KABARBURSA.COM - Serikat Pekerja (SP) Indofarma tengah berupaya mendapatkan haknya, yaitu pembayaran gaji. Karyawan Indofarma mengaku untuk membeli beras saja mereka sulit.
Serikat Pekerja Indofarma menyatakan, perusahaan masih berutang gaji kepada karyawan dengan total sebesar Rp95 miliar.
Ketua Umum SP Indofarma, Meidawati mengatakan, permasalahan ini telah membuat susah para karyawan. Bahkan, beberapa anggota sudah tidak sanggup membeli beras.
“Ada anggota yang WA (WhatsApp), dia bilang ‘Bu tolong berikan gaji kami. Beras satu liter saja enggak ada di rumah. Untuk beras satu liter seharga Rp15.000 saja kami tidak sanggup membelinya,” kata Meidawati, Jumat, 30 Agustus 2024.
Meidawati mengaku sudah melaporkan persoalan yang dihadapi karyawan Indofarma ini kepada banyak pihak, yakni Kementerian BUMN, hingga Kementerian Ketenagakerjaan.
“Ke holding, kementerian, sampai teriak-teriak di jalan sudah kami lakukan,” ungkapnya.
Namun, kata Meidawati, hingga saat ini permasalahan yang dialami karyawan Indofarma tak kunjung mendapatkan solusi. Dia pun sangat berharap kepada Komisi VI DPR RI untuk memberikan solusi terhadap persoalan ini.
“Kami sudah mengirimkan surat ke manapun. Kami sangat berharap dengan DPR, karena ini adalah rumahnya rakyat, wakilnya rakyat,” pungkas Meidawati.
Sebelumnya, PT Indofarma Tbk mengakui pihaknya tengah mengalami masalah dengan keuangan sehingga kesulitan membayar gaji karyawan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan penyebab bermasalahnya keuangan Indofarma karena anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM), tidak menyetorkan dana hasil penjualan produk-produk Bio Farma.
Padahal, IGM sebagai pihak yang mendistribusikan atau menjual produk-produk buatan Indofarma, sudah menerima dana dari pihak ketiga atas hasil penjualan produk-produk tersebut. Namun, hasil penjualan tidak disetorkan sehingga menyebabkan Indofarma mengalami kerugian dan tak mampu membayarkan gaji karyawan.
“Jadi Indofarma Global Medika ternyata sudah melakukan penagihan kepada pihak ketiga, dan tagihannya sudah masuk, tapi tidak disetorkan ke Indofarma. Di sinilah problem besarnya,” jelas Arya dalam konferensi pers virtual, Selasa, 21 Mei 2024.
Berdasarkan hasil audit internal, setidaknya ada dana sebesar Rp470 miliar yang tidak disetorkan Indofarma Global Medika ke Indofarma. Akibat kondisi itu, pembayaran gaji karyawan Indofarma dalam beberapa bulan sempat dibantu oleh PT Bio Farma (Persero), sebagai induk dari Indofarma.
Menurut Arya, pada dasarnya Indofarma tidak mampu membayarkan gaji karyawan sejak akhir 2023, meskipun isu pembayaran gaji yang mandek mencuat pada Maret 2024.
“Jadi permasalahan ini bukan baru sekarang ini, tapi sudah sejak beberapa bulan sebelumnya, gaji karyawan dibayarkan oleh Bio Farma,” ujarnya.
“Kalau Indofarma itu tidak di bawah Bio Farma, mungkin dari tahun lalu gaji karyawan Indofarma tidak dibayarkan,” sambung Arya.
Dia bilang, Bio Farma pun telah mengeluarkan miliaran rupiah untuk membayar gaji karyawan Indofarma. Namun, kondisi ini tidak bisa berlangsung terus-menerus karena akan membebani keuangan Bio Farma.
Maka dari itu, Bio Farma pun membatasi pengeluaran untuk menanggung kewajiban anak usahanya itu. Kondisi ini pada akhirnya berdampak pada mandeknya pembayaran gaji karyawan Indofarma saat ini.
“Sekarang ini dibatasi, enggak bisa lagi Bio Farma menggelontorkan uang kepada Indofarma, sehingga pembayaran gaji karyawan Indofarma terhambat. Kalau terus-terusan ditanggung Bio Farma, ya kasihan Bio Farma,” katanya.
Untuk diketahui, Indofarma tengah menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) karena tidak mampu membayarkan utang-utangnya.
Terkait nasib Indofarma beserta karyawannya ke depan, menurut Arya, pihaknya menunggu hasil sidang PKPU.
“Kita lihat nanti bagaimana hasil PKPU dan sebagainya. Apalagi kita tahu bahwa Indofarma ini masih mendapatkan pekerjaan-pekerjaan. Tapi pekerjaan-pekerjaan dia biasanya pendanaannya diukur oleh holdingnya. Itu tetap kita lakukan supaya Indofarma tetap bisa melaksanakan operasional ini,” ucap Arya.
Ketua Biro Konseling dan Advokasi SP Indofarma Ahmad Furqon mengatakan, kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan terjadi sejak pembentukan holding BUMN farmasi pada 2020.
Awalnya, menurut Furqon, karyawan meyakini langkah tersebut dapat menjadi titik balik Indofarma Group.
“Ternyata dengan pembentukan holding, Indofarma diminta shifting, berubah, yang asalnya bergerak dibidang farma menjadi alat kesehatan (alkes) dan herbal,” kata Furqon saat RDPU di Komisi VI DPR RI, Rabu, 28 Agustus 2024.
Perubahan yang seketika terjadi itu membuat Indofarma terguncang dan tidak mudah untuk bisa secara cepat mengubah bisnis dari farma menjadi alkes dan herbal.
Periode 2020-2022 menjadi perhatian serikat pekerja lantaran pihaknya sudah mulai mencium adanya potensi fraud ketika terjadi rangkap jabatan manajer akuntansi dan keuangan di Indofarma dan anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM).
“Tahun 2020-2023 berdasarkan hasil audit investigasi BPK ditemukan adanya praktik fraud di Indofarma sebesar Rp371 miliar dan piutang bermasalah anak perusahaan IGM sebesar Rp470 miliar,” tuturnya.
Dia menerangkan bahwa sebagian besar temuan tersebut merupakan produk COVID-19 yang tidak terserap konsumen sehingga membuat produk kadaluarsa di gudang Indofarm, seperti Oseltamivir, Ivermectin, hingga Desrem.
Selanjutnya, pada 2024, Indofarma mengalami gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sejak saat itu Indofarma Group tidak lagi sanggup membayarkan gaji karyawan dengan penuh.
SP Indofarma mencatat total tunggakan gaji karyawan yang belum dibayarkan oleh PT Indofarma Tbk dan anak usahanya, PT Indofarma Global Medika hingga saat ini mencapai Rp95 miliar.
“Total sampai saat ini belum dibayarkan atau diutangkan oleh perusahaan ke karyawan di Indofarma Rp65 miliar dan Rp30 miliar di IGM jadi total Rp95 miliar,” paparnya. (*)