Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

10 Dampak yang bakal Dirasakan Indonesia Akibat Ekspor Pasir Laut

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 13 October 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
10 Dampak yang bakal Dirasakan Indonesia Akibat Ekspor Pasir Laut

KABARBURSA.COM - Anggota DPR RI Riyono mengkritisi dibukannya kembali perizinan ekspor pasir laut oleh pemerintah Indonesia setelah selama 20 tahun dilarang.

Riyono menyebut, setidaknya ada 10 potensi dampak serius yang akan dihadapi Indonesia akibat kebijakan ini.

“Pertama, ekspor pasir laut berpotensi meningkatkan abrasi dan erosi pada pantai. Dampak kedua adalah penurunan kualitas lingkungan di perairan laut dan pesisir pantai. Dan, ketiga, kegiatan ini membuka potensi pencemaran di wilayah pesisir,” kata Riyono dalam pers rilisnya, Minggu, 13 Oktober 2024.

Dampak lainnya, lanjut Riyono, terjadinya penurunan kualitas air laut yang dapat menyebabkan keruhnya perairan Indonesia.

“Kelima, pengerukan pasir dapat merusak wilayah pemijahan ikan dan daerah penampungan. Dampak keenam, proses pengerukan berpotensi menimbulkan turbulensi, yang meningkatkan kadar padatan tersuspensi di dasar perairan laut,” sambungnya.

Berikutnya, pengerukan pasir laut tidak hanya berpengaruh pada ekosistem laut, tetapi juga berpotensi meningkatkan intensitas banjir rob di daerah pesisir yang mengalami penambangan pasir.

Dampak kedelapan, kegiatan ini dapat merusak ekosistem terumbu karang dan fauna yang tinggal di sana.

Selanjutnya, pengerukan pasir laut dapat meningkatkan energi gelombang yang menerjang pesisir, karena perairan dasar yang sebelumnya berisi pasir kini menjadi sangat curam dan dalam. Ini mengakibatkan hempasan energi ombak yang lebih tinggi karena berkurangnya peredaman oleh dasar perairan pantai.

Terakhir, kegiatan ini berpotensi menimbulkan konflik sosial antara masyarakat yang peduli lingkungan, mengingat kegiatan ini riskan dianggap sebagai penambangan di wilayah perairan laut.

“Sepuluh alasan di atas memberikan pemahaman mengapa ekspor pasir laut dilarang selama 20 tahun. Mengapa tiba-tiba sekarang diperbolehkan?” tanya Riyono.

Dia mengingatkan, konflik akibat pengerukan pasir laut telah banyak terjadi. Salah satu contohnya adalah kasus pada 7 Maret 2020 di Lampung Timur, di mana terjadi pembakaran kapal oleh masyarakat yang mengakibatkan konflik antara pengusaha dan penduduk lokal.

“Jika sekarang diperkuat melalui PP (Peraturan Pemerintah), maka potensi konflik akan semakin meluas dan merugikan nelayan kecil,” ujarnya.

Riyono juga menilai bahwa lahirnya PP mengenai pembukaan keran ekspor pasir laut ini diduga ditunggangi oleh kepentingan pengusaha besar. Menurut dia, alasan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tidak sebanding dengan kerusakan yang akan ditimbulkan akibat penambangan pasir laut.

“Jika PP ini dijalankan, maka akan menjadi ancaman nyata bagi hilangnya pulau-pulau kecil dan terluar di NKRI. Jika banyak kerusakan yang ditimbulkan, mengapa PP ini diterbitkan? Presiden (Jokowi) seharusnya membatalkan PP ini,” pungkas Riyono.

Susi Pudjiastuti Tolak Ekspor Pasir Laut

Pembukaan kembali ekspor pasir laut mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Nomor 21 Tahun 2024. Kedua Permendag tersebut merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 yang mengatur tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang diterbitkan pada Mei tahun lalu.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, melalui akun resmi X (Twitter), turut mengomentari keputusan ini. Dia menilai bahwa sedimentasi atau pasir laut, merupakan komponen penting yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki daerah pesisir yang mulai terendam.

“Pasir, sedimen, apa pun sebutannya, sangat penting untuk keberadaan kita. Jika kita ingin mengambil pasir atau sedimen, gunakanlah untuk meninggikan wilayah Pantura Jawa dan lainnya yang sudah parah terkena abrasi dan sebagian sudah tenggelam,” tulis Susi dalam cuitannya, Sabtu, 21 September 2024.

Susi berpendapat bahwa pemerintah seharusnya memanfaatkan hasil pengerukan sedimentasi untuk mengembalikan daratan di sawah-sawah rakyat di wilayah Pantura, ketimbang membuka keran ekspor yang dinilai berbahaya bagi ekosistem laut.

“Kembalikan tanah daratan sawah-sawah rakyat kita di Pantura. BUKAN DIEKSPOR!! Semoga mereka yang mewakili rakyat Indonesia memahami hal ini. Terima kasih,” ucap Susi.

Dalil Pembukaan Ekspor Pasir Laut

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan agar tidak ada kesalahpahaman mengenai kebijakan pembukaan ekspor sedimen laut yang sebelumnya telah dilarang selama 20 tahun.

Menurut Jokowi, yang diperbolehkan untuk diekspor adalah hasil sedimentasi laut, bukan pasir laut yang umum dipahami.

“Itu bukan pasir laut. Yang dibuka adalah sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal,” kata Jokowi di Menara Danareksa, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 17 September 2024.

Jokowi menjelaskan bahwa sedimen dan pasir laut adalah dua hal yang berbeda. Dia mengakui bahwa sedimen bisa memiliki wujud yang mirip pasir, tetapi tidak serta-merta bisa disebut sebagai pasir laut.

“Sekali lagi, ini bukan pasir. Jika diterjemahkan, sedimen itu berbeda, meskipun wujudnya juga pasir. Coba dibaca di situ, sedimen,” jelas Jokowi. (*)