KABARBURSA.COM - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji potensi pengenaan cukai terhadap beberapa jenis barang.
Adapun barang-barang yang berpotensi dikenakan cukai yaitu bahan bakar minyak (BBM), produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan atau snack kemasan, minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), batu bara, detergen, serta shifting PPnBM Kendaraan Bermotor ke Cukai. Bahkan, pemerintah diisukan akan memungut cukai dari tiket konser.
Untuk diketahui, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pemerintah akan menetapkan cukai untuk makanan dan minuman cepat saji.
Dalam bagian penjelasan Pasal 194 PP itu, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan "pangan olahan siap saji" adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha, seperti pangan yang disajikan di jasa boga, hotel, restoran, rumah makan, kafetaria, kantin, kaki lima, gerai makanan keliling, dan penjaja makanan keliling atau usaha sejenis.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, ketentuan dalam PP itu masih sebatas usulan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), DJBC belum melakukan kajian terhadap barang olahan itu sebagai barang kena cukai (BKC) baru.
"Itu baru usulan aja dari Kemenkes," kata Nirwala.
Nirwala menjelaskan, suatu barang dapat dijadikan bahan kajian BKC yang baru, harus terlebih dahulu melalui persetujuan dari Komisi XI DPR.
"Kemudian masuk ke dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (UU APBN) tahun pelaksanaan anggarannya.
"Jadi belum sampai di situ (kajian). Yang sudah dikaji dan sudah diusulkan untuk menjadi BKC hanya minuman berpemanis dalam kemasan, kalau junk food dan segala macamnya belum," jelas Nirwala beberapa waktu lalu.
Berikut daftar lengkap barang yang rencananya dikenakan cukai:
1. Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MDBK)
2. Plastik
3. Makanan Olahan
4. Makanan Siap Saji
5. Tiket Konser
6. Detergen
7. Monosodium glutamate (MSG)
8. Batu bara
9. Tisu
10. Telepon Pintar (Smartphone).
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mengungkapkan, pelaku industri detergen resah terhadap rencana pemerintah yang akan mengenakan cukai untuk produk detergen.
"Ada statement keluar untuk detergen akan dikenakan cukai. Itu menggelisahkan pelaku industri," ujar Reni di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2024.
Menurutnya, pengenaan cukai untuk detergen tidak tepat jika tujuannya untuk mengurangi penggunaan plastik. Sebab sampai saat ini belum ditemukan kemasan yang tepat untuk peganti kemasan detergen.
"Hal ini pun berbeda dengan produk makanan yang bisa menggunakan daun ataupun kemasan Food Grade sebagai kemasan pengganti plastik," jelasnya.
Di sisi lain, produsen detergen juga sudah membuat produk yang ramah di kulit dan untuk lingkungan. Bahkan dalam produknya pun produsen detergen sudah mencantumkan "lisensi" halal.
"Jadi, kalau dikenakan cukai, enggak tepat deh," tukasnya.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) angkat bicara mengenai isu tiket konser yang kabarnya bakal dikenai bea cukai.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno meminta masyarakat tidak suuzan dengan isu tiket konser yang akan terkena bea cukai.
"Saya rasa kita jangan terlalu bersuuzan tapi lebih baik husnuzan," kata Sandiaga di Gedung Kemenparekraf, Jakarta, Senin 29 Juli 2024.
Mantan wakil Gubernur Jakarta itu kemudian mengajak masyarakat untuk terus memantau ekosistem yang tengah dibangun ini.
Menurutnya, pihak terkait akan melihat manfaat yang didapat atau cost and benefit terhadap pengenaan bea cukai tiket konser sebelum diambil keputusan.
"Kita lihat ekosistem yang lagi dibangun ini, cost and benefit-nya diketahui sebelum diambil sebuah kebijakan," jelasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengklarifikasi terkait kabar yang menyebutkan bahwa tiket konser akan menjadi salah satu barang yang dikenai cukai.
Melalui akun Instagram resminya, DJBC menegaskan bahwa isu tersebut masih sebatas pembahasan dalam lingkup akademik dan belum masuk dalam kajian resmi.
"Faktanya, isu kebijakan ekstensifikasi cukai tersebut belum masuk kajian. Isu tersebut merupakan bahasan dalam kuliah umum di ruang lingkup akademik," ujar unggahan DJBC yang dikutip, Sabtu, 27 Juli 2024.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto menjelaskan bahwa pembahasan mengenai penambahan barang kena cukai tersebut muncul dalam acara kuliah umum di PKN STAN. Nirwala menekankan bahwa sifat kebijakan ekstensifikasi itu baru merupakan usulan dari sejumlah pihak dan belum masuk dalam tahap kajian resmi.
"Belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi," tutur Nirwala.
Nirwala menjelaskan bahwa barang yang dikenakan cukai umumnya adalah barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Saat ini, hanya ada tiga jenis barang yang dikenakan cukai, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.
Ia juga menegaskan bahwa proses penetapan suatu barang menjadi barang kena cukai memerlukan waktu yang lama. DJBC memastikan bahwa proses tersebut tidak akan dilakukan secara tiba-tiba dan akan mendengarkan aspirasi masyarakat terlebih dahulu.
"Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut," terang Nirwala. (*)