KABARBURSA.COM - Bank of Japan (BOJ) tampaknya siap melangkah lebih jauh dengan kenaikan suku bunga pada akhir tahun ini, menurut jajak pendapat terbaru yang dirilis Rabu, 21 Agustus 2024. Lebih dari separuh ekonom memprediksi bahwa BOJ akan menaikkan biaya pinjaman pada bulan Desember, menunjukkan bahwa bank sentral Jepang tidak takut untuk secara bertahap mengakhiri era stimulus moneter besar-besaran, bahkan ketika bank-bank sentral lain di seluruh dunia, termasuk Federal Reserve AS, cenderung memilih pemotongan suku bunga.
Dalam survei yang dilakukan antara 13 hingga 19 Agustus kemarin, 57 persen ekonom, atau 31 dari 54, memperkirakan BOJ akan kembali menaikkan suku bunga sebelum tahun ini berakhir. Prediksi median menunjukkan suku bunga akhir tahun akan naik sebesar 25 basis poin menjadi 0,50 persen.
Di antara 22 ekonom yang memberikan prediksi spesifik tentang kapan BOJ akan melakukan kenaikan berikutnya, sekitar dua pertiga dari mereka memilih bulan Desember, sementara sepertiganya memperkirakan Oktober mendatang.
"Suku bunga kebijakan saat ini sangat akomodatif," ungkap Atsushi Takeda, kepala ekonom di Itochu Research Institute.
"BOJ akan terus menaikkan suku bunga menuju level netral hingga target stabilitas harga 2 persen tercapai," lanjut Takeda.
BOJ mengejutkan pasar pada bulan Juli dengan memutuskan untuk menaikkan biaya pinjaman dasar menjadi 0,25 persen, hanya empat bulan setelah meninggalkan kebijakan suku bunga negatif. Pada saat itu, Gubernur BOJ Kazuo Ueda memberi sinyal bahwa kenaikan suku bunga akan menjadi bagian dari strategi berkelanjutan di masa depan.
Namun, pernyataan tersebut datang beberapa hari sebelum pasar keuangan mengalami gejolak besar yang membuat yen melonjak terhadap dolar AS dan pasar saham Tokyo mengalami penurunan terbesar dalam 37 tahun terakhir. Sejak saat itu, pasar telah menunjukkan stabilitas.
Meskipun Wakil Gubernur BOJ Shinichi Uchida menenangkan kekhawatiran dengan menegaskan bahwa BOJ tidak akan menaikkan suku bunga saat pasar tidak stabil, para ekonom tetap percaya bahwa sikap BOJ secara keseluruhan tetap pada jalur yang telah ditetapkan.
"Terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa gejolak pasar setelah kenaikan suku bunga Juli telah mengubah arah BOJ," kata Kazutaka Maeda, ekonom di Meiji Yasuda Research Institute.
Ekonomi Jepang menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dari perkiraan, mencapai 3,1 persen per tahun pada kuartal kedua, pulih dari kemerosotan awal tahun berkat peningkatan konsumsi yang kuat. Pertumbuhan diperkirakan sebesar 0,6 persen untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2025, dan 1,1 persen untuk tahun berikutnya. Inflasi diprediksi akan rata-rata 2,4 persen pada tahun fiskal ini dan 1,9 persen pada tahun berikutnya.
Keputusan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua partai penguasa, Liberal Democratic Party (LDP), mungkin menandai perubahan besar dalam arah kebijakan ekonomi Jepang. Langkah ini membuka peluang bagi pemimpin baru yang mungkin lebih mendukung normalisasi kebijakan moneter oleh Bank of Japan (BOJ).
Beberapa kandidat kuat yang berpotensi menggantikan Kishida antara lain adalah mantan Menteri Pertahanan Shigeru Ishiba, Menteri Transformasi Digital Taro Kono, Sekretaris Jenderal LDP Toshimitsu Motegi, dan Menteri Keamanan Ekonomi Sanae Takaichi.
Reaksi pasar Jepang menunjukkan fluktuasi, dengan Indeks Nikkei 225 Stock Average turun 0,4 persen setelah sempat naik 1,3 persen. Mata uang yen stabil pada 146,89 per dolar, sementara imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun turun 1,5 basis poin menjadi 0,83 persen.
Berikut adalah tanggapan beberapa analis terkait dampak pengunduran diri Kishida terhadap pasar keuangan:
Mata Uang Yen dan Bank of Japan
Yujiro Goto, Kepala Strategi Mata Uang di Nomura Securities Co, mengatakan bahwa jika Kishida mundur, kemungkinan besar Motegi atau Kono akan mencalonkan diri sebagai pemimpin partai. Ini bisa mendorong masyarakat untuk membeli yen, karena kedua kandidat tersebut telah mengungkapkan perlunya BOJ menaikkan suku bunga dan memperbaiki kelemahan yen sebelum pertemuan Juli kemarin.
Namun, Goto mencatat bahwa peringkat dukungan untuk Kono menurun dan dukungan untuk Motegi tetap rendah, sehingga kemenangan mereka belum pasti. Di sisi lain, Goto menilai Takaichi sebagai kandidat yang mungkin mendukung kebijakan lebih akomodatif, yang bisa melemahkan yen.
Yuya Fukue, Trader di Rheos Capital Works Inc, menambahkan bahwa spekulasi tentang dukungan pemerintahan mendatang terhadap normalisasi kebijakan BOJ beredar luas. Selain Takaichi, kandidat seperti Ishiba, Kono, dan Kato tampaknya positif terhadap normalisasi kebijakan. Namun, Fukue mencatat bahwa banyak investor lebih fokus pada gejolak pasar saat ini dan kurang memperhatikan persaingan kepemimpinan LDP.
Eiji Dohke, Chief Bond Strategist di SBI Securities Co, menyebutkan bahwa mundurnya Kishida dapat mempermudah BOJ untuk melanjutkan strategi kenaikan suku bunga acuan. Kishida dikenal sebagai salah satu suara vokal yang menentang kenaikan suku bunga BOJ. Dengan banyak kandidat calon presiden LDP yang mendukung normalisasi kebijakan, Dohke melihat kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun sebagai kemungkinan yang masih ada, meskipun tantangan tetap besar.
Dengan perubahan besar di puncak kekuasaan politik Jepang, pasar dan BOJ akan mengamati dengan cermat bagaimana perkembangan ini mempengaruhi kebijakan moneter dan stabilitas ekonomi Jepang ke depan.
Kepala Global Market Strategist di Invesco Asset Management Japan, Tomo Kinoshita, menilai bahwa rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kabinet Perdana Menteri Fumio Kishida membuka peluang untuk perubahan yang mungkin dapat meningkatkan kepercayaan dan efektivitas kebijakan pemerintah.
Kinoshita mengungkapkan kekhawatirannya bahwa penurunan upaya Jepang untuk menjadi pusat pengelolaan aset dapat berdampak negatif pada pasar saham, mengingat penghormatan tinggi yang diterima Kishida dalam komunitas keuangan karena inisiatif tersebut.
Sementara itu, Charu Chanana, Kepala Strategi Mata Uang di Saxo Markets, mengakui bahwa meskipun pengunduran diri Kishida dapat menimbulkan ketidakpastian, tingkat kepuasan masyarakat yang rendah mungkin mengurangi kemungkinan reaksi negatif yang signifikan terhadap pasar ekuitas. Chanana menilai bahwa dampak langsung pada pasar saham mungkin tidak sebesar yang diperkirakan.
Shoki Omori, Chief Desk Strategist di Mizuho Securities, menambahkan bahwa pelaku pasar cenderung tidak menyukai situasi yang tidak menentu, terutama mereka yang berinvestasi pada aset berisiko seperti saham. Omori mencatat bahwa pengunduran diri Kishida, yang sebelumnya mendorong program NISA yang baru, dapat membuat pasar lebih sensitif terhadap faktor eksternal.
Menurutnya, nilai mata uang yen akan sangat bergantung pada data dari AS dan keputusan The Fed. Sementara itu, obligasi pemerintah Jepang (JGB) akan tetap terpengaruh oleh dinamika penawaran dan permintaan, dengan ekuitas kemungkinan mengalami dampak terbesar.(*)