Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Inflasi September 2024 Terkendali, Peluang Ekspor Positif

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 October 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Inflasi September 2024 Terkendali, Peluang Ekspor Positif

KABARBURSA.COM - Inflasi pada September 2024 berhasil terkendali dalam rentang target 2,5±1 persen, mencapai 1,84 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih rendah dari Agustus yang mencatat 2,12 persen.

Tren penurunan ini telah berlangsung sejak April 2024, dipicu oleh penurunan harga pangan dan bensin nonsubsidi. Stabilnya harga beras serta panen hortikultura menjadi faktor utama deflasi selama lima bulan berturut-turut, yang turut menjaga akses pangan bagi masyarakat.

Kerja sama antara Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Daerah (TPID) terus diperkuat untuk menjaga kestabilan harga, khususnya menghadapi risiko bencana dan perubahan cuaca ekstrem.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menyatakan inflasi yang terkendali ini diharapkan mendukung daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas harga.

“Meski begitu, pemerintah tetap waspada terhadap potensi kelebihan pasokan serta dampak cuaca ekstrem yang dapat memengaruhi harga pangan,” kata Febrio, Jumat, 4 Oktober 2024.

Meski inflasi pangan melambat, inflasi inti naik menjadi 2,09 persen (yoy), dipicu oleh kenaikan di sektor perawatan pribadi, pendidikan, perumahan, dan rekreasi. Kenaikan ini juga didorong oleh pertumbuhan kredit konsumsi yang mencapai 11,4 persen (yoy) pada Agustus.

Sementara itu, inflasi volatile food melambat menjadi 1,43 persen, didukung oleh panen cabai merah dan rawit yang melimpah. Penurunan harga BBM nonsubsidi juga mendorong inflasi harga yang diatur pemerintah melambat menjadi 1,40 persen (yoy).

Di sektor manufaktur, aktivitas masih berada dalam zona kontraksi dengan indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) sebesar 49,2, sedikit membaik dari Agustus yang mencatatkan 48,9. Pelemahan kinerja manufaktur global dan hambatan perdagangan internasional menjadi faktor yang menekan.

Kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi Tiongkok juga masih membayangi, meskipun stimulus dari pemerintah setempat sudah diterapkan. Namun, ekspor manufaktur Indonesia tetap kuat, terutama di sektor hilirisasi, seperti nikel, CPO, dan batu bara.

Beberapa negara mitra dagang Indonesia juga mencatatkan kontraksi PMI manufaktur, seperti Amerika Serikat (47,0), Tiongkok (49,3), dan Jepang (49,6).

Meskipun demikian, negara seperti India dan Thailand masih mencatatkan pertumbuhan meski melambat.

“Pemerintah akan terus melakukan evaluasi kebijakan dan antisipasi tantangan global demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” ucap Febrio.

Nilai Ekspor Batik Turun 8,29 Persen

Hari ini, 2 Oktober 2024, bertepatan dengan Hari Batik Nasional. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa nilai ekspor batik mengalami penurunan sebesar 8,29 persen secara year on year (yoy).

Tak hanya itu, di dalam negeri, Agus Gumiwang mengatakan, produk batik Indonesia saat ini juga berhadapan dengan produk-produk impor.

“Jadi tidak hanya nilai ekspornya yang turun, di dalam negeri juga menghadapi serbuah produk tekstil impor baik yang masuk secara legal maupun ilegal,” kata Agus Gumiwang dalam pameran ‘Hari Batik Nasional Industrial Festival 2024’ di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Oktober 2024.

Apalagi, lanjut Agus, jika dari harga, produk-produk tekstil impor lebih murah dari harga batik.

Lebih mengkhawatirkan lagi, China sudah bisa memproduksi batik dan diimpor ke Indonesia.

“Bisa jadi (China mengimpor batik). Sama dengan industri lain, harus ada regulasi yang memang pro kepada industri dalam negeri kita, termasuk TPT (tekstil dan produk tekstil), termasuk batik,” ujarnya.

Dalam sambutannya, Agus mengatakan ekspor batik mengalami kontraksi sebesar 8,29 persen dibandingkan dengan tahun 2023.

“Di sisi lain, adanya tren kenaikan penggunaan batik dalam keseharian generasi muda Indonesia saat ini, memberikan optimisme bagi masa depan industri batik di pasar dalam negeri,” kata Agus.

Sementara itu, ekspor industri tekstil dan pakaian jadi sampai Triwulan II tahun 2024 juga mengalami kontraksi berturut-turut sebesar 5,56 persen dan 4,12 persen (yoy), dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dalam kesempatan itu, Menperin juga mendorong para pelaku industri batik untuk segera bertransformasi menuju Industri 4.0.

“Penerapan teknologi digital pada industri batik dapat mendukung aspek manajemen dan operasionalnya sehingga lebih efektif dan efisien,” kata Agus.

Meski begitu, Agus Gumiwang mengatakan masih banyak peluang bagi industri batik dalam negeri untuk memperluas cakupan pasar ekspor, sekaligus meningkatkan kontribusi bagi devisa negara.

Karena, menurutnya, besaran ekspor batik pada triwulan II-2024 baru sebesar USD8,33 juta.

“Industri batik pun turut memberikan kontribusi terhadap ekspor TPT dengan nilai USD8,33 juta yang menurut saya belum optimal, belum maksimal. Masih banyak peluang yang bisa kita manfaatkan untuk mengisi pasar-pasar ekspor dari batik nasional,” ucapnya.

Menperin mengatakan dorongan pemajuan ekspor sektor batik nasional itu dilakukan pihaknya melalui berbagai program dengan melibatkan para mitra, seperti acara Hari Batik Nasional yang bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia.

Dalam kegiatan itu disampaikan Menperin Agus, dilakukan penumbuhan wirausaha baru, fasilitasi Indikasi Geografis (IG), pendampingan teknis produksi, serta fasilitasi mesin dan peralatan.

“Tahun lalu, kami memberikan fasilitasi Indikasi Geografis untuk Batik Complongan Indramayu, dan mengangkat Batik Complongan Indramayu sebagai tema Pameran Gelar Batik Nasional (GBN) 2023. Alhamdulillah, dampaknya cukup signifikan bagi perekonomian masyarakat setempat, dan dapat meningkatkan awareness konsumen terhadap Batik Complongan Indramayu,” tuturnya.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, cara lain untuk mendorong promosi batik Indonesia dalam pasar global yakni dengan menggunakannya dalam kegiatan resmi kenegaraan maupun sehari-hari. Menurut dia, sebagai langkah awal, pihaknya sudah menerapkan untuk menggunakan batik selama empat hari kerja dalam seminggu.

Kemenperin menyatakan industri batik dalam negeri tercatat sudah menyerap sebanyak 200.000 tenaga kerja hingga Agustus 2024 yang tersebar di 201 sentra industri, 5.946 industri kecil menengah (IKM) di 11 provinsi.

Dari total 200.000 pekerja yang ada di sektor industri kerajinan batik, turut memberikan kontribusi besar terhadap neraca ekspor Indonesia, dengan kuantitas periode Januari-Juli (semester I) 2024 mencapai USD9,45 juta. (*)