KABARBURSA.COM - Kalangan pengusaha menyambut baik adanya aturan baru yang memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengakses informasi rekening dengan jumlah tertentu. Namun, mereka menekankan pentingnya sosialisasi yang masif untuk memastikan pemahaman dan kepatuhan terhadap peraturan ini.
Wisnu W. Pettalolo, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Bidang Asosiasi Hukum dan Himpunan, mengungkapkan bahwa pendekatan dan sosialisasi adalah hal yang krusial. Ia mencatat bahwa perusahaan besar memiliki akses yang lebih mudah ke konsultan pajak, sedangkan pengusaha kelas menengah dan kecil mungkin tidak memiliki informasi yang sama.
"Pengusaha kelas menengah ke bawah ini kan hanya ada ketakutan dan kekhawatiran kalau sudah masalah pajak," ujarnya. Wisnu percaya bahwa meski regulasi ini memperketat pengawasan, sosialisasi yang layak akan mengurangi ketakutan di kalangan pengusaha.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan memungkinkan DJP untuk mengakses rekening dengan saldo minimal Rp1 miliar. Selain itu, aturan ini memberikan kewenangan baru untuk mendeteksi adanya persengkokolan dalam menyembunyikan informasi keuangan antara lembaga keuangan dan nasabah. Meski begitu, Wisnu menegaskan pentingnya sosialisasi agar aturan ini tidak menimbulkan ketakutan yang tidak perlu.
Siddhi Widyaprathama, Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menambahkan bahwa keamanan data rekening nasabah harus dijamin. Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap informasi keuangan yang sensitif, mengingat banyaknya kasus kebocoran data yang terjadi.
"Informasi keuangan sangat sensitif, ini menyangkut hak asasi dan harga diri seseorang, ini harus betul-betul dijaga," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara telah meminta penjelasan mendetail mengenai aturan ini kepada masyarakat. Mereka menegaskan bahwa peraturan ini merupakan bagian dari upaya untuk mengimplementasikan sistem Automatic Exchange of Information (AEoI), yang memungkinkan pertukaran informasi keuangan antar negara. Dengan adanya AEoI, DJP diharapkan dapat melacak wajib pajak yang memanfaatkan negara-negara surga pajak (tax haven).
Secara keseluruhan, meski aturan ini bertujuan untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan kepatuhan pajak, sosialisasi dan jaminan keamanan data menjadi kunci agar pelaksanaan peraturan ini berjalan efektif dan diterima baik oleh semua pihak.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024 yang baru diterbitkan merupakan perubahan ketiga dari PMK Nomor 70 Tahun 2017. Aturan ini mengatur ketentuan antipenghindaran dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga jasa keuangan (LJK) dan entitas lain dalam melaporkan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Ketentuan Utama PMK 47/2024:
Raden Agus Suparman, konsultan pajak dari Botax Consulting Indonesia, menjelaskan bahwa PMK 47/2024 akan memaksa nasabah untuk melakukan pengungkapan identitas yang sebenarnya. Ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dengan mengakses data rekening keuangan. Ia menganggap rekening bank sebagai alat efektif untuk mendorong kepatuhan pajak, karena informasi rekening dapat menunjukkan kondisi keuangan yang sebenarnya, mengurangi kemungkinan penghindaran pajak.
Raden juga menggarisbawahi bahwa PMK 47/2024 menambahkan aturan antipenghindaran di lembaga keuangan, yang kadang kala melindungi nasabah prioritas dari kewajiban pajak. Dengan kewenangan baru ini, DJP dapat memantau dan menegakkan kepatuhan di lembaga keuangan.
Raden berharap agar pengawasan berdasarkan rekening keuangan dapat menggali potensi pajak secara efektif dan mengurangi sengketa serta persepsi negatif yang sering terjadi akibat analisis data semata. Pengaturan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan memberikan hasil yang lebih transparan dan adil bagi semua pihak.(*)