Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kepergok Maling Pasir, Operasional Dua Kapal Bendera Singapura Dihentikan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 12 October 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Kepergok Maling Pasir, Operasional Dua Kapal Bendera Singapura Dihentikan

KABARBURSA.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penghentian operasional dua kapal keruk (dradger) MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura yang diduga melakukan pengerukan dan hasil kerukan (dumping) tanpa izin dan dokumen lengkap di Perairan Batam, Kepulauan Riau pada Rabu, 9 Oktober 2024 lalu.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono alias Ipunk menegaskan, para pelaku pemanfaatan pasir laut tidak mengantongi izin yang sah. Padahal, kata dia, tertib administrasi juga diperlukan agar masyarakat juga berkesempatan merasakan sumber daya kelautan dan perikanan.

Ipunk menuturkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi di Laut merupakan salah satu landasan hukum dalam Pengendalian Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut.

“Untuk itu negara hadir menertibkan, sebagai komitmen untuk mewujudkan ekologi sebagai panglima agar pengelolaan sumber daya kelautan ini bisa lestari dan sesuai peraturan. Kalau laut ini dikelola dengan baik, pemerintah bisa memastikan semuanya sesuai dengan peraturan yang ada, namun jika tidak sesuai, maka kami akan tertibkan,” kata Ipunk dalam keterangan tertulisnya, dikutip 12 Oktober 2024.

Ipunk menuturkan, saat dilakukan pemeriksaan, MV YC 6 berukuran 8012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8559 GT terindikasi melakukan penambangan pasir laut di wilayah Indonesia tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan. Dia menyebut, temuan tersebut menjadi dugaan kapal asing mencuri pasir laut di kawasan laut Indonesia.

“Menurut pengakuan Nahkoda, mereka sering sekali masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan dalam satu bulan bisa mencapai 10 kali masuk ke sini (Indonesia), tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Bahkan tidak punya dokumen kapal, yang ada hanya ijazah nakhoda dan akta kelahiran,” ujarnya.

Adapun kapal penghisap pasir yang membawa 10 ribu meter kubik pasir itu terdapat 16 orang Anak Buah Kapal (ABK) 2 orang WNI 1 orang warga Malaysia dan 13 warga negara RRT 13. 

“Mereka menghisap pasir selama 9 jam mendapat 10 ribu (meter kubik) yang dilakukan selama 3 hari dalam satu kali perjalanan. Kapal ini dalam satu bulan bisa 10 kali masuk ke sini. Artinya dalam satu bulan kapal ini mampu mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia,” katanya.

Ipunk juga menegaskan, PSDKP akan terus mengawasi dan menertibkan kapal-kapal dredger ilegal yang beroperasi di perairan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Angka 12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang menyatakan  bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari Perairan Pesisir wajib memiliki KKPRL dari Pemerintah Pusat.

“Disini KKP hadir melakukan penertiban. Harapan kami dapat tetap tertib. Dengan pola pemerintah turun langsung untuk memastikan bahwa aturan yang ada bisa dilaksanakan oleh pelaku usaha dan teman-teman pemerintah daerah,” katanya. 

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Viktor Gustaaf Manoppo menyebut, sampai saat ini, dalam PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi belum ada satupun izin yang dikeluarkan pemerintah.

“Secara regulasi, KKP belum mengeluarkan satu lembar izin kepada siapapun. Terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi,” katanya.

Adapun estimasi total potensi kerugian negara bila dihitung dari kegiatan tersebut, kata Viktor, mencapai ratusan miliar per tahun. “Dalam satu tahun, 100.000 meter kubik dikali 12 bulan apabila dibawa pasir tersebut diekspor keluar, totalnya dapat mencapai ratusan miliar per tahun kerugian negara, Ini baru sumber daya kelautan (pasir laut) belum lagi perizinan yang lainnya mungkin bisa lebih dari itu,” tutupnya.

Modeling Pengelolaan Sedimentasi Laut

Diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, meresmikan Model Pengembangan Kawasan Berbasis Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Perairan Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah pada Jumat, 11 Oktober 2024.

Adapun peresmian kawasan Morodemak itu merupakan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Trenggono menyebut, PP tersebut menjadi kebijakan pengelolaan sedimentasi laut untuk tidak menurunkan daya dukung ekosistem pesisir.

"Peraturan Pemerintah ini adalah rule-based untuk mengelola hasil sedimentasi di laut agar tidak menurunkan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, sekaligus memberi dampak positif dari aspek ekologi serta manfaat ekonomi," kata Trenggono dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 12 Oktober 2024. 

Dalam pelaksanaan pengelolaan sedimentasi, Trenggono menyebut, KKP telah menyusun lokasi prioritas dan mendetailkannya pada dokumen perencanaan. Menurutnya, sedimentasi yang menurunkan daya dukung ekosistem pesisir harus segera diatasi agar tidak merusak fungsi ekosistem.

"Pada pilot project ini KKP mengembangkan kawasan dengan konsep rehabilitasi, penanaman mangrove, penataan kawasan, dan pengembangan silvofisheries, edu-mangrove, serta kuliner berbasis tangkapan lokal," jelasnya.

Trenggono menekankan, sedimentasi yang terjadi di perairan Morodemak telah mengganggu aktivitas nelayan sekitar, terutama di Muara Sungai Tuntang Lama. Dia menyebut, kondisi eksisting yang mencakup gosong pasir sepanjang 800 meter, alur kapal yang terganggu, serta rob dan land subsidence menjadi alasan utama pemilihan lokasi ini.

"Kegiatan ini memberikan manfaat besar bagi nelayan yang selama ini terkendala sedimentasi dan rob. Dari sisi ekonomi, pengembangan kawasan ini nantinya diharapkan dapat memulihkan ekonomi melalui sektor wisata dan kuliner terpadu," ungkapnya.

Tak hanya itu, Trenggono mengungkap, sisi sosial masyarakat rehabilitasi kawasan Morodemak menjadi sesuatu hal yang sangat ditunggu oleh masyarakat mengingat  saat ini nelayan memerlukan waktu dan BBM yang cukup banyak dengan adanya pendangkalan, serta banjir dan rob yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Kondisi ini mengakibatkan tambak tidak produktif bahkan tidak dapat digunakan serta terbengkalai karena rob. 

Sementara pada aspek lingkungan, Trenggono menyebut, pengelolaan sedimentasi ini merupakan salah satu langkah mitigasi terhadap kawasan pesisir yang berpotensi dan pernah mengalami bencana gelombang pasang, abrasi, rob dan land subsidence. (*)