KABARBURSA.COM - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa setiap tahun Indonesia mengimpor 297 juta barel minyak lebih besar dari produk dalam negeri.
Rinciannya adalah 129 juta barel minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Jadi produksi minyak Indonesia itu 221 juta barel dalam setahun. Impor kita 297 juta barel, terdiri dari 129 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM)," kata Bahlil dikutip dari laman Kementerian ESDM, Selasa, 27 Selasa 2024.
Sedangkan konsumsi BBM nasional tahun lalu yaitu mencapai sekitar 505 juta barel yang terbagi dalam beberapa sektor, di antaranya sektor tranportasi yang mengonsumsi sebesar 248 juta barel atau 49 persen, disusul sektor industri sebesar 171 juta barel atau 34 persen, sektor ketenagalistrikan yang menyedot 38,5 juta barel atau 8 persen, serta sektor aviasi yang mengonsumsi BBM sebanyak 28,5 juta barel atau 6 persen.
Besarnya impor minyak untuk konsumsi berbagai sektor tersebut menguras devisa negara. Pada tahun lalu mencapai devisa negara yang digunakan sebesar Rp396 triliun. Oleh karena itu, jelas Bahlil, pemerintah sedang menyusun strategi agar impor minyak tersebut bisa dikurangi.
"Strategi kita dengan melihat keunggulan dan kelemahan kita, yang pertama adalah optimalisasi produksi minyak bumi dengan teknologi. Saya kasih contoh di Banyu Urip, itu dikerjakan oleh ExxonMobil. Itu yang didapatkan pertama kurang lebih sekitar 90.000 sampai dengan 100.00. Barrel Oil per Day (BOPD). Tapi kemudian diinjeksi dengan teknologi yang mereka miliki, sekarang bisa mencapai 140.00 sampai dengan 160.000 BOPD," terangnya.
Strategi kedua adalah dengan melakukan reaktivasi sumur-sumur yang idle atau menganggur.
Kata Bahlil, dari total 44.985 sumur yang ada di Indonesia, terdapat 16.990 sumur yang masuk pada kriteria idle well. Namun demikian, tidak semua memiliki potensi untuk direaktivikasi karena sesuatu dan lain hal, seperti tidak adanya potensi subsurface, keekonomian yang tidak terpenuhi karena high cost rectivation dan harga minyak mentah dunia pada saat itu, serta faktor HSE dan non teknikal lainnya.
Dan, terakhir atau strategi ketiga adalah dengan melakukan eksplorasi migas khususnya di wilayah Indonesia Timur.
Menurut Bahlil, wilayah tersebut memiliki potensi penemuan-penemuan cadangan baru sehingga pemerintah akan mendorong percepatan melalui skema kerja sama dan insentif yang lebih menarik.
"Fokus area kita sekarang itu adalah di daerah-daerah wilayah timur ini. Jadi di wilayah-wilayah timur sekarang. Ada beberapa blok yang potensinya bagus, seperti di Seram, Buton, di Laut Aru Arafura, Warim, dan Timor," ungkapnya.
Harga minyak mengalami penurunan lebih dari 1 persen pada Kamis, 22 Agustus 2024, dipicu oleh revisi besar-besaran data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang menjadi sorotan para investor.
Menurut laporan dari Reuters, harga minyak Brent untuk pengiriman Oktober merosot USD1,15 (1,49 persen) menjadi USD76,05 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD1,24 (1,69 persen) menjadi USD71,93 per barel. Revisi dari Departemen Tenaga Kerja AS mengungkapkan bahwa penambahan lapangan pekerjaan di AS selama setahun hingga Maret 2024 jauh lebih sedikit dari yang dilaporkan sebelumnya. Perkiraan total lapangan kerja untuk periode April 2023 hingga Maret 2024 dikurangi sebanyak 818.000 pekerjaan.
"Pasar kini beralih dari mengantisipasi ekonomi yang lebih kuat ke kemungkinan pendaratan keras, yang membuat harga minyak sulit untuk bergerak naik," kata Phil Flynn, analis dari Price Futures Group.
Revisi data ini juga membayangi dukungan dari penurunan persediaan minyak AS dan rilis risalah pertemuan The Fed yang menunjukkan kemungkinan pemangkasan suku bunga pada September mendatang.
Persediaan minyak mentah AS, bensin, dan distilat mencatat penurunan pada minggu yang berakhir 16 Agustus, menurut Administrasi Informasi Energi (EIA) pada Rabu. Persediaan minyak mentah turun sebesar 4,6 juta barel menjadi 426 juta barel, melampaui ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan sebesar 2,7 juta barel.
Pejabat The Fed pada pertemuan bulan lalu lebih condong mendukung pemangkasan suku bunga pada pertemuan kebijakan September mereka. Beberapa bahkan siap untuk segera mengurangi biaya pinjaman, sebagaimana diungkapkan dalam risalah pertemuan 30-31 Juli lalu.
Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman, yang dapat memperlambat aktivitas ekonomi dan, pada gilirannya, mengurangi permintaan minyak.
Kekhawatiran tentang ekonomi China terus menjadi perhatian utama investor karena potensi melemahnya ekonomi negara tersebut dapat berdampak signifikan pada permintaan minyak mentah global. Masalah ekonomi di China telah menyebabkan marjin pemrosesan yang lemah dan permintaan bahan bakar yang rendah, sehingga memengaruhi operasi kilang minyak, baik milik negara maupun independen. Hal ini menambah tekanan pada harga minyak, yang sudah dipengaruhi oleh berbagai faktor global.
Tim Snyder, kepala ekonom di Matador Economics, menekankan bahwa ekonomi China saat ini menjadi barometer utama bagi pasar energi. Setiap tanda negatif dari China cenderung memberikan tekanan pada pasar energi global.
Di sisi lain, ketegangan di Timur Tengah juga berkontribusi pada volatilitas pasar minyak. Sebuah kapal tanker minyak berbendera Yunani menjadi sasaran serangan di Laut Merah, yang merupakan jalur penting bagi pengiriman minyak global. Serangan ini dilakukan oleh militan Houthi yang bersekutu dengan Iran dan telah mengganggu pengiriman internasional di wilayah tersebut sejak November lalu. Kejadian ini menambah kekhawatiran tentang stabilitas aliran minyak mentah melalui jalur yang strategis ini.
Selain itu, perkembangan geopolitik di Timur Tengah, termasuk upaya diplomasi oleh Presiden AS Joe Biden dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken, terus mempengaruhi sentimen pasar. Meski belum ada kesepakatan mengenai gencatan senjata antara Israel dan militan Hamas, upaya untuk menjaga potensi gencatan senjata dan stabilitas di wilayah tersebut tetap menjadi fokus diplomasi internasional. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.