Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

BUKA Respons soal Isu Diakuisisi TEMU

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 09 October 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
BUKA Respons soal Isu Diakuisisi TEMU

KABARBURSA.COM - Manajemen PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) akhirnya angkat bicara terkait isu yang tengah bergulir di pasar. Dikabarkan, platform e-commerce asal Tiongkok, TEMU, disebut-sebut berencana mengambil alih kepemilikan BUKA.

Menanggapi hal ini, Corporate Secretary BUKA, Cut Fika Lutfi, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki informasi apapun terkait rencana akuisisi tersebut. “Perseroan tidak mengetahui adanya rencana dari e-commerce TEMU untuk mengakuisisi perusahaan,” ujarnya.

Cut Fika menambahkan, apabila ada perkembangan konkret terkait rencana akuisisi, Perseroan akan melakukan keterbukaan informasi sesuai regulasi yang berlaku setelah memastikan kebenarannya. "Kami akan patuh pada peraturan perundang-undangan untuk setiap pengumuman resmi," tegasnya.

Rumor akuisisi ini turut mendongkrak harga saham BUKA. Hingga pukul 13.00 WIB, Senin (7/10/2024), saham BUKA melonjak signifikan hingga 30,43{6fb4e9191d3a368937c8efd0d66239a5ef26a13b97be884ddf8bd2ce9168b1d8} ke level Rp150 per saham. Saham sempat diperdagangkan di rentang harga Rp117-Rp153 per lembar.

Menanggapi lonjakan tersebut, Cut Fika menilai kenaikan saham dipicu oleh respons pasar terhadap kabar yang belum terverifikasi. "Peningkatan ini sepenuhnya spekulasi pasar, di luar kendali Perseroan, karena informasi ini tidak pernah dikonfirmasi oleh manajemen," jelasnya.

Cut Fika mengimbau agar para pemegang saham dan investor berhati-hati serta memperhatikan keterbukaan informasi resmi dari Perseroan sebelum mengambil keputusan investasi terkait BUKA.

Membahayakan UMKM Dalam Negeri

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menegaskan bahwa  aplikasi  e-commerce asal China TEMU yang dinilai dapat mematikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), tidak akan masuk ke Indonesia.

Staf Khusus Menkop UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari mengatakan, saat ini pemerintah terus berkomitmen untuk tetap mengawal e-commerce tersebut.

“Jika TEMU sampai masuk ke Indonesia, ini akan sangat membahayakan UMKM dalam negeri. Apalagi platform digital dari China ini bisa memfasilitasi transaksi secara langsung antara pabrik di Cina dengan konsumen di negara tujuan ini akan mematikan UMKM,” ujar Fiki dalam keterangan resminya, Rabu, 2 Oktober 2024.

Adapun aplikasi TEMU kembali menjadi sorotan di media sosial X setelah adanya cuitan yang mengulas presentasi salah satu narasumber pada acara E-Commerce Expo tentang bahaya aplikasi TEMU.

Fiki menambahkan, aplikasi TEMU dinilai dapat merugikan UMKM karena penjualan barang langsung dari pabrik ke konsumen tanpa adanya seller, reseller, dropshipper maupun afiliator sehingga tidak adnya komisi berjenjang.

Hal tersebut ditambah dengan adanya subsidi yang diberikan platform membuat produk di aplikasi dihargai dengan sangat murah.

“Mereka sudah masuk ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa, bahkan sekarang sudah mulai ekspansi ke Kawasan Asia Tenggara, khususnya di negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Maka kita harus terus kawal agar tidak masuk ke Indonesia,” tutur Fiki.

Perlu diketahui sejak September 2022 lalu aplikasi TEMU telah berupaya mendaftarkan merek sebanyak tiga kali di Indonesia. Bahkan pada 22 Juli 2024, aplikasi TEMU sempat mengajukan ulang pendaftarannya di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

“Aplikasi TEMU dari China ini sudah coba mendaftarkan merk, desain, dan lainnya ke DJKI, tapi tidak bisa karena sudah ada perusahaan asal Indonesia dengan nama serupa dan dengan KBLI yang mayoritas sama. Tapi kita tidak boleh lengah, harus kita kawal terus,” tegas Fiki

Fiki memastikan Kemenkum HAM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta stakeholders terkait dapat bersinergi mencegah masuknya marketplace TEMU ke Indonesia. 

“Hal ini diperlukan semata-mata demi melindungi pelaku usaha di dalam negeri khususnya UMKM,” tutupnya.

Aplikasi Belanja Online

Negara bagian AS, Arkansas, mengajukan gugatan kepada pemilik aplikasi belanja online Temu. Mereka menyebut, Temu adalah perangkat lunak berbahaya atau malware, yang dapat mencuri data konsumen AS.

Jaksa Agung Tim Griffin mengatakan, Temu dan perusahaan induknya, PDD Holdings Inc., telah melakukan praktik perdagangan menipu dengan kebijakan pengumpulan data yang dianggap merugikan pengguna. Meskipun dikenal sebagai platform e-commerce, lanjut Griffin, Temu diduga berfungsi sebagai malware dan spyware. Begitu bunyi pernyataan Griffin.

“Temu didesain secara sengaja untuk mendapatkan akses tak terbatas ke sistem operasi ponsel pengguna, tanpa mempedulikan pengaturan privasi data pengguna, dan memanfaatkan data yang dikumpulkannya secara tidak sah,” ujar Griffin.

Dia lalu merujuk pada tindakan Google yang menangguhkan sementara aplikasi Pinduoduo milik PDD setelah ditemukan versi aplikasi di luar Play Store yang mengandung malware, serta penarikan sementara Temu dari App Store iOS oleh Apple karena pelanggaran aturan privasi wajib dalam pelacakan data.

Meskipun demikian, dokumen gugatan ini tidak memberikan bukti langsung adanya kegiatan mata-mata oleh Temu. Sebaliknya, gugatan ini mengutip komentar dari pihak ketiga, termasuk perusahaan short-selling, yang mengkhawatirkan jumlah besar data yang diduga dikumpulkan oleh Temu dari ponsel pengguna.

Secara singkat, gugatan tersebut mengklaim bahwa Temu tidak hanya mengumpulkan data sensitif dalam jumlah besar yang jauh melebihi kebutuhan sebuah  aplikasi belanja, tetapi juga melakukannya dengan cara yang sengaja disembunyikan dan dirancang untuk menghindari deteksi.

Griffin juga mencatat bahwa perusahaan tersebut dipimpin oleh mantan pejabat Partai Komunis China, menimbulkan risiko keamanan yang signifikan bagi AS dengan potensi pemata-mataan yang tidak terdeteksi oleh pemerintah China.

Tuduhan yang dilayangkan terhadap Temu juga mencerminkan kontroversi sebelumnya terhadap TikTok, yang juga berasal dari perusahaan China, ByteDance.(*)