Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Daya Beli Rakyat Amburadul jika Pembatasan Subsidi BBM Dipaksakan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 October 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Daya Beli Rakyat Amburadul jika Pembatasan Subsidi BBM Dipaksakan

KABARBURSA.COM - Rencana pemerintah membatasi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai langkah yang tidak tepat. Pasalnya, perekonomian domesti saat ini tengah ditempa ketidakpastian. Pembatasan subsidi, dinilai akan memperburuk situasi.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Amin Ak menilai, pembatasan subsidi BBM bisa memperburuk situasi lantaran dampak dominonya yang berpotensi meningkatkan biaya hidup sekaligus juga menurunkan daya beli masyarakat.

Dia menilai, indikator ekonomi saat ini telah menandakan lemahnya daya beli masyarakat. Jika ditambah dengan pencabutan subsidi BBM maupun tarif CommuterLine, Amin menyebut penurunan daya beli akan semakin dalam.

"Deflasi yang terjadi 5 bulan berturut-turut ditengah cukup pasokan barang kebutuhan pokok, menunjukkan penurunan daya beli," kata Amin dalam keterangannya, Jumat, 4 Oktober 2024.

Amin menilai, tren melemahnya daya beli juga terjadi lantaran industri terus dihantui aksi efisiensi dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga, kata dia, pengangguran tak dapat terelakkan.

Menurutnya, hal itu akan berdampak pada rendahnya permintaan barang dan deflasi. Karenanya, Amin menilai pencabutan subsidi BBM akan menimbulkan efek berantai, mulai dari kenaikan biaya angkutan hingga naiknya harga kebutuhan pokok.

Amin menuturkan, banyak masyarakat yang masih bergantung pada subsidi BBM untuk kebutuhan sehari-hari. Pembatasan subsidi BBM yang hendak dilakukan pemerintah, dinilai berdampak negatif pada kelompok masyarakat yang paling rentan.

"Semakin lemahnya daya beli rakyat juga berdampak bagi keberlangsungan pelaku usaha terutama UMKM. Saat ini saja, produk atau barang jualan mereka sulit laku, apalagi kalau daya beli makin terpuruk," tegasnya.

Karenanya, Amin menilai pemerintah perlu menunda pembatasan subsidi BBM untuk mencari solusi yang lebih adil. Pasalnya, pembatasan subsidi BBM dapat memicu ketidakpuasan dan protes dari semua kalangan masyarakat.

Selain itu, Amin juga menilai penundaan pembatasan subsidi memberi waktu bagi pemerintah untuk mempersiapkan infrastruktur dan sistem yang lebih baik agar subsidi BBM tepat sasaran, termasuk penggunaan teknologi pemantauan dan mengontrol distribusi BBM subsidi.

Amin menyebut, selama ini disinyalir banyak sektor industri dan perkebunan yang menggunakan BBM bersubsidi. Kebocoran seperti ini dinilai berlangsung sejak bertahun-tahun dan nyaris tidak kunjung menemukan titik terang.

"Penundaan pembatasan subsidi BBM memungkinkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang lebih matang dan komprehensif, yang mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi, sosial, dan politik," ungkapnya.

Dia menilai, pemerintah perlu memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidroelektrik. Pemanfaatan tersebut dinilai dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan lebih ramah lingkungan.

Selain itu, biofuel yang dihasilkan dari bahan organik seperti tanaman dan limbah menjadi alternatif yang lebih berkelanjutan dibandingkan bahan bakar fosil. "Indonesia perlu segera menyusun peta jalan terpadu untuk memastikan pelaksanaan biodiesel yang efektif," tegasnya.

Lebih jauh, Amin juga menilai perlu tata kelola kelapa sawit berkelanjutan melalui intensifikasi, transparansi, dan ketertelusuran, serta peningkatan kesejahteraan petani. Menurutnya, hilirisasi dan pengembangan biofuel generasi kedua juga penting untuk menjaga ketahanan energi nasional.

"Meningkatkan kualitas dan aksesibilitas transportasi umum dapat mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi, sehingga konsumsi bahan bakar fosil bisa berkurang secara signifikan," tutupnya.

Lima Bulan Deflasi Beruntun

Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi sebesar 0,12 persen pada bulan September 2024, bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month to month/MtM). Sementara secara tahunan (year on year/YoY), inflasi tercatat di angka 1,84 persen. Dalam periode tahun berjalan (year to date/YtD), inflasi mencapai 0,74 persen, lebih rendah dibandingkan 1,70 persen pada periode yang sama tahun lalu.

Menurut Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, deflasi yang berulang selama lima bulan ini mencerminkan ketahanan pasokan domestik, khususnya di sektor pangan. Peningkatan produksi menjadi faktor utama yang mendorong turunnya harga berbagai komoditas.

Meski begitu, Andry mencatat deflasi ini masih bersifat sektoral, dengan penurunan harga paling signifikan di sektor makanan dan transportasi.

Ia memprediksi stabilitas harga energi global serta kebijakan subsidi bahan bakar domestik yang tidak mengalami perubahan signifikan akan menjaga inflasi tetap terkendali hingga akhir tahun. Namun, Andry mengingatkan adanya potensi peningkatan tekanan inflasi di penghujung tahun.

“Tekanan inflasi bisa meningkat menjelang akhir tahun karena adanya pemilihan kepala daerah serta faktor musiman, yang dapat mendorong peningkatan pengeluaran untuk barang dan jasa impor,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Oktober 2024.

Andry juga mencatat sejumlah bank sentral telah menurunkan suku bunga sebagai bentuk dukungan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat. Langkah Federal Reserve (The Fed) yang baru-baru ini memangkas Fed Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin, dan sinyal penurunan lebih lanjut, memberikan sentimen positif yang turut memperkuat nilai tukar rupiah.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga telah menurunkan suku bunga acuannya, didukung oleh meningkatnya kepercayaan pasar keuangan global serta stabilitas rupiah.

“Dengan adanya perkembangan ini, kami memperkirakan dampak dari imported inflation akan semakin berkurang. Secara keseluruhan, kami merevisi turun proyeksi inflasi domestik menjadi 2,57 persen [YoY] untuk tahun ini, lebih rendah dari perkiraan awal kami,” kata Andry.(*)