Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Eks Bos Lion Air Jadi Wakil MPR, Janji Perjuangkan Mahalnya Tiket Pesawat

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 October 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Eks Bos Lion Air Jadi Wakil MPR, Janji Perjuangkan Mahalnya Tiket Pesawat

KABARBURSA.COM - Wakil Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR), Rusdi Kirana, mengaku akan mengusut tuntas persoalan harga tiket pesawat domestik yang belakangan menjadi diskursus publik. Dia mengaku, hal itu menjadi salah satu isu utama yang hendak diperjuangkannya melalui lembaga legislatif.

Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menuturkan, naiknya harga tiket pesawat sebagaimana yang dikeluhkan bermuara pada harga jual yang terdiri dari cost, harga avtur, PPN, hingga sparepart pesawat yang harganya ikut meroket seiring dengan dinamika nilai tukar rupiah.

“Nah ini harus bersama-sama, tidak bisa hanya disatukan si airline-nya atau si supplier-nya. Ini mesti di bareng bagaimana kita yang namanya PPN itu kalau darat, laut tidak ada PPN. Bagaimana udara juga dibikinnya enggak sama itu saja sudah 10 persen, kemudian minyak,” kata Rusdi kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2024.

Eks Direktur Utama Lion Air itu menilai, baiknya perusahaa minyak dapat menekan harga logistik dalam mendistribusikan produknya ke daerah Timur. Pasalnya, kata dia, harga minyak di daerah tersebut cenderung lebih mahal dibanding wilayah lainnya.

“Yang diributkan lebih banyak dari daerah (Timur), karena memang di daerah itu minyaknya mahal. Kenapa mahal? Karena Pertamina harus membawa, ya, itu biaya. Bagaimana kalau dinaikin di Jakarta subsidi yang di Timur,” ungkapnya. 

Rusdi menuturkan, ada beberapa langkah yang dapat menekan tingginya harga tiket pesawat domestik. Menurutnya, keseimbangan harga dari avtur, PPN, hingga pengenaan bea bagi sparepart impor.

“Karena impor komponen itu dikenakan bea karena dikenakan bea, jadi kita tetap, pengusaha di Indonesia tidak banyak yang bisa memperbaiki komponen pesawat sehingga mereka kirim ke luar negeri. Karena kirim ke luar negeri itu biaya,” jelasnya.

Dia menuturkan, pembebasan bea bagi sparepart pesawat telah dilakukan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.  Dengan begitu, pengaruh valuta asing bagi industri penerbangan tidak sebesar saat ini.

“Hampir semua negara membebaskan itu akan terjadi para pengusaha yang mampu memperbaiki komponen. Sehingga valuta asing pengaruhnya gak sebesar yang sekarang. Selain itu si eranya juga harus efisiensi,” tutupnya.

KPPU Gelar Penyelidikan Dugaan Monopoli Avtur

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan atas dugaan praktik monopoli dan penguasaan pasar oleh PT Pertamina Patra Niaga terkait dengan bisnis bahan bakar pesawat, Avtur.

KPPU menduga, Pertamina bisa memonopoli bisnis Avtur dengan cara menolak penawaran kerja sama dengan pelaku usaha yang ingin masuk ke pasar Avtur maupun dengan penjualan terbatas pada afiliasi. “Penolakan ini membuat pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha penyediaan Avtur di bandar udara,” ungkap anggota KPPU Gopprera dalam siaran persnya yang dikutip, Jumat, 27 September 2024.

Keputusan untuk memulai penyelidikan teregister dengan nomor 21-89/DH/KPPU.LID.I/IX/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Penerbangan (Avtur) di Indonesia.

Dimulainya penyelidikan ditetapkan dalam Rapat Komisi yang dilaksanakan pada tanggal 18 September 2024 lalu. KPPU juga telah melakukan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran undang-undang dalam penyediaan dan pendistribusian Avtur di Indonesia selama beberapa bulan terakhir.

Melalui penyelidikan awal tersebut, KPPU menemukan adanya bukti awal atas dugaan pelanggaran Pasal 17 (praktik monopoli) dan Pasal 19 huruf a dan atau d (penguasaan pasar) oleh PT Pertamina Patra Niaga dalam penyediaan avtur di bandar udara. Penyelidikan awal ini didasari dari fakta tingginya harga Avtur di Indonesia, bahkan tertinggi di Asia Tenggara (ASEAN).

“Termasuk untuk harga Avtur di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, yang mengonsumsi terbesar Avtur di Indonesia,” ungkap Groppera.

Selain faktor implementasi kebijakan, KPPU menduga adanya monopoli dalam penyediaan Avtur juga dapat menjadi faktor tingginya harga Avtur. Untuk diketahui, hingga saat ini hanya terdapat empat perusahaan yang mengantongi izin niaga Avtur di Indonesia yakni PT AKR Corporindo, PT Dirgantara Petroindo Raya, PT Fajar Petro Indo, dan PT Pertamina Patra Niaga.

Tapi, dari jumlah tersebut, hanya dua perusahaan yang telah beroperasi dalam penyediaan Avtur di bandar udara, yaitu PT Pertamina Patra Niaga yang memasok ke 72 bandar udara komersial dan nonkomersial, dan PT Dirgantara Petroindo Raya yang memasok ke dua bandar udara nonkomersial.

Dari penyelidikan awal ini KPPU juga menemukan bentuk praktik monopoli dan penguasaan pasar dalam penyediaan Avtur tersebut, seperti adanya perilaku eksklusif yang mencegah masuknya pesaing potensial masuk ke dalam pasar dan penjualan yang hanya dilakukan kepada perusahaan terafiliasi.

Dalam hal ini, KPPU menduga PT Pertamina dan PT Pertamina Patra Niaga telah mengakibatkan pesaing PT Pertamina Patra Niaga mengalami hambatan untuk memasuki pasar Avtur.

Sementara berdasarkan Peraturan BPH Migas Nomor 13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara, penyediaan dan pendistribusian Avtur terbuka di setiap bandar udara bagi seluruh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan.

Bahkan bagi pelaku usaha yang tidak memiliki fasilitas penyimpanan dan penunjangnya, dapat melakukan co-mingle atau bekerja sama untuk tanki penyimpanan bersama melalui prinsip borrow and loan, vendor and consignment, atau sale and purchase yang berlaku umum dalam dunia penerbangan.