run 2024 di IKN, Minggu, 6 Oktober 2024.

Jokowi menjelaskan, pembangunan fisik dan ekosistem di IKN harus berjalan seiring, tidak hanya sekadar memindahkan bangunan.

“Memindahkan Ibu Kota itu bukan hanya fisiknya saja, tetapi juga membangun ekosistemnya. Rumah sakit, pendidikan, dan fasilitas publik lainnya harus siap saat dibutuhkan,” katanya.

2. Jatuh Tempo Utang Pemerintah

Tantangan lain yang diwariskan Jokowi adalah utang pemerintah yang cukup besar. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah per 31 Agustus 2024 mencapai Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB. Jumlah ini menurun dibandingkan bulan sebelumnya, namun masih menyisakan utang jatuh tempo sebesar Rp800,3 triliun pada 2025 yang harus dilunasi oleh pemerintahan Prabowo.

Berbagai fraksi di DPR, termasuk PDIP, PKS, dan PKB, telah memperingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengelola utang yang berpotensi membebani APBN di masa mendatang. Adisatrya Suryo Sulisto, perwakilan PDIP, mengingatkan bahwa defisit anggaran sebesar 2,53 persen pada RAPBN 2025 harus ditutup dengan pembiayaan utang yang optimal.

“Pemerintah harus dapat mengantisipasi beban utang jatuh tempo pada tahun 2025,” katanya.

Sementara itu, Dewan Pakar PAN, Dradjad H. Wibowo, yang juga anggota tim ekonomi Prabowo-Gibran, menyebut pemerintahan Prabowo akan menghadapi tantangan besar dalam mengatasi beban utang ini.

“Kalau kita tidak mampu melakukan terobosan di bidang penerimaan negara, utang kita akan membengkak,” ujarnya. Dradjad menyarankan agar pemerintah menggali potensi penerimaan tambahan, seperti melalui pajak yang sudah inkracht dan perbaikan sistem teknologi informasi untuk penarikan PPN.

Kemandirian Ekonomi Tidak Realistis

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), yang juga pengamat ekonomi digital Nailul Huda, sebelumnya menyoroti visi kemandirian ekonomi yang sering disampaikan oleh Prabowo Subianto. Menurutnya, mencapai kemandirian ekonomi 100 persen mungkin tidak realistis, mengingat pentingnya transaksi perdagangan internasional.

Namun, ia menekankan  kemandirian tetap bisa diupayakan melalui kebijakan yang lebih berfokus pada kepentingan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada negara lain.

“Kemandirian penuh memang sulit tercapai karena kita tetap akan berhubungan dengan negara lain. Tapi, kita bisa mendorong kebijakan ekonomi yang berfokus pada penguatan sektor dalam negeri,” ujar Huda kepada  KabarBursa.com di Jakarta, Sabtu, 12 Oktober 2024.

Sebagai contoh, Huda menyebutkan pentingnya kemandirian dalam penyediaan bahan pokok seperti beras, yang selama ini masih sering bergantung pada impor. 

Menurutnya, memprioritaskan produk-produk dalam negeri adalah kunci utama, terutama untuk barang-barang yang sudah dapat diproduksi sendiri.

“Kebijakan substitusi impor harus didorong dengan memaksimalkan penggunaan bahan baku lokal. Ini akan memperkuat fondasi industri domestik,” jelas Huda.(*)