KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo atau Jokowi blak-blakan mengenai rencana pemerintah untuk menambah kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia. Pada 2018 lalu, Indonesia berhasil meningkatkan porsi sahamnya di perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat tersebut, setelah beroperasi sejak 1972. Saat ini, lewat BUMN MIND ID, Indonesia menguasai 51 persen saham Freeport.
Namun, pemerintah masih berambisi untuk menambah porsi sebesar 10 persen lagi. Meski begitu, menurut Jokowi, negosiasi antara MIND ID dan pihak Freeport masih berjalan alot dan belum mencapai kesepakatan.
"Sekali lagi, nanti akan tambah nggak tahu berapa persen. Ini masih negonya alot banget," ujar Jokowi dalam forum Kompas 100 CEO yang berlangsung di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Jumat, 11 Oktober 2024.
Penambahan saham ini direncanakan sejalan dengan perpanjangan kontrak Freeport selama 20 tahun dari yang semula berakhir pada 2041 menjadi 2061. Jokowi juga menegaskan bahwa saat ini Freeport bukan lagi perusahaan milik Amerika Serikat, tetapi sudah menjadi milik Indonesia setelah pengambilalihan mayoritas saham pada 2018.
"Freeport itu kepemilikannya bukan perusahaan Amerika lagi, tapi milik MIND ID. Timnya kemarin ada 4, ada 3 menteri 1 wamen, salah satunya Pak Budi Gunadingnya gampang? Timnya kemarin ada 4, ada 3 menteri 1 wamen, salah satunya Pak Budi Gunadi Sadiki," kata Jokowi.
Negosiasi meningkatkan kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia menjadi bagian dari upaya pemerintah merebut kembali kontrol atas sumber daya alam yang strategis. Pemerintah tidak hanya fokus pada Freeport, tetapi juga berkomitmen serupa terhadap aset-aset nasional lainnya seperti Blok Rokan dan Newmont. Langkah ini diklaim bagian dari visi Jokowi untuk memastikan kekayaan alam Indonesia dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan bangsa.
Dalam sidang tahunan MPR-DPR pada 16 Agustus 2024, Jokowi menegaskan pencapaian pemerintahannya dalam mengembalikan aset-aset yang selama ini dikelola asing demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Aset-aset tersebut termasuk Freeport, Blok Rokan, dan Newmont, yang kini telah kembali ke pangkuan negara.
“Kami telah berhasil mengembalikan aset-aset kita yang selama puluhan tahun dikelola oleh pihak asing dan memberikan manfaat besar bagi mereka. Alhamdulillah, kini semuanya telah kita ambil alih kembali,” ujar Jokowi saat menghadiri sidang tahunan MPR-DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, 16 Agustus 2024.
Sebagai Presiden ke-7 RI, Jokowi menegaskan bahwa kekayaan alam yang dimiliki Indonesia merupakan anugerah yang harus dikelola secara optimal untuk kepentingan rakyat, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jokowi juga mengemukakan keberhasilan dalam hilirisasi sektor mineral melalui pembangunan smelter dan industri pengolahan untuk nikel, bauksit, dan tembaga. Upaya ini telah menciptakan lebih dari 200.000 lapangan kerja dan menyumbang pendapatan negara sebesar Rp158 triliun dalam delapan tahun terakhir.
Selain itu, Jokowi mengingatkan tentang pentingnya mempersiapkan diri menghadapi masa depan ekonomi hijau. Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor energi hijau, dengan sumber daya yang meliputi lebih dari 3.600 GW dari energi air, angin, matahari, panas bumi, gelombang laut, dan bioenergi.
“Kita konsisten berpartisipasi dalam upaya dunia melakukan transisi energi secara hati-hati dan bertahap. Transisi energi yang kita impikan adalah transisi yang terencana dan berkelanjutan,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, menyampaikan bahwa pembangunan nasional di masa mendatang akan dihadapkan pada sejumlah agenda strategis yang sangat penting. Menurutnya, salah satu elemen kunci dalam pembangunan tersebut adalah Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Puan menekankan bahwa kesiapan dan penguatan SDM ini harus menjadi prioritas utama, terutama dalam menghadapi tantangan-tantangan yang datang dari berbagai perubahan global.
“Kita perlu mempersiapkan dan memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang siap menghadapi perkembangan zaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, persaingan global, ekonomi digital, ekonomi disruptif, serta generasi muda yang terus tumbuh dengan karakteristiknya,” jelas Puan.
Puan juga menilai bahwa SDM Indonesia sudah menunjukkan ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Menurutnya, hal ini menjadi modal berharga untuk mendorong kemajuan Indonesia ke depan. Namun, dia menekankan bahwa ketangguhan saja tidak cukup; diperlukan juga peningkatan kualitas dan kompetensi SDM yang berkesinambungan agar mampu bersaing di tingkat global.
Selain menyoroti aspek SDM, Puan juga menekankan pentingnya memperkuat pilar-pilar perekonomian nasional. Dia menegaskan bahwa perekonomian yang kuat tidak hanya bergantung pada sektor-sektor tradisional, tetapi juga memerlukan diversifikasi yang lebih luas. Hilirisasi, menurutnya, harus menjadi fokus yang lebih besar, tidak hanya pada sektor mineral, tetapi juga mencakup sektor pertanian, perikanan, perkebunan, dan sektor-sektor lain yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
“Kita harus memiliki pilar perekonomian nasional yang semakin kuat. Hilirisasi harus meluas tidak hanya pada sektor mineral, tetapi juga pada sektor pertanian, perikanan, perkebunan, dan lainnya, sehingga perekonomian nasional semakin berkualitas dan inklusif,” katanya.
Puan menekankan hilirisasi ini akan membuka peluang baru bagi pengembangan industri dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan nilai tambah produk-produk lokal. Dia percaya bahwa dengan strategi hilirisasi yang tepat, Indonesia akan mampu meningkatkan daya saing globalnya serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Di sisi lain, Puan juga mengingatkan bahwa Indonesia harus siap menghadapi perubahan-perubahan dalam lanskap ekonomi global, termasuk perubahan dalam pola perdagangan internasional, regulasi baru yang terkait dengan isu-isu lingkungan, serta tekanan untuk mengadopsi teknologi baru. Menurutnya, semua ini menuntut Indonesia untuk memiliki perekonomian yang tangguh, adaptif, dan responsif terhadap dinamika global.
“Ke depan, tantangan-tantangan ini harus dihadapi dengan strategi yang tepat dan kebijakan yang berpihak pada pembangunan berkelanjutan. Kita harus terus memperkuat fondasi ekonomi kita, dengan memanfaatkan segala potensi yang ada, termasuk dengan memperluas hilirisasi dan meningkatkan kualitas SDM kita,” kata Puan.(*)