KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mengidentifikasi penyebab Papua mencatat inflasi tahunan tertinggi pada September 2024. Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan sejumlah provinsi di Papua mengalami inflasi tahunan yang lebih tinggi dibandingkan provinsi lain, dengan komoditas tertentu memberikan kontribusi besar terhadap kenaikan harga.
Amalia menyebut komoditas penyumbang inflasi tahunan di Papua bervariasi, tergantung pada karakteristik wilayahnya. Papua Pegunungan mencatat inflasi tertinggi, mencapai 4,14 persen. "Kontribusi utama terhadap inflasi di Papua Pegunungan berasal dari sigaret kretek tangan sebesar 1,21 persen, ketela rambat 0,96 persen, dan cabai rawit 0,57 persen," jelas Amalia dalam rilis BPS yang disampaikan melalui kanal YouTube BPS Statistics, Selasa, 1 Oktober 2024.
Sementara itu, Papua Tengah menempati posisi kedua dengan inflasi sebesar 3,83 persen. Di wilayah ini, komoditas seperti cabai rawit, beras, dan emas perhiasan menjadi penyebab utama tingginya inflasi.
Papua Barat, dengan inflasi tahunan 2,91 persen, mencatat bahwa ikan segar, beras, dan tarif angkutan udara atau tiket pesawat menjadi faktor utama yang mempengaruhi kenaikan harga. Di Papua Barat Daya, yang mengalami inflasi sebesar 2,59 persen, komoditas seperti ikan segar, beras, dan cabai rawit turut memberikan kontribusi besar.
"Terlihat jelas bahwa meskipun provinsi-provinsi ini berada di wilayah yang sama, yaitu Papua, komoditas yang menyumbang inflasi di setiap wilayah berbeda-beda, tergantung pada karakteristik daerah tersebut," terang Amalia.
BPK merilis data yang menunjukkan Papua Pegunungan sebagai wilayah dengan inflasi tertinggi di kawasan Maluku-Papua, mencapai 4,14 persen. Sebaliknya, Papua mencatat inflasi terendah di kawasan tersebut dengan tingkat 0,82 persen.
Di Pulau Sumatra, Kepulauan Riau tercatat sebagai daerah dengan inflasi tertinggi sebesar 2,53 persen, sementara Kepulauan Bangka Belitung berada di posisi terendah dengan inflasi hanya 0,49 persen.
Kalimantan Timur mencatat inflasi tertinggi di Pulau Kalimantan, mencapai 2,16 persen. Sedangkan Kalimantan Tengah mencatat inflasi terendah sebesar 1,45 persen.
Untuk Pulau Sulawesi, inflasi tertinggi terjadi di Sulawesi Utara dengan angka 3,66 persen, sementara Sulawesi Tenggara mencatat inflasi terendah sebesar 1,06 persen.
Di Pulau Jawa, Jawa Barat menjadi wilayah dengan inflasi tertinggi sebesar 2,08 persen, sedangkan Jawa Tengah mencatat inflasi terendah di level 1,57 persen.
Terakhir, Bali mencatat inflasi tertinggi di kawasan Bali-Nusa Tenggara dengan angka 2,67 persen, sementara Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat inflasi terendah di level 1,07 persen.
BPS jugamelaporkan Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2024 mencapai 120,30, naik 0,38 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). NTP merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani, yang juga mencerminkan daya beli serta kesejahteraan petani di pedesaan.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebut kenaikan NTP disebabkan oleh meningkatnya indeks harga yang diterima petani sebesar 0,20 persen ke angka 145,01. Sementara itu, indeks harga yang dibayar petani justru turun 0,18 persen menjadi 120,54.
Sejumlah komoditas yang berkontribusi terhadap kenaikan indeks harga yang diterima petani meliputi gabah, kelapa sawit, kopi, dan karet. Sebaliknya, penurunan indeks harga yang dibayar petani dipengaruhi oleh harga cabai merah, cabai rawit, bensin, dan tomat sayur.
BPS juga mencatat kenaikan tertinggi NTP terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR), dengan peningkatan sebesar 1,72 persen. Sebaliknya, penurunan terbesar dialami oleh sektor hortikultura yang turun 6,41 persen, dipicu oleh penurunan harga yang diterima petani sebesar 6,51 persen, lebih besar dari penurunan harga yang dibayar petani sebesar 0,10 persen.
Amalia juga menyampaikan dari sisi wilayah, sebanyak 24 provinsi mencatatkan kenaikan NTP, dengan Bengkulu mengalami kenaikan tertinggi sebesar 2,68 persen. Sementara itu, Papua Barat mengalami penurunan terdalam sebesar 2,02 persen.
Target 26 Ribu Petani
Kenaikan NTP di beberapa sektor, terutama tanaman perkebunan rakyat, menjadi sinyal positif bagi upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Salah satu komoditas yang mendapat perhatian lebih adalah tebu, mengingat pentingnya peran sektor ini dalam mewujudkan swasembada gula nasional. PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau Holding BUMN Pangan ID FOOD mengambil langkah konkret dengan memperkuat kemitraan bersama petani tebu rakyat sebagai bagian dari upaya tersebut.
Direktur Utama ID FOOD, Sis Apik Wijayanto, menyatakan ketersediaan pasokan bahan baku tebu yang stabil adalah kunci utama menuju swasembada gula. Menurutnya, hal tersebut hanya dapat tercapai jika minat masyarakat, terutama para petani, dalam menanam tebu terus meningkat. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis 15 Agustus 2024.
“Upaya memacu ketertarikan masyarakat, khususnya petani, untuk menanam tebu menjadi prioritas utama kami. Oleh karena itu, Pabrik Gula (PG) ID FOOD Group aktif meningkatkan program kemitraan dengan petani tebu rakyat di sekitar wilayah pabrik,” ungkap Sis Apik.
Ia menjelaskan kemitraan yang dijalankan mengedepankan prinsip keadilan dan transparansi dalam pembagian hasil, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
“Komitmen kami dalam menjalankan tata kelola kemitraan yang adil dan transparan telah terbukti meningkatkan kepercayaan serta mendorong pertumbuhan jumlah kemitraan petani tebu yang bekerja sama dengan pabrik gula ID FOOD Group,” jelasnya.
Sis Apik menambahkan, jumlah kemitraan dengan petani tebu bahkan menjadi indikator kinerja utama perusahaan. Hingga semester I tahun ini, ID FOOD telah bermitra dengan 25 ribu petani tebu, mencapai 93 persen dari target 26 ribu petani tebu yang ditetapkan untuk tahun ini.
Pada tahun 2023, PT PG Rajawali I, anak perusahaan ID FOOD yang beroperasi di sektor gula di Jawa Timur, sukses meningkatkan angka kemitraan melalui penerapan Sistem Resi Gudang (RSG) dan fasilitasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta kredit mikro bekerja sama dengan perbankan. Model ini berhasil menggandeng 19 ribu petani tebu, dengan kontribusi pasokan mencapai 75 persen dari total tebu yang digiling. “PT PG Rajawali I juga melakukan pembelian gula petani sebanyak 50,6 ribu ton,” katanya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.