Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Langsung Amblas usai BI Rate Ditahan 6,25 Persen

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 21 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Rupiah Langsung Amblas usai BI Rate Ditahan 6,25 Persen

KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penurunan pada akhir perdagangan Rabu setelah pengumuman dari Bank Indonesia (BI) yang memutuskan untuk menahan BI-Rate di angka 6,25 persen.

Menutup perdagangan hari Rabu, rupiah melemah 64 poin atau 0,41 persen, menjadi Rp15.500 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.436 per dolar AS.

Dalam jangka pendek, penahanan BI-Rate berpotensi menyebabkan pelemahan rupiah, menurut analis ICDX, Taufan Dimas Hareva, di Jakarta. Ia menjelaskan bahwa investor mungkin akan menarik dananya untuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi di luar negeri, yang dapat mengakibatkan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Namun, di sisi lain, keputusan untuk menahan BI-Rate dapat membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Suku bunga yang stabil mungkin menarik minat investor asing yang mencari imbal hasil yang konsisten, yang pada gilirannya dapat mendukung nilai tukar rupiah.

Sementara itu, pelonggaran suku bunga yang diisyaratkan oleh bank sentral AS (The Fed) untuk bulan September 2024 bisa menjadi berita positif bagi pergerakan rupiah. Pernyataan terbaru dari petinggi The Fed mengindikasikan kemungkinan tersebut, memberikan sentimen optimis bagi pasar.

Fokus pelaku pasar saat ini tertuju pada pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, yang diharapkan dapat memberikan petunjuk mengenai kebijakan ekonomi AS dalam acara The Jackson Hole Economic Symposium pada Jumat. Pidato tersebut diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan mata uang rupiah ke depan.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu tercatat menguat ke level Rp15.456 per dolar AS, naik dari sebelumnya Rp15.480 per dolar AS.

Seluruh perhatian kini tertuju pada Simposium Jackson Hole yang diselenggarakan oleh Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat, yang akan berlangsung pekan ini. Puncak acara ini diharapkan terjadi pada Jumat, 23 Agustus 2024, saat Gubernur The Fed, Jerome Powell, memberikan pidato utama mengenai prospek ekonomi pada pukul 10 pagi waktu New York.

Dengan bank sentral AS mendekati momen kritis dalam kebijakannya, pasar keuangan akan sangat fokus pada acara ini. Investor menantikan sinyal apakah The Fed akan menurunkan suku bunga pada bulan September. Namun, perhatian lebih besar akan tertuju pada langkah-langkah selanjutnya dan seberapa cepat penurunan tambahan bisa terjadi dalam beberapa bulan mendatang, mengingat tantangan yang harus dihadapi The Fed terkait inflasi dan ketenagakerjaan.

Gubernur Bank of England (BOE), Andrew Bailey, juga dijadwalkan berbicara pada hari Jumat, sementara Philip Lane, kepala ekonom Bank Sentral Eropa, akan menyampaikan pandangannya sehari setelahnya. Simposium ini biasanya menjadi panggung penting bagi pernyataan tambahan dari para pembuat kebijakan dan ekonom.

Jadwal lengkap untuk simposium yang akan berlangsung dari Jumat hingga Sabtu ini akan diumumkan pada Kamis malam 22 Agustus 2024 waktu setempat.

Sebelum acara tersebut dimulai, risalah dari pertemuan kebijakan The Fed pada 30-31 Juli yang akan dirilis pada Rabu diharapkan menjadi sorotan. Publikasi ini bisa memberikan petunjuk tambahan tentang arah kebijakan moneter.

“Powell kemungkinan akan memanfaatkan pidatonya di Jackson Hole untuk menunjukkan bahwa waktu yang ‘tepat’ untuk pemotongan suku bunga semakin dekat. Perhatian akan berfokus pada pertanyaan spesifik: Apakah dia akan memberi sinyal untuk pemotongan sebesar 50 basis poin? Kami tidak yakin Powell akan menutup kemungkinan untuk pemotongan 50-bp, tetapi dia mungkin tidak akan secara eksplisit menunjukkan preferensi terhadap langkah tersebut. Ini karena kemungkinan bahwa para pembuat kebijakan belum sepakat mengenai urgensi pemotongan suku bunga,” kata Anna Wong, Stuart Paul, Eliza Winger, Estelle Ou, dan Chris G. Collins.

Di tengah minggu yang minim data ekonomi AS, data terbaru mengenai permintaan perumahan dan klaim pengangguran mingguan akan menjadi fokus. Asosiasi Realtors Nasional dijadwalkan merilis data penjualan rumah bekas pada hari Kamis, disusul dengan laporan pemerintah tentang pembelian rumah baru pada hari berikutnya. Kedua laporan ini diperkirakan menunjukkan kenaikan moderat, mengindikasikan stabilitas pasar real estate residensial setelah penurunan suku bunga KPR baru-baru ini.

Pada Rabu, 21 Agustus 2024, Biro Statistik Tenaga Kerja akan merilis revisi perkiraan awal daftar gaji untuk setahun hingga Maret, dengan angka final yang dirilis awal tahun depan.

Sementara itu, inflasi Kanada bulan Juli akan menjadi sorotan utama untuk menentukan apakah Bank of Canada (BOC) akan melanjutkan penurunan suku bunga ketiga berturut-turut pada bulan September.

BOC memantau kemajuan menuju target inflasi 2 persen dan fokus pada risiko penurunan, mencari bukti berkelanjutan dari penurunan inflasi. Data penjualan ritel untuk Juni dan estimasi kilat untuk Juli juga akan memberikan gambaran mengenai kesehatan konsumen di Kanada.

Di belahan dunia lain, data indeks manajer pembelian kilat untuk Jepang, Inggris, dan zona euro akan menarik perhatian.

China diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan pinjaman tetap, sementara Riksbank Swedia kemungkinan akan memangkas suku bunganya. Bank sentral di Turki, Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan diharapkan tetap mempertahankan suku bunga mereka. (*)