Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Beban Fiskal Berat, Mampukah Prabowo Atasi Tantangan Pajak?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 11 October 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Beban Fiskal Berat, Mampukah Prabowo Atasi Tantangan Pajak?

KABARBURSA.COM - Kepemimpinan Prabowo Subianto dalam menangani isu-isu strategis nasional, terutama di bidang ekonomi, diprediksi akan penuh tantangan. Meskipun Prabowo dinilai memiliki pemahaman ekonomi yang kuat dan pengalaman di berbagai sektor, Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menilai bahwa jalannya tidak akan mulus, terutama mengingat besarnya koalisi politik yang mendukungnya.

Adapun salah satu tantangan utama yang akan dihadapi Prabowo adalah kompleksitas dalam pengambilan keputusan strategis.

"Koalisi gemuk yang mendukung Prabowo bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memiliki dukungan politik yang kuat, namun di sisi lain, banyaknya kepentingan partai politik dalam koalisi bisa memperlambat reformasi ekonomi yang mendesak," ungkap Askar kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2024.

Ia menambahkan, berbagai kepentingan dalam koalisi ini akan mempersulit pengambilan kebijakan yang tegas dan independen. 

"Ada potensi kompromi politik yang mungkin menghambat keputusan yang diperlukan untuk mempercepat perbaikan ekonomi," jelasnya.

Beban Fiskal dan Tantangan Pajak

Selain tantangan politik, Prabowo juga dihadapkan pada warisan ekonomi yang tidak ringan dari pemerintahan sebelumnya. Defisit anggaran yang cukup besar, tantangan dalam meningkatkan penerimaan pajak, serta tingginya kebutuhan belanja negara akan menjadi beban yang harus segera ditangani.

"Defisit anggaran yang besar ini akan menjadi beban bagi pemerintahan Prabowo. Selain itu, kemampuan untuk meningkatkan penerimaan pajak juga akan diuji, terutama di tengah kebutuhan belanja negara yang terus meningkat," kata Askar.

Ia menjelaskan, kinerja ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir juga dipengaruhi oleh tantangan global dan domestik yang memperlambat pertumbuhan ekonomi. 

"Prabowo harus bisa menavigasi tantangan ini dengan kebijakan yang inovatif dan tepat sasaran," tambahnya.

Reformasi Pajak dan Keputusan Sulit

Keberhasilan Prabowo dalam menangani tantangan ekonomi akan sangat bergantung pada seberapa berani ia bersikap independen dari tekanan politik dan mengambil keputusan yang tidak populer. Askar menilai, salah satu solusi potensial adalah reformasi pajak yang lebih progresif, seperti pajak karbon atau pajak kekayaan.

"Penerapan pajak progresif, seperti pajak karbon atau pajak kekayaan, bisa menjadi langkah yang berani namun penuh risiko. Kebijakan semacam ini dapat meningkatkan penerimaan negara, tetapi di sisi lain juga bisa memicu resistensi politik dan ekonomi dari berbagai pihak," jelasnya.

Ia menegaskan, jika Prabowo terlalu terjebak dalam kompromi politik, reformasi yang sangat dibutuhkan bisa tertunda dan tantangan ekonomi yang ada bisa semakin sulit diatasi. 

"Keputusan yang tidak populer kadang diperlukan dan di sinilah kepemimpinan Prabowo akan diuji. Apakah ia mampu mengambil langkah-langkah yang berani atau justru terhambat oleh dinamika politik," pungkasnya.

Sistem Inti Admnistrasi Perpajakan

Direktur Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Muchamad Arifin, mengatakan Core Tax Administration System (CTAS) atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) dijadwalkan untuk diluncurkan pada akhir Desember 2024.

Rencana ini merupakan hasil diskusi antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan presiden. Namun, Arifin tidak menjelaskan apakah yang dimaksud adalah Presiden Jokowi atau presiden terpilih Prabowo Subianto.

Meski begitu, Arifin mengaku belum ada tanggal resmi untuk peluncuran atau soft launching core tax. 

“Dari laporan pertemuan Ibu SMI (Sri Mulyani Indrawati) dengan presiden, diharapkan peluncurannya sekitar Desember 2024, sehingga awal 2025 sudah bisa di-roll out,” ujar dia.

Direktorat Jenderal Pajak sebelumnya sudah memperkenalkan media edukasi berupa simulator core tax di situs pajak.go.id pada 23 September 2024. Simulator ini bersifat interaktif, memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mengenal berbagai fitur dalam aplikasi core tax tersebut.

Arifin juga menekankan bahwa penerapan sistem core tax ini akan berdampak positif pada penerimaan negara. Berdasarkan kajian Bank Dunia, implementasi sistem baru ini berpotensi meningkatkan rasio pajak (tax to GDP ratio) hingga 1,5 persen.

Pada 2023, rasio pajak Indonesia tercatat sebesar 10,2 persen, sedikit menurun dibandingkan 2022 yang mencapai 10,39 persen. Pemerintah menargetkan rasio pajak tetap berada di angka 10,2 persen pada tahun ini.

Dengan adanya sistem core tax, rasio pajak diperkirakan bisa naik menjadi 11,7 persen, mendekati 12 persen. Namun, Arifin mengingatkan bahwa peningkatan ini tidak akan terjadi seketika. Menurutnya, butuh waktu setidaknya lima tahun untuk meningkatkan rasio pajak sebesar 1,5 persen.

Kesimpulannya, kepemimpinan Prabowo Subianto di bidang ekonomi diprediksi akan menghadapi tantangan signifikan, terutama karena kompleksitas koalisi politik yang mendukungnya. Meskipun dukungan politik kuat, potensi konflik kepentingan dari berbagai partai politik dapat memperlambat reformasi ekonomi yang mendesak.

Beban fiskal besar, seperti defisit anggaran dan kebutuhan penerimaan pajak yang meningkat, akan menjadi tantangan utama. Selain itu, reformasi pajak progresif, seperti pajak karbon atau pajak kekayaan, bisa menjadi solusi namun juga menimbulkan risiko resistensi politik.

Keberhasilan Prabowo akan sangat tergantung pada kemampuannya mengambil keputusan sulit dan tegas, terutama dalam menghadapi tekanan politik. Selain itu, implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Core Tax Administration System) yang dijadwalkan akhir 2024, diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak dan memperbaiki rasio pajak dalam jangka panjang. Namun, dampak positif dari sistem ini diperkirakan baru akan terlihat secara penuh dalam lima tahun mendatang.(*)