Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

SBN Sumbang Pembiayaan Utang Capai Rp253 triliun

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 14 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
SBN Sumbang Pembiayaan Utang Capai Rp253 triliun

KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa hingga Juli 2024, penarikan utang pemerintah sebagian besar berasal dari surat berharga negara (SBN) dengan total mencapai Rp253 triliun. Nilai ini meningkat sebesar 37,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 184,1 triliun.

Realisasi pembiayaan utang atau penarikan utang baru telah mencapai Rp 266,3 triliun. Angka ini menunjukkan lonjakan sebesar 36,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa realisasi tersebut baru mencapai 41,1 persen dari target tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp 648,1 triliun.

“Ini baru bulan ketujuh. Meskipun pertumbuhannya signifikan, kita harus ingat bahwa tahun lalu penerimaan kita sangat tinggi karena booming komoditas, sehingga pembiayaan utang kita sangat dikendalikan,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers pada Selasa, 13 Agustus.

Sementara itu, pembiayaan utang dari pinjaman mencapai Rp 13,3 triliun, meningkat 21,6 persen dari periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp 11 triliun.

Untuk menjaga kesehatan fiskal, pemerintah tidak hanya bergantung pada utang untuk menutupi defisit anggaran. Kemenkeu mencatat bahwa realisasi pembiayaan non-utang pemerintah mencapai Rp 49,3 triliun, atau 39,4 persen dari target sebesar Rp 125,3 triliun. Pembiayaan non-utang ini tumbuh sebesar 61,8 persen dibandingkan tahun lalu.

Dengan perkembangan ini, total realisasi pembiayaan anggaran hingga Juli 2023 mencapai Rp 217 triliun, atau 41,5 persen dari alokasi APBN 2024 sebesar Rp 522,8 triliun. Realisasi ini tumbuh 31,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 164,5 triliun.

“Tumbuhnya cukup pesat dibanding tahun lalu, tetapi ini masih sejalan dengan postur anggaran kita. Tahun lalu merupakan tahun luar biasa karena penerimaan yang sangat tinggi,” pungkas Sri Mulyani.

APBN 2024

Hingga Juli 2024, penerimaan negara tercatat mencapai Rp1.545,4 triliun, yang setara dengan 55,1 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meskipun demikian, angka ini menunjukkan kontraksi sebesar 4,3 persen dibandingkan tahun lalu, sebagaimana diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi APBN Kita yang digelar secara hybrid di Jakarta pada Selasa, 13 Agustus 2024.

Menurut data yang ada, total penerimaan pajak hingga Juli 2024 mencapai Rp1.045,32 triliun, yang berkontribusi sebesar 52,56 persen dari target APBN. Meskipun terjadi kontraksi secara tahunan, kinerja penerimaan negara menunjukkan perbaikan dengan pertumbuhan positif dibandingkan realisasi sebelumnya.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pertumbuhan positif ini terutama didorong oleh peningkatan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang tumbuh sebesar 7,34 persen secara bruto atau setara dengan Rp402,16 triliun. Sementara itu, penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya juga mengalami kenaikan sebesar 4,14 persen, mencapai Rp10,07 triliun.

Namun, ada juga penerimaan pajak yang mengalami penurunan, seperti Pajak Penghasilan (PPh) Non-Migas dan PPh Migas, yang terimbas oleh pelemahan harga komoditas serta penurunan lifting minyak bumi. “Ekonomi tetap tumbuh, meskipun ada beberapa sektor yang menyebabkan penurunan penerimaan netto. Dari sisi bruto, pertumbuhannya cukup menggembirakan,” ujar Sri Mulyani.

Menurut jenis pajaknya, mayoritas kategori menunjukkan pertumbuhan positif seiring dengan aktivitas ekonomi yang tetap stabil. PPh 21 meningkat sebesar 26,6 persen, PPh 22 impor tumbuh 5,6 persen, dan PPN impor mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen. Pertumbuhan positif juga tercatat pada PPh Orang Pribadi, PPh 26, PPh Final, dan PPN Dalam Negeri, yang mencerminkan dinamika ekonomi yang berkelanjutan.

Selain dari pajak, penerimaan negara dari bea dan cukai mencapai Rp154,4 triliun atau setara dengan 48,1 persen dari total target APBN 2024. Perkembangan penerimaan bea dan cukai bervariasi, dengan bea masuk tumbuh 2,1 persen atau Rp29,0 triliun karena peningkatan nilai impor. Penerimaan bea keluar juga melonjak tinggi, mencapai Rp9,3 triliun atau tumbuh 58,1 persen year on year.

“Kontribusi terbesar berasal dari tembaga, yang melonjak hingga 928 persen. Namun, penerimaan dari sawit menurun 60 persen akibat turunnya harga CPO (Crude Palm Oil) sebesar 5,9 persen dari US$865 menjadi US$814 per ton, serta penurunan volume ekspor sebesar 15,48 persen,” jelas Menkeu.

Di sisi lain, penerimaan cukai juga mengalami pertumbuhan positif, mencapai Rp116,1 triliun atau 0,5 persen lebih tinggi dari target APBN 2024, yang setara dengan 47,2 persen dari target. Pertumbuhan ini disokong oleh kenaikan penerimaan cukai Hasil Tembakau (HT) sebesar 0,1 persen, cukai Etanol dan Alkohol (EA) sebesar 21,8 persen, serta cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) yang naik sebesar 10,6 persen berkat perubahan tarif dan peningkatan produksi.

“Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tetap solid, dengan total Rp338 triliun, mencapai 68,7 persen dari target. Ini mengingat pencapaian tahun lalu yang sangat tinggi, terutama dari sektor sumber daya alam, baik migas maupun non-migas,” tutup Sri Mulyani. (*)