KABARBURSA.COM - Rencana pemberian tunjangan perumahan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2024-2029 menuai kritik. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kebijakan ini tidak hanya menguras anggaran tetapi juga menunjukkan ketidakpekaan terhadap kondisi ekonomi rakyat yang saat ini masih sulit.
"Ya, memang jadi boros banget kalau tunjangan perumahan ini jadi dieksekusi," ujar peneliti Formappi Lucius Karus kepada Kabarbursa.com, Kamis, 10 Oktober 2024.
Menurutnya, jumlah anggaran besar untuk tunjangan ini sangat tidak pantas dihabiskan oleh wakil rakyat. Padahal, masih banyak warga yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar.
"Sayang saja, duit sebanyak itu dihabiskan oleh wakil rakyat ketika rakyat yang diwakili sebagian besar masih susah secara ekonomis," tambahnya.
Ia menegaskan, kebijakan tunjangan perumahan ini menunjukkan pengabaian terhadap kondisi mayoritas rakyat yang kesulitan sehingga tampak lebih mementingkan kenyamanan pribadi para anggota dewan. Lucius juga menyoroti narasi yang dibangun DPR melalui Sekretariat Jenderal, yang menyebut kerusakan rumah dinas sebagai alasan pemberian tunjangan.
"Padahal kerusakan-kerusakan yang dinarasikan DPR melalui sekjen itu hanya kerusakan yang bisa ditangani dengan biaya perawatan," jelasnya.
Dengan demikian, alasan tersebut dinilai tidak tepat dan hanya digunakan untuk menutupi keinginan DPR agar tetap hidup mewah.
Masalah utama, menurutnya, bukan terletak pada kondisi rumah dinas, tetapi pada gaya hidup mewah para anggota DPR yang ingin mendapatkan uang lebih dari tunjangan perumahan. "Selera anggota DPR yang ingin hidup mewah, ingin punya uang banyak di rekening dari tunjangan perumahan dan tunjangan lain yang secara sengaja pula dicairkan secara lumsum sehingga tak perlu bertanggung jawab," tegasnya.
Lanjutnya Lucius menyebut, permintaan tunjangan ini diajukan pada awal masa jabatan DPR periode 2024-2029. Para anggota dewan baru dinilai belum memberikan kontribusi apa pun bagi rakyat, namun sudah mengajukan permintaan tunjangan yang besar.
"Masa belum bikin apa-apa sudah minta banyak? Ini mental DPR yang sedari dulu bikin rakyat tak bersimpati," tandasnya.
Pengajuan tunjangan ini dinilai semakin memperburuk citra DPR di mata masyarakat. Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, mereka justru dianggap lebih mementingkan kepentingan pribadi. Hal ini jelas merusak citra dan kehormatan DPR sebagai lembaga representasi rakyat.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya, mengatakan anggota DPR periode 2024-2029 tidak akan mendapat fasilitas rumah jabatan. Sebagai gantinya, mereka akan menerima tunjangan perumahan selama masa jabatan.
Dasco menuturkan, hingga saat ini belum ada kepastian mengenai penyediaan rumah dinas, termasuk untuk para pimpinan DPR. “Sampai sekarang saya belum menerima kabar soal rumah dinas pimpinan,” kata Dasco.
Ia mengonfirmasi dirinya telah mengembalikan rumah dinas pimpinan beserta fasilitasnya kepada Sekretariat Jenderal DPR RI dan kini tinggal di rumah pribadi. “Saya sudah mengembalikan dan sekarang tinggal di rumah sendiri,” katanya.
Mengenai tunjangan perumahan bagi anggota, Dasco menyebut hal itu akan segera dibahas dalam waktu dekat. “Mungkin tunjangan dan hal lain baru akan dibahas minggu depan,” ujarnya. Dasco menambahkan, rapat baru akan digelar setelah agenda pemilihan pimpinan DPR dan MPR selesai.
Sekretariat Jenderal DPR RI sebelumnya telah menerbitkan surat yang memastikan anggota DPR RI periode 2024-2029 tidak akan menerima rumah jabatan, melainkan tunjangan perumahan. Keputusan ini tertuang dalam surat Nomor B/733/RT.01/09/2024 yang diterbitkan pada 25 September 2024.
“Anggota DPR RI periode 2024-2029 akan diberikan tunjangan perumahan dan tidak diberikan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA),” kata Sekjen DPR RI Indra Iskandar.
Di tengah pembahasan tunjangan perumahan bagi anggota DPR, isu pengadaan fasilitas di rumah jabatan sebelumnya sempat heboh. Pengelolaan anggaran rumah jabatan menjadi sorotan, termasuk pengadaan gorden untuk rumah-rumah dinas DPR yang disinyalir tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kecurangan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam catatan kritisnya menyoroti pengadaan gorden di rumah jabatan DPR RI yang dilakukan pada anggaran 2022. Mengutip laporan ICW, Jumat, 4 Oktober 2024, pengadaan ini dinilai tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kecurangan.
ICW menemukan bahwa anggaran sebesar Rp48,75 miliar yang dialokasikan untuk penggantian gorden di 505 rumah jabatan tidak menjelaskan secara rinci volume pekerjaan, melanggar prinsip pengadaan barang/jasa terkait transparansi.
Menurut ICW, ada indikasi pengadaan tersebut mengarah pada pemenang tertentu, karena dari 49 perusahaan yang mendaftar dalam tender, hanya tiga yang memasukkan penawaran. Dari ketiga perusahaan tersebut, hanya satu yang memiliki izin usaha dalam dekorasi interior, sementara dua perusahaan lainnya tidak memenuhi kualifikasi.
Selain itu, ICW mencatat pengadaan gorden serupa pernah dilakukan pada tahun 2016, namun Sekretariat Jenderal DPR RI menyatakan bahwa tidak ada pergantian gorden sejak tahun 2009, memunculkan dugaan adanya pengulangan pengadaan yang tidak diperlukan.
ICW juga menghitung harga gorden dan blind yang dipasang terindikasi terlalu mahal, dengan perkiraan biaya mencapai Rp96 juta per rumah. Padahal, harga pasaran gorden dan blind berkisar sekitar Rp20 juta per rumah.
Hal ini membuat ICW mendesak agar Sekretariat Jenderal DPR RI membuka dokumen pengadaan dan menghentikan sementara proses pengadaan untuk memberikan kesempatan bagi penyedia yang memenuhi kualifikasi. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.