KABARBURSA.COM - Ketegangan militer yang meningkat antara Israel dan kelompok Hizbullah telah membawa dampak negatif terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) siang ini. Menurut data pada Selasa, 27 Agustus 2024 pukul 12.00 WIB, nilai tukar rupiah diperdagangkan pada level Rp15.483 per dolar AS, melemah sebesar 45 poin atau 0,29 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan pada Senin, 26 Agustus 2024 sore yang berada di posisi Rp15.438 per dolar AS.
Lukman Leong, seorang analis pasar uang, menjelaskan bahwa eskalasi konflik antara Israel dan Hizbullah menjadi faktor utama yang menekan nilai tukar rupiah hari ini.
"Dolar AS juga mengalami rebound meskipun tidak terlalu signifikan, setelah data pesanan barang tahan lama (durable goods order) Amerika Serikat menunjukkan hasil yang lebih kuat dari perkiraan," kata Lukman, Selasa, 27 Agustus 2024.
Lukman juga menyoroti bahwa kekhawatiran terkait situasi di Timur Tengah dapat mendorong investor untuk menghindari aset-aset berisiko, termasuk rupiah.
"Meskipun dampaknya saat ini masih belum terlalu besar," tambahnya.
Ketegangan meningkat setelah Hizbullah melancarkan serangan besar-besaran terhadap Israel pada Minggu dini hari waktu setempat. Lebih dari 300 roket dan drone diluncurkan oleh kelompok yang didukung Iran dari Lebanon tersebut ke arah Israel, sebagai balasan atas pembunuhan salah satu komandan mereka, Fuad Shukr, di Beirut pada akhir Juli lalu.
Hizbullah memenuhi janjinya untuk membalas dendam dengan menargetkan 11 pangkalan dan barak militer Israel. Dataran Tinggi Golan, yang telah dianeksasi Israel dari Suriah, juga menjadi salah satu target utama serangan.
"Jumlah roket Katyusha yang diluncurkan hingga saat ini lebih dari 320, semuanya diarahkan ke posisi musuh," demikian pernyataan Hizbullah yang dikutip dari AFP pada Senin (26/8). "Misi tahap pertama telah berhasil diselesaikan," tambah kelompok bersenjata tersebut.
Namun pada sesi pagi, nilai tukar rupiah terus menampilkan ketangguhan, menguat sebesar 0,35 persen menjadi Rp 15.439 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin 26 Agustus 2024. Faktor eksternal memainkan peran kunci dalam penguatan ini.
David Sumual, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), menjelaskan bahwa arah kebijakan suku bunga The Fed yang semakin jelas menjadi salah satu pendorong utama bagi nilai tukar rupiah. Hal ini juga tercermin dari arus masuk dana asing yang kembali mengalir ke Indonesia, termasuk dalam pasar Surat Berharga Negara (SBN).
“Pasar sepertinya kembali optimis terhadap aset rupiah. Imbal hasil obligasi Indonesia juga menarik, yang menjadi indikasi positif,” ujar David, dikutip Selasa 27 Agustus 2024.
Menurut David, jika permintaan SBN tetap tinggi, ini mencerminkan keyakinan investor terhadap aset berdenominasi rupiah. SBN adalah instrumen investasi dengan jangka waktu menengah hingga panjang, sering kali lebih dari satu tahun. Ini merupakan sinyal positif untuk rupiah dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Dari sisi fundamental, David mencatat bahwa Indonesia masih menunjukkan performa yang baik dengan inflasi yang terkendali dan peningkatan neraca transaksi berjalan, yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid.
Namun, terdapat tantangan domestik seperti lemahnya daya beli masyarakat dan ketidakpastian terkait pemilihan menteri serta program-program pemerintah mendatang. David menyebutkan bahwa kenaikan rupiah saat ini mungkin tergolong overshoot. Berdasarkan perhitungannya, nilai wajar rupiah berada di kisaran Rp 15.500 hingga Rp 16.000 per dolar AS.
David menjelaskan bahwa overshoot ini terjadi karena Bank Indonesia (BI) hanya melakukan intervensi ketika rupiah melemah secara signifikan, sementara saat menguat, BI cenderung membiarkannya (intervensi pasif).
Menurut David, BI sebaiknya melakukan intervensi aktif, seperti yang dilakukan Jepang. Jika mata uang mengalami fluktuasi signifikan, bank sentral harus melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas sektor riil. Saat ini, kondisi membuat sektor riil sulit untuk mengambil keputusan, namun investor portofolio cenderung menyukai pergerakan seperti ini.
Dengan situasi saat ini, rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp 15.300 hingga Rp 15.700 per dolar AS dalam jangka pendek. Hingga akhir tahun, David memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp 15.200 hingga Rp 15.800 per dolar AS. Rentang ini mempertimbangkan ketidakpastian terkait kebijakan The Fed, situasi geopolitik di Timur Tengah, dan pemilihan umum di AS.
Lukman Leong, Pengamat Komoditas dan Mata Uang, menyebutkan bahwa penguatan mata uang di pasar berkembang dipengaruhi oleh semakin jelasnya arah pemangkasan suku bunga The Fed. Oleh karena itu, prospek mata uang dipandang menarik.
Dolar AS diperkirakan akan terus melemah, terutama setelah data ekonomi AS dan pernyataan dovish dari Jerome Powell dalam beberapa pekan terakhir.
Lukman menilai mata uang yang menarik untuk diperhatikan adalah MYR dengan target di 4-4,1; IDR di rentang Rp 14.650 hingga Rp 15.000 per dolar AS; THB di 32,6 per dolar AS; dan Peso (PHP) di 53-54 per dolar AS.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.