Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

ESDM Turunkan Harga Minas Sumatran Light USD73,76 per Barel

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 03 October 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
ESDM Turunkan Harga Minas Sumatran Light USD73,76 per Barel

KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia telah menetapkan harga jual resmi (Official Selling Price/OSP) untuk minyak Minas, yang dikenal sebagai Sumatran Light, pada level USD73,76 per barel untuk bulan September. Keputusan ini dirilis dalam sebuah dekrit yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.

Angka tersebut menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan harga pada bulan Agustus yang tercatat sebesar $80,47 per barel.

Selain Minas, beberapa harga resmi minyak mentah Indonesia lainnya untuk bulan September juga telah diumumkan, antara lain:

  • Attaka: USD72,99 per barel
  • Duri: USD78,71 per barel
  • Belida: USD72,97 per barel
  • Senipah Kondensat: USD66,04 per barel
  • Banyu Urip: USD77,10 per barel

Harga ini menjadi acuan bagi transaksi minyak mentah Indonesia di pasar internasional, yang turut dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak global dan permintaan energi. Penurunan harga Minas mengikuti tren harga minyak dunia yang mengalami fluktuasi dalam beberapa waktu terakhir.

Sementara itu, harga minyak mentah dunia justru mengalami kenaikan tipis pada penutupan perdagangan Rabu, 2 Oktober 2024, waktu setempat, atau Kamis dini hari WIB, 3 Oktober 2024. Kenaikan harga ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, terutama konflik antara Israel dan Iran. Serangan misil balistik yang diluncurkan Iran ke wilayah Israel menambah kekhawatiran pasar bahwa ketegangan ini bisa bereskalasi lebih jauh dan mengganggu pasokan minyak global.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik 27 sen atau 0,39 persen, menutup perdagangan pada USD70,10 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember bertambah 34 sen atau 0,46 persen menjadi USD73,90 per barel di London Futures Exchange.

Data dari Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS meningkat sebesar 3,9 juta barel pekan lalu, sementara persediaan bensin juga mengalami kenaikan signifikan sebanyak 11 juta barel. Peningkatan persediaan ini berpotensi menekan harga minyak, yang seharusnya mengalami kenaikan lebih tinggi di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.

Menurut para analis, kenaikan persediaan minyak di AS memperlihatkan bahwa pasokan minyak global masih relatif stabil, meskipun ada ancaman yang datang dari Timur Tengah.

Di tengah ketegangan ini, beberapa faktor lain tetap membatasi kenaikan harga minyak. OPEC+, organisasi yang beranggotakan negara-negara pengekspor minyak terbesar di dunia, masih berencana untuk meningkatkan produksi minyak pada Desember 2024. Langkah ini diambil untuk menjaga keseimbangan pasar dan merespons permintaan global.

Selain itu, produksi minyak di Amerika Serikat juga terus mencatat rekor tertinggi. Meskipun ada gangguan geopolitik di Timur Tengah, pasokan minyak dari AS membantu meredam lonjakan harga minyak lebih lanjut. Di sisi lain, permintaan minyak dari China, sebagai importir minyak terbesar dunia, tetap lemah sepanjang tahun ini. Hal ini turut memberikan tekanan terhadap harga minyak di pasar global.

“Pasokan global saat ini masih cukup besar, dan produksi tidak terganggu secara signifikan,” kata Yulia Zhetskova Grigsby, analis komoditas di Goldman Sachs.

“Meskipun ketegangan geopolitik meningkat, pasokan yang memadai membuat risiko kenaikan harga tetap terkendali,” lanjut dia.

Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan langkah-langkah yang diambil oleh OPEC+ serta peningkatan produksi minyak AS, pasar minyak global terus berada di bawah pengaruh dinamika yang kompleks. Ancaman terhadap pasokan minyak dari konflik di Timur Tengah dapat memicu volatilitas harga yang lebih tinggi, namun ketersediaan pasokan global yang relatif stabil membantu menjaga harga tetap terkendali.

Meskipun harga minyak mengalami kenaikan tipis pada perdagangan Rabu, investor tetap waspada terhadap potensi eskalasi konflik lebih lanjut yang dapat mempengaruhi pasokan energi global. Di tengah situasi yang tidak pasti ini, pasar energi akan terus memantau perkembangan konflik antara Israel dan Iran, serta kebijakan dari OPEC+ dan produsen minyak lainnya.

Harga minyak tidak banyak berubah pada Senin, 30 September 2024, tetapi mencatat penurunan 17 persen untuk kuartal III karena kekhawatiran akan meluasnya konflik di Timur Tengah yang dapat membatasi pasokan minyak mentah terhalang oleh penurunan permintaan global.

Seperti dilansir dari Reuters, kontrak berjangka Brent untuk pengiriman November, yang berakhir pada Senin, 30 September 2024, turun 21 sen menjadi menetap di USD71,77 per barel. Sementara itu, kontrak Brent yang lebih aktif untuk pengiriman Desember naik 27 sen menjadi USD71,81.

Patokan global ini mencatat penurunan 9 persen di bulan September, penurunan bulanan terbesar sejak November 2022. Setelah mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut, Brent turun 17 persen pada kuartal ketiga, menjadi kerugian kuartalan terbesar dalam satu tahun.

Kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun 1 sen menjadi USD68,17 per barel. Patokan minyak Amerika Serikat (AS) ini jatuh 7 persen di bulan September, penurunan bulanan terbesar sejak Oktober 2023, dan anjlok 16 persen, menjadi penurunan kuartalan terbesar sejak kuartal ketiga 2023.

Pada Senin, 30 September 2024, harga minyak didukung oleh kemungkinan bahwa Iran, produsen utama dan anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), mungkin terlibat langsung dalam meluasnya konflik di Timur Tengah. Sejak minggu lalu, Israel meningkatkan serangannya, dengan menyerang pemimpin Hezbollah dan Hamas di Lebanon serta menargetkan kelompok Houthi di Yaman. Ketiga kelompok ini didukung oleh Iran.

“Pasar sedang mempertimbangkan apakah konflik di Timur Tengah akan menyebar lebih luas di wilayah tersebut,” kata Tim Snyder, ekonom di Matador Economics.

Harga minyak merespons secara terbatas terhadap pengumuman langkah-langkah stimulus fiskal dari Beijing minggu lalu. China, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia dan importir minyak terbesar, telah menunjukkan permintaan yang lebih lemah dari yang diharapkan sepanjang tahun ini.(*)