Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Anak Buah Airlangga Tanggapi Prediksi IMF soal Utang Indonesia

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 26 August 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Anak Buah Airlangga Tanggapi Prediksi IMF soal Utang Indonesia

KABARBURSA.COM - Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi rasio utang pemerintah Indonesia akan mengalami penurunan dalam lima tahun mendatang, atau di masa pemerintahan Prabowo Subianto, dengan mencapai tingkat 38,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2029.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan di Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan pemerintah tetap konsisten dalam mengelola utang secara hati-hati dan terukur.

Menurut Ferry, pemerintah menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo dengan optimal, sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa tetap sehat, kredibel, dan berkesinambungan.

"Pembiayaan melalui utang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN ketika pendapatan negara belum sepenuhnya mampu membiayai keseluruhan belanja negara atau ketika dibutuhkan pembiayaan investasi," kata Ferry, Senin, 26 Agustus 2024.

Kata Ferry, pengelolaan utang yang terkendali ini telah berkontribusi dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Rasio utang pemerintah terhadap PDB pada periode 2014 hingga 2019 tercatat jauh lebih rendah dibandingkan saat ini, yaitu berada di kisaran 24,68 persen hingga 30,23 persen. Namun, angka tersebut mulai meningkat dengan laju moderat, terutama untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur.

Meskipun sempat melonjak tajam selama pandemi COVID-19, pemerintah berhasil mengendalikan laju kenaikan utang sejak 2021 hingga sekarang.

Ferry menjelaskan bahwa utang juga menjadi alat strategis untuk mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, terpenting untuk memperkuat daya tahan ekonomi nasional terhadap guncangan global.

Per Juli 2024, utang pemerintah tercatat sebesar Rp8.502,69 triliun, naik Rp57,82 triliun dibandingkan akhir Juni 2024.Meskipun ada kenaikan nominal, rasio utang terhadap PDB justru turun dari 39,13 persen pada Juni 2024 menjadi 38,68 persen pada akhir Juli lalu.

Posisi rasio utang ini masih berada di bawah batas aman sebesar 60 persen dari PDB, sesuai ketentuan dalam UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Ke depan, pemerintah berkomitmen untuk terus menurunkan rasio utang terhadap PDB dengan berbagai strategi, seperti optimalisasi pendapatan negara melalui reformasi perpajakan yang efektif, serta pemberian insentif fiskal yang terukur untuk mendorong akselerasi investasi sambil tetap menjaga iklim investasi yang kondusif.

Meskipun pemerintah berencana untuk membiayai utang senilai Rp775,9 triliun tahun depan, proyeksi rasio utang terhadap PDB tahun 2025 diperkirakan berada di kisaran 37,82 persen hingga 38,71 persen.

Sebelumnya, IMF dan S&P Global Ratings memberikan penilaian positif terhadap manajemen utang Indonesia. IMF dalam Article IV Consultation 2024 menyatakan bahwa Indonesia menunjukkan disiplin fiskal yang kuat, dengan proyeksi penurunan rasio utang menjadi sekitar 38,3 persen PDB dalam jangka menengah. S&P Global Ratings mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level ‘BBB’ dengan prospek stabil.

Tertinggi Kedua Setelah India

Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Riza Annisa Pujarama mengungkap, perkembangan utang Indonesia semakin mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Kementerina Keuangan, per Juli 2024 utang Indonesia mencapai Rp8,502 triliun.

Sementara bunga utang, tutur Riza, kebutuhan pembiayaan utang Indonesia sebesar Rp775,9 triliun yang jatuh tempo ditambah bunga utang sebesar Rp552,85 triliun yang harus dibayarkan di 2025.

"Yang menjadi permasalahan dari pembiayaan adalah, semakin tingginya pembiayaan utang kita risikonya adalah bunga utang semakin tinggi. Kenapa kita harus perhatikan? Yield-nya, imbal-hasil dari penarikan utang kita itu sangat tinggi," kata Riza dalam acara diskusi publik bertajuk ‘RAPBN di Masa Transisi: Apa Saja yang Harus Diantisipasi?’ yang diikusi secara daring, Minggu, 18 Agustus 2024.

Dibandingkan dengan negara lainnya di kawasan Asia, kata Riza, yield 10 tahun Indonesia berada di level 6,705. Adapun angka itu menempati posisi tertinggi kedua setelah India sebesar 6,871.

“Dibandingkan dengan South East Asean, kita itu paling tinggi biaya utangnya,” jelasnya.

Sementara utang jatuh tempo Indonesia di pasar Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun 2025 sebesar Rp705,5 triliun. Sedangkan untuk utang pinjaman internasional sebesar Rp94,83 triliun di tahun depan.

Di sisi lain, Riza menilai, RAPBN 2025 tidak seoptimis tahun-tahun sebelumnya. Hal itu mengacu pada postur asumsi dasar makro ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2024.

"Kalau dari sisi asumsi dasar makro, untuk RAPBN tahun 2025 ini tidak seoptimis dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi lebih rasional sehinggi diharapkan nanti target-target pembangunan dan sasarannya mudah-mudahan bisa tercapai," jelasnya.

Berdasarkan target pertumbuhan ekonomi 2025, pemerintahan selanjutnya menargetkan pertumbuhan yang sama dengan tahun sebelumnya, yakni 5,2 persen dengan tingkat inflasi yang menurun dari 2,8 persen menjadi 2,5 persen di tahun 2025.

Akan tetapi, Riza mengingatkan bahwa inflasi yang rendah lantaran tiga bulan terakhir ekonomi Indonesia juga mengalami deflasi. Dia menilai, deflasi yang terjadi secara beruntun menandakan rendahnya daya beli masyarakat.

"Ini pada gilirannya, daya beli ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, dari sisi konsumsi rumah tangga," jelasnya.

Riza juga memaparkan target suku bunga SBN 10 tahun naik menjadi 7,1 persen di tahun 2025 dari angka sebelumnya sebesar 6,1 persen di tahun 2024. Dia menilai, naiknya suku bunga SBN terjadi lantaran kondisi ekonomi global yang masih berdinamika tinggi hingga tahun depan. (*)