Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Tak Ada Rumah Jabatan, Anggota DPR RI 2024-2029 dapat Tunjangan Perumahan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 October 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Tak Ada Rumah Jabatan, Anggota DPR RI 2024-2029 dapat Tunjangan Perumahan

KABARBURSA.COM - Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan anggota DPR RI periode 2024-2029 tidak akan mendapat fasilitas rumah jabatan. Sebagai gantinya, mereka akan menerima tunjangan perumahan selama masa jabatan.

Dasco menuturkan, hingga saat ini belum ada kepastian mengenai penyediaan rumah dinas, termasuk untuk para pimpinan DPR. "Sampai sekarang saya belum menerima kabar soal rumah dinas pimpinan," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2024.

Ia mengonfirmasi dirinya telah mengembalikan rumah dinas pimpinan beserta fasilitasnya kepada Sekretariat Jenderal DPR RI dan kini tinggal di rumah pribadi. "Saya sudah mengembalikan dan sekarang tinggal di rumah sendiri," katanya.

Mengenai tunjangan perumahan bagi anggota, Dasco menyebut hal itu akan segera dibahas dalam waktu dekat. "Mungkin tunjangan dan hal lain baru akan dibahas minggu depan," ujarnya. Dasco menambahkan, rapat baru akan digelar setelah agenda pemilihan pimpinan DPR dan MPR selesai.

Sekretariat Jenderal DPR RI sebelumnya telah menerbitkan surat yang memastikan anggota DPR RI periode 2024-2029 tidak akan menerima rumah jabatan, melainkan tunjangan perumahan. Keputusan ini tertuang dalam surat Nomor B/733/RT.01/09/2024 yang diterbitkan pada 25 September 2024.

"Anggota DPR RI periode 2024-2029 akan diberikan tunjangan perumahan dan tidak diberikan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA)," kata Sekjen DPR RI Indra Iskandar.

Rumah jabatan anggota DPR diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Dalam Pasal 7 UU tersebut disebutkan Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara berhak mendapatkan rumah jabatan milik negara beserta perlengkapannya, dan juga kendaraan dinas. Rumah jabatan ini termasuk biaya pemeliharaan yang juga ditanggung oleh negara, seperti listrik, air, telepon, dan perawatan kebun.

Ketentuan ini memastikan bahwa pimpinan lembaga negara seperti Ketua dan Wakil Ketua DPR mendapatkan fasilitas rumah dan kendaraan dinas sebagai bagian dari hak administratif yang ditanggung sepenuhnya oleh negara. Fasilitas ini tidak diberikan kepada semua anggota, tetapi hanya kepada pimpinan lembaga, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

Namun, bagi anggota DPR yang tidak menjabat sebagai pimpinan, mereka biasanya menerima tunjangan perumahan sebagai pengganti rumah jabatan. Seperti yang terlihat dalam surat Nomor B/733/RT.01/09/2024, anggota DPR periode 2024-2029 tidak akan mendapatkan fasilitas rumah jabatan, melainkan diberikan tunjangan perumahan sebagai kompensasi.

Kontroversi Rumah Jabatan DPR

Di tengah pembahasan tunjangan perumahan bagi anggota DPR, isu pengadaan fasilitas di rumah jabatan sebelumnya sempat heboh. Pengelolaan anggaran rumah jabatan menjadi sorotan, termasuk pengadaan gordyn untuk rumah-rumah dinas DPR yang disinyalir tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kecurangan

Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam catatan kritisnya menyoroti pengadaan gordyn di rumah jabatan DPR RI yang dilakukan pada tahun anggaran 2022. Pengadaan ini dinilai tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kecurangan. ICW menemukan bahwa anggaran sebesar Rp48,75 miliar yang dialokasikan untuk penggantian gordyn di 505 rumah jabatan tidak menjelaskan secara rinci volume pekerjaan, melanggar prinsip pengadaan barang/jasa terkait transparansi.

Menurut ICW, ada indikasi pengadaan tersebut mengarah pada pemenang tertentu, karena dari 49 perusahaan yang mendaftar dalam tender, hanya tiga yang memasukkan penawaran. Dari ketiga perusahaan tersebut, hanya satu yang memiliki izin usaha dalam dekorasi interior, sementara dua perusahaan lainnya tidak memenuhi kualifikasi.

Selain itu, ICW mencatat bahwa pengadaan gordyn serupa pernah dilakukan pada tahun 2016, namun Sekretariat Jenderal DPR RI menyatakan bahwa tidak ada pergantian gordyn sejak tahun 2009, memunculkan dugaan adanya pengulangan pengadaan yang tidak diperlukan.

ICW juga menghitung bahwa harga gordyn dan blind yang dipasang terindikasi terlalu mahal, dengan perkiraan biaya mencapai Rp96 juta per rumah. Padahal, harga pasaran gordyn dan blind berkisar sekitar Rp20 juta per rumah. Hal ini membuat ICW mendesak agar Sekretariat Jenderal DPR RI membuka dokumen pengadaan dan menghentikan sementara proses pengadaan untuk memberikan kesempatan bagi penyedia yang memenuhi kualifikasi.

Sedang Diperiksa KPK

Nilai proyek pengadaan fasilitas untuk rumah jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai Rp120 miliar. Beberapa perusahaan yang terlibat dalam proyek tersebut diduga melakukan pelanggaran hukum, yang menyebabkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK yang sebelumnya dijabat Ali Fikri, mengungkapkan nilai proyek pengadaan fasilitas rumah jabatan DPR untuk tahun anggaran 2020 mencapai Rp120 miliar. Hingga kini, kerugian negara yang ditimbulkan dari dugaan korupsi dalam pengadaan tersebut diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.

"Beberapa perusahaan yang menjadi pelaksana proyek ini diduga melanggar hukum. Salah satu modus yang ditemukan adalah penggunaan bendera perusahaan lain serta formalitas dalam proses pengadaan," ujar Ali pada Rabu, 13 Maret 2024, lalu.

Ia juga menyampaikanKPK saat ini sedang menyelidiki dua kompleks rumah jabatan anggota DPR yang terletak di Kalibata dan Ulujami, keduanya berada di wilayah Jakarta Selatan.(*)