KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk segera menuntaskan proses penyelamatan bagi pemegang polisnya, yang masih tersisa sekitar 0,3 persen. Tekanan ini mencakup penyelesaian masalah hukum dan gugatan dari nasabah yang menolak restrukturisasi, serta menuntut penghormatan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, dalam siaran persnya pada Selasa 20 Agustus 2024, mengimbau semua pihak, termasuk Jiwasraya, untuk mematuhi proses hukum yang ada dan mengikuti peraturan yang berlaku.
Menurut Aman, 99,7 persen pemegang polis telah menyetujui skema restrukturisasi yang diajukan pemerintah sebagai pemegang saham.
OJK telah meminta manajemen Jiwasraya sejak 2020 untuk mengatasi ketidakmampuan memenuhi kewajiban kepada pemegang polis akibat defisit keuangan yang besar.
Aman menambahkan bahwa OJK juga telah meminta Jiwasraya untuk menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang mencakup skema restrukturisasi.
Skema tersebut melibatkan pengalihan polis kepada PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) dengan pemangkasan manfaat. IFG Life, yang telah mendapatkan tambahan modal yang cukup dari pemegang sahamnya, akan melanjutkan pertanggungan dengan produk yang lebih stabil dan terjamin.
Sebelumnya, advokat senior Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis telah mengirimkan surat sebanyak 22 kali kepada Presiden Joko Widodo, meminta bantuan untuk mengembalikan uang tabungan senilai Rp30 miliar yang hilang di Jiwasraya.
Kaligis beralasan bahwa dasar hukum pengembalian uang telah didukung oleh Perjanjian Protection Plan dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Meskipun memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi, Kaligis mengklaim belum menerima seluruh uang tabungannya. Upaya untuk menagih kepada Jiwasraya dan Menteri BUMN Erick Thohir hingga kini belum membuahkan hasil.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero), sebagai salah satu perusahaan asuransi jiwa milik negara Indonesia yang berdiri sejak 1859, terjerat dalam kasus gagal bayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan pada Oktober 2018. Kegagalan ini menimbulkan tekanan likuiditas berat bagi Jiwasraya, yang menyebabkan asetnya tergerus hingga hanya tersisa Rp15,72 triliun pada laporan keuangan tahun 2020.
Ketika dirinci, aset Jiwasraya menunjukkan liabilitas sebesar Rp54,36 triliun dengan posisi ekuitas negatif mencapai Rp38,64 triliun. Rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) per 31 Desember 2020 tercatat minus 1.000,3 persen, jauh di bawah batas minimal yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu 120 persen.
Dalam kondisi yang semakin kritis, pemerintah bersama pemangku kebijakan lainnya memutuskan untuk meluncurkan program restrukturisasi dan mendirikan perusahaan baru bernama IFG Life.
Langkah ini diikuti dengan pembentukan Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan BUMN dengan Nomor SK 143/MBU/05/2020 dan Nomor 227/KMK.06/2020.
Progres restrukturisasi yang dilakukan tim ini mulai membuahkan hasil, dengan restrukturisasi mencapai 91,3 persen atau 15.934 pemegang polis kategori bancassurance hingga 16 April 2021. Dalam upaya menyelamatkan seluruh polis Jiwasraya, pemerintah bersama holding IFG menyuntikkan modal negara (PMN) sebesar Rp20 triliun pada 2021.
Pada tahun berikutnya, IFG menambah modal sebesar Rp6,7 triliun dan pemerintah kembali memberikan PMN sebesar Rp3 triliun di 2023, dengan IFG menambah modal lagi sebesar Rp1,46 triliun.
Setelah melalui proses panjang, Jiwasraya menyelesaikan restrukturisasi polis pada akhir Desember 2023, diikuti oleh 99,7 persen pemegang polis.
Namun, masih ada pemegang polis yang menolak restrukturisasi dan dipindahkan ke IFG Life, dengan total sisa mencapai Rp188 miliar.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa OJK telah meminta manajemen Jiwasraya untuk segera menyusun rencana aksi likuidasi. "Jiwasraya tetap beroperasi dengan izin dari OJK dan belum dilikuidasi. Kami meminta pemegang saham dan direksi Jiwasraya untuk menyusun rencana aksi pasca pengalihan," ujarnya dalam RDK bulanan di Jakarta, 9 Januari 2024.
Selain itu, OJK juga meminta Asuransi Jiwasraya untuk menyusun rencana aksi bagi pemegang polis yang menolak direstrukturisasi atau dialihkan ke IFG Life. "Kami menunggu dokumen rencana aksi untuk pemegang polis yang tidak setuju restrukturisasi dan langkah-langkah selanjutnya," tambahnya.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, menyatakan bahwa kelanjutan usaha Asuransi Jiwasraya pasca restrukturisasi masih tergantung pada pemegang saham pengendali. Jika Asuransi Jiwasraya tidak lagi berstatus sebagai perusahaan asuransi jiwa, maka izin operasionalnya harus dikembalikan kepada OJK.
"Proses likuidasi akan mengikuti prosedur yang umum berlaku untuk Perseroan Terbatas, dan pemegang polis yang tidak mengikuti program restrukturisasi akan menunggu hasil dari proses tersebut," jelas Iwan.
Proses restrukturisasi Asuransi Jiwasraya juga akan menunggu pendanaan tambahan dari PMN sebesar Rp3,56 triliun yang diperkirakan akan diterima pada triwulan I-2024.
Di tengah kasus gagal bayar ini, OJK tengah menyusun peta jalan pengembangan dan penguatan perasuransian Indonesia 2023-2027 untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi, termasuk dalam hal perlindungan konsumen dan penguatan pengaturan. (*)