Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Nasib Prabowo: 20 Persen dari APBN untuk Bayar Cicilan Utang

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 October 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Nasib Prabowo: 20 Persen dari APBN untuk Bayar Cicilan Utang

KABARBURSA.COM - Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Perekonomian, Edy Priyono mengungkapkan kondisi utang pemerintah yang kini mencapai sekitar 20 persen dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

"Sekarang ini posisinya hampir atau sekitar 20 persen dari pengeluaran kita, belanja kita, itu digunakan untuk membayar cicilan utang," kata Edy Priyono dalam Seminar Nasional 'Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi' di Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2024.

Kata Edy lagi, kondisi ini menggambarkan kondisi keseimbangan primer yang negatif. Artinya, untuk membayar cicilan utang, pemerintah harus meminjam lebih banyak lagi.

"Posisi utang kita saat ini cukup besar, dan ini menjadi tantangan bagi pemerintahan yang akan datang,” ujarnya.

Menurut dia, jika mau dilihat dari sisi positifnya, utang pemerintah masih di bawah 40 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara yang memperbolehkan utang hingga 60 persen.

Meski begitu, Edy tetap menekankan pentingnya pemerintah baru untuk menanggulangi masalah utang Indonesia semakin membengkak.

Kata Edy, utang yang terus meningkat disebabkan oleh defisit anggaran dan belanja pemerintah melebihi pendapatan.

"Untuk menyelesaikan masalah utang ini, defisit anggaran harus dikurangi, entah dengan meningkatkan pendapatan pajak atau mengurangi belanja," ungkap Edy.

Ia juga menyarankan agar dilakukan pemangkasan belanja yang tidak efisien. Salah satu solusinya adalah memotong belanja-belanja subsidi yang banyak salah sasaran. Namun, langkah ini mungkin tidak akan diterima secara politis.

Edy menyebut, pemerintah masih berjuang untuk meningkatkan kualitas belanja, agar alokasi anggaran lebih tepat sasaran dan efisien.

"Banyak belanja-belanja kementerian dan lembaga yang mestinya bisa dilakukan secara lebih efisien," pungkasnya.

Cara Jokowi Turunkan Angka Inflasi

Di kesempatan yang sama, Deputi III KSP Bidang Perekonomian Edy Priyono memaparkan capaian inflasi rendah di Indonesia merupakan salah satu prestasi terbesar pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

"Ini adalah salah satu capaian terbesar menurut hemat kami ya, dari pemerintahan Pak Jokowi," ujat Edy.

Diungkapkannya, saat inflasi mulai menunjukkan tren penurunan banyak pihak yang bertanya-tanya apakah ini hanya gejala sementara atau tanda bahwa Indonesia telah memasuki rezim inflasi rendah yang baru.

Ternyata, Edy menyebutkan, data menunjukkan Indonesia sudah memasuki rezim inflasi yang rendah, di mana inflasi sebesar 3 persen saat ini dianggap sudah cukup tinggi.

"Sekarang inflasi 3 persen itu dianggap sudah cukup tinggi," ujar dia.

Edy menjelaskan, jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, pencapaian ini sangat signifikan. Menurutnya, Jokowi mungkin presiden yang paling besar perhatiannya terhadap inflasi. Karena, setiap pekan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selalu menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi, di mana KSP selalu terlibat. "Rakor ini diadakan secara offline dan juga dapat disaksikan melalui live streaming," tuturnya.

Meskipun sempat ada usulan untuk mengurangi frekuensi rakor karena dianggap terlalu sering. Namun kata dia, Jokowi tetap menggelar rapat setiap minggu. Dengan begitu, pergerakan harga tetap dipantau secara intensif.

"(Waktu itu) Pak Mendagri (Tito Karnavian) menyampaikan usulan kepada bapak Presiden, rakor inflasi ini jangan seminggu sekali, terlalu sering. Diusulkan dua atau tiga minggu sekali. Pak Presiden bilang enggak, tetap satu minggu sekali. Karena harga ini pergerakannya harus dipantau sesering mungkin," ungkap Edy.

Lanjutnya hasil kerap digelarnya rakor terlihat nyata. Meski ada negara lain yang memiliki tingkat inflasi lebih rendah, banyak negara di dunia sedang berjuang menghadapi masalah inflasi yang serius.

Dalam konteks ini, Indonesia patut berbangga karena mampu menjaga inflasi dengan baik, dan menjadikan capaian ini sebagai salah satu pencapaian terpenting dalam pengelolaan ekonomi selama pemerintahan Jokowi.

"Dan hasilnya nyata. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, tentu saja ada yang divbawah kita dalam hal penanganan inflasi," tuturnya.

Untuk diketahui, tingkat inflasi Indonesia pada September 2024 tercatat sebesar 1,84 persen secara tahunan (year on year/yoy). Namun, secara bulanan, Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12 persen, yang merupakan deflasi kelima secara berturut-turut.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa pada September 2024 terjadi penurunan harga-harga sehingga mencatat deflasi 0,12 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 di bulan September 2024.

"Inflasi tahunan pada September 2024 lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya dan juga lebih rendah dari September 2023," ujar Amalia dalam konferensi pers di kantornya, Selasa, 1 Oktober 2024.

Jika dilihat dari kelompok pengeluaran, inflasi tahunan terbesar terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan angka 2,57 persen, yang memberikan kontribusi sebesar 0,73 persen terhadap inflasi umum.

Beberapa komoditas yang menyumbang inflasi di kelompok ini adalah beras dan sigaret kretek mesin, masing-masing menyumbang 0,23 persen dan 0,13 persen. Selain itu, komoditas seperti kopi bubuk, gula pasir, dan cabai rawit juga berperan dalam inflasi tahunan tersebut.

Namun, berbeda dari inflasi tahunan, pada skala bulanan, kelompok pengeluaran ini justru menyumbang deflasi terbesar. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatat deflasi bulanan sebesar 0,59 persen, dengan andil deflasi sebesar 0,17 persen.

Penurunan harga-harga di kelompok ini terutama disebabkan oleh beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, seperti ikan segar dan kopi bubuk, yang masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,02 persen.

"Di luar kelompok makanan, minuman, dan tembakau, komoditas lain yang memberikan kontribusi inflasi cukup besar adalah emas perhiasan dan nasi dengan lauk, masing-masing sebesar 0,3 persen dan 0,04 persen," tambah Amalia.

Data BPS menunjukkan bahwa komponen inti inflasi tahunan berada pada angka 2,09 persen, dengan kontribusi terbesar mencapai 1,34 persen. Komoditas yang mendominasi inflasi di bulan September 2024 adalah emas perhiasan, gula pasir, kopi bubuk, nasi dengan lauk, dan minyak goreng.

Sementara itu, inflasi tahunan pada komponen harga yang diatur oleh pemerintah mencapai 1,4 persen, memberikan kontribusi sebesar 0,27 persen. Beberapa komoditas yang memberikan kontribusi besar adalah sigaret kretek mesin, sigaret kretek tangan, sigaret putih mesin, dan tarif angkutan udara.

Adapun komponen harga yang bergejolak mencatat inflasi tahunan sebesar 1,34 persen, dengan andil sebesar 0,23 persen. Beberapa komoditas utama yang memengaruhi inflasi di kelompok ini adalah beras, cabai rawit, dan bawang putih. (*)