KABARBURSA.COM - Pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Tadjuddin Noer Effendi menanggapi permintaan para hakim untuk kenaikan gaji sekitar 142 persen memerlukan penjelasan yang lebih rinci dan logis.
Tadjuddin mengungkapkan bahwa kenaikan gaji yang sangat besar, seperti yang direncanakan untuk hakim, harus memiliki dasar yang jelas.
"Jika dasar kenaikan ini karena inflasi, oke, tetapi jika kenaikannya mencapai lebih dari 100{6fb4e9191d3a368937c8efd0d66239a5ef26a13b97be884ddf8bd2ce9168b1d8}, ada baiknya diberikan penjelasan yang masuk akal. Tunjangan istri, anak, dan tunjangan lain juga turut dinaikkan, tapi apakah itu cukup untuk menjelaskan angka kenaikan ini?" ungkap Tadjuddin kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.
Lebih lanjut, pengamat tersebut menyoroti pentingnya keadilan dalam penggajian di seluruh sektor penegak hukum.
"Jika gaji hakim dinaikkan, bagaimana dengan jaksa dan panitera? Mereka juga memiliki peran penting dalam penegakan hukum. Apakah ini akan menciptakan ketidakadilan di lingkungan peradilan?" tambahnya.
Kinerja hakim yang diharapkan meningkat dengan adanya kenaikan gaji juga menjadi perdebatan. Menurut beberapa pihak, jika hanya hakim yang mendapatkan kenaikan gaji tanpa memperhatikan kebutuhan jaksa dan panitera, hal ini bisa menimbulkan ketidakseimbangan di dalam sistem peradilan.
"Kinerja hakim memang penting, tapi jika hanya mereka yang diperhatikan, tanpa meningkatkan kesejahteraan jaksa dan panitera, hasilnya tidak akan maksimal," ujarnya.
Selain itu, pengamat juga mengungkapkan bahwa tunjangan daerah yang diterima hakim harus ditinjau kembali.
"Saya bingung dengan konsep tunjangan daerah ini. Apakah Jakarta lebih tinggi daripada Papua? Atau Papua lebih tinggi dari Kalimantan? Apa pertimbangan dalam penetapan tunjangan ini? Idealnya, kinerja hakim harus didasarkan pada beratnya kasus yang ditangani, bukan hanya wilayah tempat bertugas," jelasnya.
Dia lantas mempertanyakan alasan para hakim meminta kenaikan gaji hingga 142 persen. Sebab, jika dikaji dari kenaikan inflasi selama 12 tahun, dia menilai kenaikan gaji hakim harusnya maksimal 50 persen.
“Kalau 142 persen, saya nggak ngeri alasannya apa,” tandas Tadjuddin.
SHI Tuntut Gaji Naik 142 Persen
Adapun Koordinator SHI Rangga Desnata Lukita sebelumnya meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera membahas kenaikan gaji pokok dan tunjangan hakim sebesar 142 persen. “Kepada wakil rakyat, kami wakil Tuhan memohon kepada wakil rakyat agar gaji pokok kami dan tunjangan jabatan kami naik 142 persen,” kata Rangga.
Rangga menyebut, usul kenaikan gaji dan tunjangan hakim tidak semuluk upaya Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang hendak memperjuangkan kenaikan 300 persen bagi pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Menurutnya, 142 persen adalah angka yang masuk akal untuk menunjang kerja hakim.
Di sisi lain, Rangga juga meminta DPR RI untuk segera melakukan perancangan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012. Dia juga meminta agar Presiden terpilih, Prabowo Subianto, dapat menandatangani revisi PP tersebut.
“Apabila berkenan itu ditandatangani oleh Presiden terpilih, karena yang kami rasakan beliau sangat paham mengenai nasib kami dan beliau sangat paham mengenai peran kami sebagai Guardian of Justice, penegak keadilan di muka bumi ini,” ungkapnya.
Lebih jauh, Rangga juga meminta DPR RI untuk mengusulkan penambahan anggaran bagi Mahkamah Agung. Dia menyebut, kenaikan anggaran perlu untuk menunjang kesejahteraan para hakim.
Berapa Besaran Gaji Hakim?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012, memuat besaran gaji seorang hakim. Adapun peraturan tersebut masuk dalam Pasal 2 tentang hak keuangan dan fasilitas bagi hakim, yakni gaji pokok, tunjangan jabatan, rumah negara, fasilitas transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokol, penghasilan pensiun, dan tunjangan lain.
Berdasarkan PP tersebut, gaji pokok hakim sendiri dibagi menjadi beberapa golongan. Untuk hakim Golongan III dengan masa kerja 0-1 sebesar Rp2.064.200 hingga Rp2.337.300. Sementara untuk Golongan IV dengan masa kerja 0-1 sebesar Rp2.435.100 hingga Rp2.758.500.
Adapun hakim Golongan III akan mengalami kenaikan gaji secara bertahap sesuai dengan masa kerjanya. Pada hakim Golongan III dengan masa kerja 32 besaran gaji yang diterima sebesar Rp3.929.700 hingga Rp4.294.100. Begitu juga dengan hakim Golongan IV masa kerja 32, mengalami kenaikan menjadi Rp4.422.900 hingga Rp4.978.000.
Sementara tunjangan di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer, hakim tingkat banding menerima besaran yang jauh lebih tinggi. Adapun rinciannya, ketua/kepala hakim tingkat banding Rp40.200.000, wakil ketua/wakil kepala Rp36.500.000, hakim utama/mayjen/lakada/marsda TNI Rp33.300.000, Hakim Utama Muda/Brigjen/Laksma/Marsma TNI Rp31.100.000, Hakim Madya Utama/Kolonel Rp29.100,000, Hakim Madya Muda/Letnan Kolonel Rp27.200.000.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.