Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

PR Besar Prabowo dalam Mewujudkan Swasembada Beras

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 11 October 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
PR Besar Prabowo dalam Mewujudkan Swasembada Beras

KABARBURSA.COM - Pemerintahan Prabowo Subianto memiliki pekerjaan rumah (PR) besar terkait penurunan luas baku sawah yang terjadi setiap tahun. Saat ini, luas baku sawah diperkirakan mencapai 7,4 juta hektare. Hal ini terkait dengan pencapaian swasembada beras.

“Luas baku sawah kita sekitar 7,4 juta hektare, dan terus berkurang setiap tahunnya. Penyebabnya adalah alih fungsi lahan, seperti untuk pembangunan pabrik dan perumahan, sementara jumlah penduduk kita terus meningkat,” kata Wakil Menteri Pertanian Sudaryono dalam sebuah acara di Bidakara Hotel, Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.

Menurut dia, untuk menjaga keberlanjutan produksi beras dan mencukupi kebutuhan masyarakat, pemerintah memiliki dua opsi utama, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi lahan.

Sudaryono menekankan bahwa kedua pendekatan ini perlu dilaksanakan secara bersamaan untuk mencapai swasembada beras.

Sudaryono menjelaskan bahwa intensifikasi adalah upaya untuk memaksimalkan hasil produksi dari lahan yang ada. Dalam hal ini, satu hektare lahan sawah diusahakan agar menghasilkan lebih banyak produksi beras.

Langkah-langkah intensifikasi yang dilakukan meliputi pemupukan yang tepat, peningkatan pompanisasi, serta perbaikan sistem irigasi.

“Dengan intensifikasi, kita bisa meningkatkan hasil panen dari lahan yang ada. Misalnya, dari yang sebelumnya hanya panen sekali setahun, bagaimana caranya agar bisa panen dua atau tiga kali setahun. Ini sudah kita lakukan dengan berbagai upaya seperti pemupukan, pompanisasi, dan peningkatan irigasi,” jelas Sudaryono.

Meski intensifikasi mampu memberikan peningkatan produksi jangka pendek, menurut Sudaryono, langkah tersebut tidak cukup untuk jangka panjang. Dalam beberapa dekade ke depan, ekstensifikasi atau pembukaan lahan baru untuk sawah menjadi penting. Namun, ia menegaskan bahwa cetak sawah tidak harus dilakukan dengan merusak hutan atau lingkungan.

“Ekstensifikasi bisa dilakukan tanpa harus merusak hutan. Banyak lahan yang bisa dimanfaatkan, seperti lahan milik masyarakat yang selama ini dibiarkan karena tidak ada akses irigasi atau air. Dengan menyediakan fasilitas tersebut, lahan-lahan yang belum produktif bisa diubah menjadi sawah,” kata Sudaryono.

Sebagai contoh, ia menyebutkan potensi di Kalimantan Tengah, di mana terdapat saluran irigasi namun sisi-sisinya belum dimanfaatkan untuk sawah. Lahan yang belum diolah ini mencapai sekitar 500.000 hektare. Selain itu, ekstensifikasi juga bisa dilakukan di lahan rawa, seperti di Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan.

“Di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, ada banyak lahan rawa yang bisa kita manfaatkan. Lahan rawa ini terendam air, namun jika kita mengatur drainase dan mengeringkan lahan tersebut, kita bisa menanam padi di sana. Itulah yang disebut dengan cetak sawah,” ujarnya.

Kajian Lingkungan dalam Ekstensifikasi

Sudaryono juga menyoroti pentingnya kajian lingkungan dalam proses cetak sawah, mengingat isu-isu terkait perusakan lingkungan seringkali dikaitkan dengan kegiatan pertanian baru. Menurutnya, setiap langkah ekstensifikasi harus dilakukan dengan memperhatikan dampak lingkungan, sehingga tidak ada kesan bahwa pemerintah hanya mengejar cetak sawah tanpa peduli pada kerusakan alam.

“Jangan sampai ada kesalahpahaman bahwa pemerintah seperti penjahat lingkungan yang hanya merambah hutan tanpa pertimbangan. Semua pasti ada kajiannya. Ini yang harus digarisbawahi,” tegas Sudaryono.

Ke depannya, tantangan utama pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto adalah memastikan bahwa upaya swasembada beras dapat dicapai melalui kombinasi langkah intensifikasi dan ekstensifikasi yang tepat.

Selain itu, perhatian juga harus diberikan pada peningkatan teknologi pertanian, pelatihan petani, serta kebijakan yang mendukung keberlanjutan lahan pertanian di Indonesia.

Dalam beberapa dekade terakhir, tantangan yang dihadapi sektor pertanian Indonesia semakin kompleks. Selain menurunnya luas baku sawah akibat alih fungsi lahan, perubahan iklim juga memberikan dampak signifikan terhadap pola tanam dan hasil produksi. Pemerintah diharapkan mampu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah ini, termasuk mendorong inovasi pertanian dan peningkatan infrastruktur penunjang, seperti irigasi dan fasilitas pemupukan.

Selain itu, kerja sama antara Pemerintah Pusat, daerah, dan masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Dukungan kebijakan yang berpihak pada petani, serta upaya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, akan menjadi kunci penting dalam keberhasilan mencapai swasembada beras di masa depan.

Dengan demikian, tantangan untuk pemerintahan Prabowo Subianto tidak hanya sebatas meningkatkan produksi beras, tetapi juga menjaga keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan pelestarian lahan pertanian.

Pemerintah harus cermat dalam mengambil kebijakan yang tidak hanya fokus pada jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan pangan dan kelestarian lingkungan dalam jangka panjang. (*)