KABARBURSA.COM - Rupiah mengalami penguatan tak terduga di tengah lonjakan indeks dolar Amerika Serikat pada Selasa, 8 Oktober 2024. Mata uang Indonesia berhasil menguat 0,20 persen atau 31 poin, ditutup di level Rp15.655 per dolar AS, setelah sebelumnya berada di posisi Rp15.686 per dolar AS pada penutupan Senin, 7 Oktober 2024.
Penguatan ini terjadi meskipun kondisi global masih diwarnai ketidakpastian akibat penguatan indeks dolar AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Faktor utama yang mendukung apresiasi rupiah adalah revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia. Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia menaikkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2024 menjadi 5 persen, dan 5,1 persen untuk 2025.
Proyeksi ini lebih tinggi dari perkiraan April lalu yang menyebutkan angka 4,9 persen untuk 2024 dan 5 persen untuk 2025. Revisi positif tersebut memberi dorongan kepercayaan bagi pasar terhadap prospek ekonomi Indonesia, di tengah tekanan global yang masih terjadi.
Laporan Bank Dunia, yang dirilis dalam pembaruan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober 2024, juga mencatat bahwa kawasan ini akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lain di dunia, meskipun laju pertumbuhannya melambat dibandingkan periode pra-pandemi. Kawasan Asia Timur dan Pasifik diprediksi tumbuh 4,8 persen pada 2024 dan melambat menjadi 4,4 persen pada 2025.
Sentimen positif dari revisi pertumbuhan ini cukup untuk menahan dampak negatif dari penguatan dolar AS yang terjadi karena data pekerjaan AS yang kuat. Para pelaku pasar pun mulai mengantisipasi bahwa Federal Reserve mungkin menunda pelonggaran suku bunga hingga akhir tahun, meskipun ekspektasi penurunan 25 basis poin pada bulan November masih ada.
Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, revisi proyeksi Bank Dunia menjadi faktor kunci yang menopang penguatan rupiah di tengah penguatan dolar AS. Selain itu, perkiraan Bank Dunia mendekati target pemerintah Indonesia, yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada 2024. Sentimen ini semakin memperkuat kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia dalam jangka menengah.
Meski demikian, penguatan rupiah ini diharapkan terus dipantau, terutama terkait dengan perkembangan kebijakan moneter global dan dinamika ekonomi domestik. Tekanan dari ketidakpastian geopolitik serta arah kebijakan Federal Reserve akan menjadi faktor penting dalam menentukan langkah selanjutnya bagi pergerakan nilai tukar rupiah.
Rupiah Melemah di Pagi Hari
Pada perdagangan pagi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau melemah setelah sempat dibuka menguat. Rupiah yang dibuka dengan kenaikan tipis 0,1 persen di level Rp15.660/USD pada awal perdagangan, kemudian terdepresiasi hingga menyentuh level Rp15.690/USD hanya beberapa menit setelah pasar dibuka.
Tekanan terhadap rupiah ini mencerminkan tantangan yang dihadapi mata uang domestik, meskipun cadangan devisa Indonesia masih dinilai cukup solid untuk menopang stabilitas ekonomi.
Penurunan ini disinyalir oleh tekanan eksternal dari pasar global, terutama terkait penguatan dolar AS yang masih dipicu oleh ekspektasi kebijakan moneter Federal Reserve dan ketegangan geopolitik yang memengaruhi aliran modal. Bank asing pun mulai mengantisipasi pergerakan lebih lanjut, dengan beberapa bank besar sudah menetapkan harga jual dolar AS mendekati atau bahkan melampaui angka Rp16.000.
Menurut data yang diperoleh, PT HSBC Indonesia mencatatkan harga jual dolar AS sebesar Rp16.015/USD pada pukul 09.24 WIB, sementara harga beli berada di level Rp15.415/USD. Sementara itu, PT UOB Indonesia, bank asal Singapura, juga menetapkan harga jual sebesar Rp15.917/USD dengan harga beli Rp15.429/USD pada pukul 08.07 WIB.
Bank DBS Indonesia, juga dari Singapura, mengikuti tren ini dengan menetapkan harga jual USD sebesar Rp15.836/USD dan harga beli Rp15.515/USD pada pukul 10.16 WIB. Tak ketinggalan, OCBC Indonesia juga mematok harga jual dolar AS sebesar Rp15.774/USD, sedangkan harga beli berada di level Rp15.567/USD pada pukul 14.17 WIB.
Dengan tren yang menunjukkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, para pelaku pasar terus mengamati situasi global dan domestik yang dapat memengaruhi arah pergerakan nilai tukar. Para analis memperingatkan bahwa potensi volatilitas masih tinggi, terutama dengan ketidakpastian terkait kebijakan Federal Reserve yang diperkirakan akan mempengaruhi arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di sisi lain, cadangan devisa yang masih kuat diharapkan mampu menjadi penahan stabilitas rupiah dalam jangka pendek.
Meski demikian, pelemahan rupiah ini tetap perlu diwaspadai oleh otoritas moneter dan pelaku pasar, terutama jika tren depresiasi terus berlanjut menuju batas psikologis Rp16.000/USD.(*)