KABARBURSA.COM - Pemerintah berencana akan menaikkan pajak membangun atau merenovasi rumah sendiri atau secara mandiri dari 2,2 persen menjadi 2,4 persen pada tahun 2025.
Sekilas, angka kenaikan 0,2 persen terlihat kecil. Namun, sesungguhnya ada ancaman besar yang tersembunyi di baliknya, yaitu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menilai kenaikan dari 2,2 persen menjadi 2,4 persen tidak berdampak signifikan.
“Yang terlihat hanya kenaikan dalam jumlah kecil, tapi di balik itu ada gunung es yaitu kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan berdampak besar,” kata Bambang kepada Kabar Bursa, Jumat, 20 September 2024.
Menurut dia, meskipun angka kenaikan 0,2 persen tampak sepele, penting untuk dipahami bahwa kenaikan tersebut merupakan bagian dari total PPN yang akan mencapai 12 persen. Hal tersebut akan membawa efek domino yang lebih besar daripada yang diperkirakan.
“Jadi, yang dikhawatirkan bukanlah kenaikan dari 2,2 persen ke 2,4 persen, tapi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen, Ini akan memberikan efek domino pada harga barang dan daya beli,” ungkap dia.
Bambang menyebutkan, kenaikan PPN 12 persen akan berdampak tidak hanya pada properti, tapi semua barang dan jasa yang dijual perusahaan akan terkena imbasnya. Kenaikan biaya material bangunan pun tidak bisa dihindari.
Ketika ada perusahaan yang sudah wajib memungut pajak, mereka akan menggunakan komponen pajak 12 persen, sehingga dampaknya akan besar.
Menurutnya, kenaikan tersebut bukan hanya dari 11 menjadi 12 persen, tetapi seluruh barang dan aspek lain akan terkena dampaknya. Terutama bagi para developer yang menggunakan material bangunan, pajaknya juga akan ikut naik dari 11 menjadi 12 persen.
Sebagai contoh, developer properti yang menggunakan material bangunan dengan pajak 11 persen akan harus menanggung pajak 12 persen. Dengan demikian ini bukan sekadar kenaikan 1 persen, tapi peningkatan signifikan yang bisa menggandakan kenaikan biaya konstruksi.
“Artinya harga konstruksi akan naik, ditambah lagi dengan PPN 12 persen. Jadi dalam tanda petik, naiknya kuadrat,” ujar Bambang.
Mengkhawatirkan lagi adalah, kenaikan pajak ini terjadi di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi COVID-19. Bambang menyebut, lebih dari 10 persen masyarakat menengah mengalami penurunan kelas ekonomi akibat dampak pandemi, kondisi politik global, dan krisis pangan global.
Dalam kondisi ini, Bambang memprediksikan daya beli masyarakat kelas menengah dan ke atas melemah. Alih-alih berinvestasi properti, mereka akan lebih memilih untuk menahan pembelian dan fokus pada kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan pendidikan.
“Masyarakat (konsumen) dari kalangan menengah akan cenderung wait and see untuk membeli properti dan lebih memprioritaskan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan pendidikan,” tuturnya.
Pada akhirnya, Bambang mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kenaikan harga barang akan terus terjadi, sementara daya beli masyarakat semakin menurun.
“Yang dikhawatirkan adalah, barang yang sama harganya naik, sedangkan daya beli masyarakat menurun,” pungkas Bambang.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Prastowo Yustinus mengatakan, pembangunan atau renovasi rumah yang dikenakan PPN adalah rumah dengan luas 200 meter persegi ke atas.
Dia menyebut, pembangunan atau renovasi di bawah 200 meter persegi tidak dikenakan PPN.
Prastowo memastikan, pajak tersebut tidak akan dikenakan pada kegiatan renovasi minor yang tidak bermaksud memperluas bangunan dan struktur besar.
“Jika renovasinya bersifat minor dan tidak menyebabkan perluasan bangunan atau perubahan struktur besar, tidak dikenakan PPN Kegiatan Membangun Sendiri (KMS),” kata dia melalui cuitannya di media sosial X @prastow yang dikutip, Selasa, 17 September 2024.
Dia jelaskan, PPN KMS berlaku jika membangun bangunan baru atau merenovasi perluasan bangunan yang luas bangunannya mencapai atau melebihi 200 meter persegi.
“Jadi, untuk renovasi minor seperti penggantian atap atau pintu, tidak akan dikenakan PPN,” jelas Prastowo.
Menurut dia, kenaikan PPN untuk pembangunan rumah sendiri seharusnya tidak terlalu berdampak pada minat masyarakat untuk membangun rumah.
Menurut Prastowo, PPN KMS mengedepankan prinsip keadilan, di mana rumah dengan luas 200 meter persegi umumnya dimiliki oleh masyarakat yang secara ekonomi mampu.
“Jika ingin membangun bangunan kecil atau sederhana, seharusnya tidak terlalu terasa signifikan dampaknya,” ujarnya.
“Kami memastikan kebijakan ini adil, dan melindungi masyarakat kecil dari tambahan biaya pajak. Hanya menyasar kelompok masyarakat lebih mampu,” tambah Prastowo. (*)