Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Larangan Jual Rokok Eceran Picu PHK Massal

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 19 August 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Larangan Jual Rokok Eceran Picu PHK Massal

KABARBURSA.COM - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang melarang penjualan rokok secara eceran dinilai bisa meruntuhkan industri tembakau yang telah bertahan selama puluhan tahun serta menyebabkan jutaan pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Sudarto, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI), menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah yang seolah-olah tidak mendengarkan suara dan aspirasi para pekerja di sektor tembakau.

Menurutnya, pengesahan PP ini berpotensi memberi ruang bagi berkembangnya rokok ilegal, sementara industri rokok legal yang patuh terhadap aturan akan terancam mati secara perlahan.

Sudarto juga mengkritik minimnya transparansi dalam penyusunan PP ini. Informasi mengenai regulasi yang berpotensi menghancurkan mata pencaharian jutaan orang ini justru mereka dapatkan dari media. Bahkan, pertemuan mereka dengan Menteri Kesehatan untuk membahas dampak aturan ini diabaikan.

"Sayangnya, transparansi dalam penyusunan aturan ini sangat minim. Kami hanya mengetahui informasi mengenai PP ini dari media, dan bahkan audiensi kami dengan Menteri Kesehatan tidak pernah dilakukan," ujar Sudarto, Senin, 19 Agustus 2024.

Dia juga menyatakan bahwa federasi tidak pernah diminta untuk memberikan masukan oleh pemerintah. Sejak penyusunan draft hingga beleid ini ditandatangani, aspirasi dan masukan dari serikat pekerja tembakau tidak pernah diakomodasi.

Sudarto juga mendengar bahwa proses harmonisasi antar kementerian tidak berjalan lancar, dengan beberapa kementerian bahkan tidak menandatangani draft tersebut, menunjukkan kurangnya transparansi dari Kementerian Kesehatan.

"Ini menunjukkan adanya kekurangan transparansi dalam penyusunan dan pengambilan keputusan ini, yang menimbulkan keraguan terhadap kepentingan di balik pengesahan PP ini," ungkap Sudarto.

Dia meyakini bahwa pengesahan PP Kesehatan 28 Tahun 2024 ini merupakan ancaman serius bagi industri tembakau, karena kebijakan ini mengandung berbagai pengetatan yang akan berdampak negatif pada industri serta masyarakat yang terlibat di dalamnya.

Salah satu contoh pengetatan adalah larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari instansi pendidikan dan tempat bermain anak.

Menghadapi risiko ini, Sudarto mengatakan pihaknya sedang mendalami PP Kesehatan ini dan melakukan konsolidasi internal. Mereka juga sedang mengevaluasi PP ini dan merencanakan langkah-langkah advokasi baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi.

Yang jelas, menurut Sudarto, regulasi yang seharusnya melindungi kesehatan masyarakat kini justru menjadi ancaman bagi industri tembakau dan jutaan pekerja yang mengandalkan sektor ini.

"Kami akan segera menentukan langkah berikutnya untuk memastikan hak-hak pekerja dan keberlanjutan industri tembakau tetap terlindungi," jelasnya.

9 Juta Pedagang Terancam Gulung Tikar

Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) menilai bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan dapat mengancam kelangsungan usaha pedagang pasar.

Ketua Umum APARSI Suhendro mengatakan, salah satu ketentuan yang menjadi perhatian adalah larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari sekolah, tempat pendidikan, dan fasilitas bermain anak, serta larangan menjual rokok secara eceran yang dinilai masih ambigu.

"Kami menolak keras dua ketentuan ini karena beberapa alasan. Banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah dan fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga berpotensi menurunkan omzet pedagang pasar yang bergantung pada penjualan produk tembakau. Ini akan menciptakan masalah baru bagi kami," kata Suhendro, Minggu, 4 Agustus 2024.

Suhendro menambahkan bahwa larangan penjualan produk tembakau dalam PP Kesehatan ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang baru saja mulai pulih dari dampak pandemi beberapa tahun lalu.

"Jika peraturan ini diterapkan, kami memperkirakan omzet usaha akan turun sebesar 20 hingga 30 persen, bahkan ada kemungkinan penutupan usaha karena produk tembakau adalah salah satu sumber pendapatan utama bagi pedagang pasar,” tegasnya.

Pedagang Masih Jual Rokok Eceran

Sementara itu, berdasarkan pantauan Kabar Bursa, sejumlah pedagang di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, tetap melayani konsumen yang membeli secara eceran atau batangan.

Iwan, yang membuka warung di pinggir jalan mengatakan dirinya kesulitan jika harus menjual rokok secara bungkusan.

"Yang beli rokok di warung saya kebanyakan driver ojek online. Mereka beli eceran, paling banyak setengah bungkus. Jarang yang beli sebungkus," ujarnya.

Alasan senada dikatakan Yani, pemilik warung di kawasan Grogol, Jakarts Barat. "Yang beli rokok bungkusan belinya di Indomaret atau Alfamaret di sana (sambil menunjukkan tempatnya). Kalau batangan (eceran) di warung saya. Kebanyakan yang beli driver ojol (ojek online)," imbuhnya.

Perihal larangan berjualan di radius 200 meter dari lembaga pendidikan, justru dia mempertanyakan apakah ada Undang-undang peraturan yang mengatur tentang lokasi pendidikan.

"Selama ini kan, setahu saya, sekolah bisa didirikan di mana aja. Sebelum sekolah ada, saya sudah berjualan di sini lebih dulu. Jadi yang salah siapa, jangan kami pedagang kecil selalu dikorbankan dong," pungkasnya. (*)