KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan sejumlah persyaratan baru bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ingin beralih skema investasi hulu minyak dan gas bumi (migas).
Langkah ini diambil seiring terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 serta Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024.
Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM, Ariana Soemanto, mengungkapkan bahwa perubahan regulasi ini dirancang untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kontraktor dan pemerintah.
“Tujuannya memberikan kelonggaran dan kemudahan bagi KKKS untuk menjalankan bisnis migasnya di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menawarkan skema bagi hasil (gross split) baru yang lebih sederhana dan layak,” ujar Ariana di Jakarta, Minggu 6 Oktober 2024.
Dalam skema baru tersebut, pemerintah menjamin bagi hasil antara 75-95 persen untuk kontraktor, sekaligus menyederhanakan parameter teknis dan memberikan fleksibilitas lebih bagi kontraktor dalam menentukan jenis kontrak. "Ini bukan semata-mata untuk mendorong penggunaan gross split baru, tetapi memberikan keleluasaan kepada kontraktor memilih kontrak yang paling sesuai dengan strategi bisnis mereka, apakah itu beralih dari gross split ke cost recovery atau sebaliknya," tambahnya.
Kebijakan ini berlaku untuk kontrak kerja sama yang ditandatangani setelah terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Sedangkan bagi kontraktor migas yang sudah memiliki kontrak sebelum regulasi baru diterbitkan, mereka diperbolehkan beralih ke skema gross split yang baru, dengan beberapa ketentuan.
Pertama, kontrak skema gross split lama untuk Wilayah Kerja (WK) Migas Nonkonvensional (MNK) — seperti gas metana batu bara dan shale oil/gas — dapat berubah ke skema baru ini. Sebagai contoh, proyek MNK gas metana batu bara di Tanjung Enim akan segera mengadopsi skema gross split baru untuk meningkatkan keekonomian proyek tersebut.
Kedua, kontraktor yang saat ini menggunakan skema cost recovery dan masih dalam tahap eksplorasi serta belum memperoleh persetujuan rencana pengembangan (POD-I) dari pemerintah, juga dapat beralih ke skema gross split baru.
Namun, untuk kontrak gross split lama yang telah memasuki tahap produksi, mereka tidak dapat mengubah skema ke gross split baru, tetapi dapat beralih ke skema cost recovery jika dianggap lebih menguntungkan.
Hingga saat ini, sudah ada lima kontraktor atau blok migas yang menyatakan ketertarikannya untuk menggunakan skema gross split baru ini. Meski Ariana belum menyebutkan secara rinci siapa saja dan dari blok mana saja, dia memastikan keputusan akhir akan menyesuaikan dengan preferensi risiko masing-masing kontraktor.
“Siapa saja dan blok mana saja, kita tunggu formilnya nanti. Yang penting, skema ini kami desain agar nyaman bagi kontraktor untuk memilih sesuai profil risikonya. Fokus kami adalah memperbaiki iklim investasi agar lebih menarik demi mendorong temuan cadangan baru serta peningkatan produksi migas di masa depan,” jelasnya.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang disahkan pada 12 Agustus 2026 ini menggantikan regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017, yang telah mengalami beberapa kali revisi. Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024 sebagai panduan teknis pelaksanaan dan komponen kontrak bagi hasil.
“Pemerintah akan terus menampung masukan dari para pemangku kepentingan, namun tetap mengutamakan kepentingan negara,” pungkas Ariana.
Dengan adanya kebijakan baru ini, diharapkan dapat menciptakan iklim investasi migas yang lebih kondusif di Indonesia, serta mendorong partisipasi aktif kontraktor dalam menggali potensi sumber daya energi yang masih melimpah di Tanah Air.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menggelar pertemuan dengan sub holding Pertamina Hulu Energi (PHE) untuk mengakselerasi program-program Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang menjadi bagian SHU PHE sebagai upaya mempercepat capaian target yang telah ditetapkan.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto meminta agar KKKS mulai mempersiapkan pelaksanaan program 2025, Dia meminta KKKS bersama SHU PHE mulai memetakan apa yang perlu disiapkan sejak awal, agar program dapat dijalankan pada pemerintahan Presiden terpilih, Prabowo Subianto, di Januari 2025 nanti.
“Kami mengajak untuk saling terbuka dengan kejernihan pikiran dan keteguhan hati agar diskusi dapat berjalan dengan semangat kolaborasi dan result oriented untuk dapat memberikan kontribusi paling optimal bagi produksi migas nasional. Saat ini yang menjadi konsentrasi adalah produksi, produksi, dan produksi. Gas sudah mulai incline, minyak kita masih struggle,” kata Dwi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 28 September 2024.
Dwi menuturkan, Pertamina telah menguasai mayoritas blok migas di Indonesia. Dengan begitu, peran Pertamina di upstream sangat dominan. Sementara pemerintah dan SKK Migas sangat bergantung akan agresivitas Pertamina.
Dwi juga menuturkan, pertemuan ini harus ditindaklanjuti dalam kegiatan focus group discussion (FGD) untuk untuk mendiskusikan mekanisme kemitraan pertamina dengan pihak lain itu apa. (*)