Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Terapresiasi 0,64 Persen, Mata Uang Emerging Asia Terdongkrak

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 11 October 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Rupiah Terapresiasi 0,64 Persen, Mata Uang Emerging Asia Terdongkrak

KABARBURSA.COM - Rupiah berhasil terapresiasi sebesar 0,64 persen di akhir pekan, Jumat, 11 Oktober 2024. Begitu pula dengan mata uang emerging Asia yang ikut terdongkrak, menguat terhadap dolar Amerika Serikat.

Kurs rupiah diprediksi ditutup menguat terhadap dolar AS, didorong oleh data inflasi Amerika Serikat yang menunjukkan kecenderungan melandai mendekati target 2 persen hingga September 2024. Rupiah ditutup di level Rp15.577 per dolar AS, menguat 100 poin atau 0,64 persen dibandingkan penutupan sebelumnya yang berada di level Rp15.677 per dolar AS.

Penguatan rupiah juga sejalan dengan pergerakan positif mata uang emerging Asia lainnya, yang mengalami penguatan karena dolar AS yang melemah. Saham di kawasan Asia, meskipun bervariasi, menunjukkan reaksi positif terhadap data ketenagakerjaan AS yang sedikit melemah. Data ini memicu spekulasi bahwa Federal Reserve AS akan memangkas suku bunga dalam skala yang lebih kecil.

Di antara mata uang emerging Asia, won Korea Selatan mencatatkan kenaikan sekitar 0,5 persen. Hal ini terjadi setelah Bank of Korea memulai siklus pelonggaran kebijakan dengan pemangkasan 25 basis poin. Langkah tersebut sejalan dengan kebijakan moneter yang diambil oleh Indonesia dan Filipina.

Sementara itu, rupiah, peso Filipina, baht Thailand, dan ringgit Malaysia juga diperdagangkan dengan peningkatan antara datar hingga 0,4 persen lebih tinggi.

Namun, meski ada penguatan, dolar AS bersiap mencatatkan kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Laporan ketenagakerjaan yang lebih solid telah memperkuat spekulasi mengenai penurunan suku bunga yang lebih kecil oleh Federal Reserve, yang memicu arus keluar modal dari aset yang lebih berisiko di kawasan Asia.

Rupiah merosot lebih dari 1 persen pada minggu ini, mendekati level terendah dalam dua bulan. Analis Citi memperkirakan bahwa arus keluar dari Indonesia dan Thailand masing-masing mencapai USD329 juta dan USD221 juta, sementara India mengalami aksi jual asing sekitar USD5,2 miliar.

Investor kini sedang menilai kembali lintasan penurunan suku bunga di Asia menjelang rilis serangkaian data pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi. Rapat bank sentral yang akan datang juga akan menjadi faktor penting dalam menentukan arah kebijakan moneter di kawasan ini.

Analis memprediksi Filipina akan melanjutkan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin, sementara negara lain seperti Thailand, Indonesia, dan Singapura mungkin akan tetap mempertahankan suku bunga saat ini.

Meskipun ada tantangan di pasar global, penguatan rupiah dan mata uang emerging Asia menunjukkan sinyal positif bagi stabilitas ekonomi di kawasan ini. Investor akan terus memantau perkembangan kebijakan moneter dan data ekonomi yang akan datang untuk menentukan langkah investasi mereka ke depan.

Sempat Terperosok Dalam

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada penutupan perdagangan hari ini, Kamis, 10 Oktober 2024. Hal ini menunjukkan reaksi pasar yang berhati-hati terhadap perkembangan ekonomi global dan kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh bank sentral AS.

Berdasarkan data dari Bloomberg, hingga pukul 15.00 WIB, kurs rupiah ditutup di level Rp15.677 per USD, mengalami penurunan yang signifikan setelah pelaku pasar memperhatikan sentimen data inflasi AS pada bulan September 2024. Data inflasi ini memberikan sinyal yang memengaruhi keputusan kebijakan suku bunga yang diambil oleh Federal Reserve (The Fed), sehingga memicu kehati-hatian di kalangan investor.

Rupiah melemah sebesar 48 poin atau setara dengan 0,31 persen dibandingkan dengan penutupan pada Rabu, 9 Oktober 2024, yang tercatat di level Rp15.629 per dolar AS. Penurunan nilai tukar ini mencerminkan ketidakpastian di pasar, di mana investor cenderung menjauh dari aset berisiko, terutama dalam konteks tekanan inflasi yang berlangsung di AS.

Lebih lanjut, Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, mengalami penolakan terhadap keputusan yang diusulkan untuk menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan September lalu. Penolakan ini diungkapkan dalam risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang berlangsung pada tanggal 17-18 September, yang dirilis pada malam sebelumnya. Dalam risalah tersebut, terungkap bahwa beberapa pejabat FOMC lebih memilih penurunan suku bunga yang lebih moderat, yaitu sebesar seperempat poin atau 25 basis poin.

“Beberapa peserta mengamati bahwa mereka lebih memilih pengurangan kisaran target sebesar 25 basis poin pada pertemuan ini, dan beberapa peserta lainnya mengindikasikan bahwa mereka dapat mendukung keputusan tersebut,” kutipan risalah rapat FOMC menyatakan. Keputusan ini menunjukkan adanya perbedaan pendapat di kalangan anggota FOMC mengenai langkah yang tepat untuk merespons dinamika ekonomi saat ini.

Tekanan terhadap nilai tukar rupiah juga muncul di tengah perlambatan ekonomi di China, yang merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia. Meskipun pemerintah China telah mengambil langkah-langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai stimulus, hasil dari upaya tersebut tidak memenuhi ekspektasi pasar.

Pada hari yang sama, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia juga mengalami penurunan, tercatat menjadi Rp15.658 per dolar AS, turun dari sebelumnya yang berada di level Rp15.607 per dolar AS.