KABARBURSA.COM - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan tidak menerima keluhan dari pelaku industri dalam negeri terkait penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan (PP Kesehatan).
"Kalau keluhan sih tidak ada, tapi memang ada kekhawatiran. Wajar, setiap perubahan pasti menimbulkan kecemasan," ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Ia menegaskan, Kemenperin siap mendampingi industri yang masih merasa khawatir dalam menghadapi aturan pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang berpengaruh pada produk makanan dan minuman yang dipasarkan.
Menurutnya, kekhawatiran tersebut muncul terkait penyesuaian bahan baku, formulasi produk, hingga komposisi keseluruhan produk.
"Yang dikhawatirkan adalah ketika aturan ini diterapkan, ada kebutuhan penyesuaian, baik dari sisi bahan baku, formulasi produk, hingga komposisinya. Perubahan ini tentu memerlukan adaptasi, terutama agar tetap sesuai dengan selera pasar," jelas Putu.
Lebih jauh, Putu menyebut terkait wacana penerapan cukai pada makanan olahan dan minuman berpemanis, aturan teknisnya masih menunggu regulasi turunan yang akan memberikan rincian tentang penerapan pajak tersebut.
Ia menambahkan, implementasi batasan konsumsi GGL dan penerapan cukai nantinya akan dikoordinasikan bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
"Di PP-nya disebutkan bahwa pengaturan ini akan dikoordinasikan oleh Kemenko PMK untuk menetapkan batasan yang digunakan pada pemanis, garam, gula, dan lain-lain. Setelah itu, barulah dilakukan koordinasi lebih lanjut, disepakati, dan diterjemahkan dalam aturan teknis. Bisa berupa cukai atau SNI," tutupnya.
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, mengemukakan pandangan bahwa pasal-pasal terkait tembakau sebaiknya dipisahkan dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Menurutnya, produk turunan tembakau telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, sehingga ia mempertanyakan relevansi pengaturan tembakau dalam RPP Kesehatan.
Trubus menyoroti potensi dampak terhadap industri jika regulasi terkait tembakau dimasukkan dalam RPP Kesehatan. Ia menekankan bahwa kebijakan yang terbaik harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak, termasuk industri, dan menyatakan perlunya partisipasi publik yang luas dalam proses penyusunan RPP Kesehatan. Seperti dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu 6 April 2024.
Ia menyarankan agar pemerintah menunda atau tidak memaksakan pengesahan RPP Kesehatan dalam waktu dekat mengingat masih banyaknya pasal-pasal yang menuai perdebatan publik, termasuk terkait tembakau.
Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) juga berpendapat bahwa pengaturan produk tembakau sebaiknya dipisahkan dari RPP Kesehatan. Mereka menilai bahwa industri hasil tembakau memiliki ekosistem yang berbeda dengan sektor kesehatan dan seharusnya diatur dalam pengaturan tersendiri sesuai dengan mandat UU Kesehatan.
Gappri mengungkapkan kekhawatiran bahwa regulasi yang membatasi produk tembakau dapat menyebabkan penutupan usaha bagi anggotanya, yang bergantung pada industri tersebut. Mereka juga memohon kepada pemerintah untuk memprioritaskan perlindungan industri hasil tembakau agar tidak semakin memberatkan kelangsungan usaha mereka.
Pandangan Trubus dan Gappri menyoroti kompleksitas dan dampak sosial-ekonomi dari regulasi terkait tembakau, serta pentingnya mempertimbangkan berbagai perspektif dalam proses kebijakan publik.
Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) menyatakan keberatannya terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menjadi turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Aparsi menilai beberapa pasal dalam peraturan tersebut, yang melarang penjualan produk tembakau, mengancam keberlangsungan usaha para pedagang pasar.
Ketua Umum Aparsi, Suhendro, menyampaikan bahwa PP Kesehatan ini akan berdampak serius terhadap sekitar 9 juta pedagang pasar di seluruh Indonesia. Salah satu ketentuan yang dikecam adalah larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta pelarangan penjualan rokok secara eceran. Suhendro menilai aturan ini masih sangat ambigu dan sulit diterapkan.
“Kami menolak keras dua larangan ini karena banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah atau fasilitas bermain anak. Selain itu, peraturan ini juga bisa menurunkan omzet pedagang pasar yang banyak bergantung pada penjualan produk tembakau. Ini akan menimbulkan masalah baru bagi kami sebagai pelaku usaha,” ujar Suhendro.
Dalam situasi ini, Suhendro berpendapat bahwa larangan tersebut bisa menghambat pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang baru saja mulai bangkit pasca pandemi. Menurutnya, penerapan aturan ini dapat menurunkan omzet usaha sebesar 20-30 persen, bahkan mengancam penutupan usaha karena tembakau adalah salah satu komoditas utama bagi pedagang pasar.
Sebelumnya, Suhendro bersama Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI) juga menyuarakan penolakannya terhadap larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Mereka menilai aturan ini akan merusak rantai pasok antara pedagang grosir dan pedagang kelontong.
“Jika diterapkan, aturan ini sama saja ingin mematikan usaha perdagangan rakyat. Rantai pasok antara pedagang grosir dan kelontong bisa rusak karena regulasi yang tidak seimbang,” tambah Suhendro dalam konferensi pers bersama APARSI dan PPKSI.
Oleh karena itu, Aparsi secara tegas menolak PP Kesehatan Nomor 28/2024 yang dianggap mendiskreditkan usaha pedagang pasar.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur larangan penjualan produk tembakau (rokok) secara eceran satuan per batang, kecuali cerutu atau rokok elektronik. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 434 ayat (1) poin c PP tersebut.
Pasal 434 mengatur bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dengan menggunakan mesin layan diri, kepada orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil, secara eceran satuan per batang (kecuali cerutu dan rokok elektronik), di area sekitar pintu masuk dan keluar, dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.