Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Keramik China bakal Dikenakan Tarif Dumping 50 Persen

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 14 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Keramik China bakal Dikenakan Tarif Dumping 50 Persen

KABARBURSA.COM - Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah selesai menyusun Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk komoditas keramik. Selanjutnya, keputusan ada di tangan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kemendag, Kasan, menjelaskan, sesuai pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, bahwa bea masuk anti-dumping yang akan diterapkan berkisar antara 40 persen hingga 50 persen.

“Kita sudah menyampaikan ke Pak Mendag. Kalau keputusannya tinggal tunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK),” kata Kasan di acara ‘Gambir Tal 15’ di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2024.

Sedangkan mengenai BMAD 200 persen, Kasan menjelaskan, angka tersebut keluar dari rekomendasi KADI, dan belum mempertimbangkan keputusan dari pihak pemerintah. Selain itu juga mempertimbangkan dari perusahaan, hingga dampak kepada industri,” tuturnya.

“Itu hasil penyelidikan dari KADI, dan direkomendasi KADI 199,8 persen. Kami bulatkan jadi 200 persen. Tapi itu belum jadi keputusan pemerintah,” jelas dia.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah mengatakan aturan Anti Dumping ini sudah selesai disusun, terutama untuk produk keramik. Saat ini draf aturan BMAD tersebut sedang dirinya pelajari.

“Kami sudah rapat, sudah selesai. Draf aturan dari Komite Anti Dumping sudah disampaikan ke saya, sedang saya pelajari, mudah-mudahan besok sudah selesai,” kata Zulkifli Hasan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa, 6 Agustus 2024.

Setelah dipelajari, selanjutnya Zulkifli Hasan akan menyerahkan surat rekomendasi kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dengan harapan aturan ini segera diberlakukan.

Dia menyebut besaran bea masuk anti dumping yang dikenakan berkisar 40 persen sampai dengan 50 persen.

“Saya akan kirimkan hasilnya ke Kementerian Keuangan supaya bisa segera diresmikan aturannya dan diterapan, ya rata-rata 40 sampai 50 persen dikenakan,” pungkas Zulkifli Hasan.

Keramik China Banjiri Indonesia

Sebelumnya, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengungkapkan kekhawatirannya terkait terus meningkatnya volume keramik impor yang membanjiri pasar lokal.

Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, mengatakan bahwa puluhan juta meter persegi keramik impor diperkirakan akan masuk ke pasar domestik dalam satu bulan ke depan.

Menurut Edy, kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena sering kali harga produk keramik impor lebih murah daripada produk lokal.

Edy pun menekankan perlunya langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk melindungi industri keramik nasional, seperti melakukan antisipasi dengan memberlakukan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).

“Yang dikhawatiran Asaki saat ini adalah importasi keramik yang sangat masif,” kata Edy dalam keterangan tertulis, yang dikutip, Rabu, 17 Juli 2024.

Menurut Edy, tidak hanya industri keramik saja yang dirugikan, tetapi konsumen juga akan terdampak lantaran ditawarkan harga murah dengan kualitas produk yang tak berkualitas.

“Contohnya penurunan ketebalan keramik yang sebelumnya 1 centimeter menjadi 7 milimeter. Ini tentu mempengaruhi kekuatan dari keramik itu sendiri yakni Bending dan Breaking Strength-nya menurun,” ungkap Edy.

Kata Edy lagi, beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), dan beberaa negara di kawasan Eropa Timur,  juga di kawasan Timur Tengah telah melakukan perlindungan terhadap produk keramik dalam negeri mereka dari maraknya keramik impor China.

“Sampai sekarang tidak ada keberatan maupun tuntutan balik oleh China ke WTO karena memang terbukti praktik dumping tersebut,” pungkas Edy.

Cara Culas Pengusaha China Selundupkan Keramik ke Indonesia

Beberapa waktu lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan penemuan jutaan keping produk keramik impor ilegal dari China senilai Rp79,8 miliar. Zulkifli membeberkan cara menyelundupkannya ke Indonesia.

Zulkifli Hasan mengatakan, keramik selundupan itu disembunyikan di sebuah gudang di Surabaya, Jawa Timur.

“Ada sekitar 4.565.597 keping keramik yang disimpan di pergudangan PT Bintang Timur Surabaya,” kata Zulkifli Hasan saat mengungkap kasus ini di Surabaya,Jumat, 21 Juni 2024.

Zulhas, panggilan singkatnya, menjelaskan bahwa keramik dari berbagai merek asal China tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen impor yang sesuai, seperti surat penetapan pabean (SPP) dan dokumen pengiriman barang atau consignment note (CN).

Selain itu, produk-produk ini juga tidak memiliki sertifikat standar nasional Indonesia (SNI), yang dapat berpotensi merugikan konsumen.

Zulkifli menegaskan, pengungkapan kasus ini dilakukan dalam upaya untuk melindungi industri keramik dalam negeri.

“Jika produk impor semacam ini terus beredar selama bertahun-tahun, itu dapat mengancam kelangsungan pabrik-pabrik keramik lokal kita. Bagaimana pun, jika satu piring dijual dengan harga Rp12.000 atau Rp2.000, itu sangat mempengaruhi pasar,” ujarnya.

Diakui Zulkifli, banyak pengusaha asal China melakukan kecurangan dalam melakukan impor.

“Saya tahu China ini memang seperti ini. Mereka tidak menawarkan dalam jumlah kontainer. Tapi di sana bikin terus, belinya harus dua atau tiga gudang. Lalu masuk ke sini. Nanti di sini biasanya disortir berdasarkan kualitas barangnya yang disebut KW 3, 2, 1 dan yang tergolong bagus, seperti itulah,” ucapnya.

Lanjut Zulkifli, selain merugikan konsumen karena tidak bersertifikat SNI, pajak dari jutaan keping keramik senilai Rp79,8 miliar itu juga belum tentu jelas.

“Jadi ini yang harus kita tertibkan karena bisa menghancurkan industri dalam negeri,” tegas Zulkifli.

Penindakan dari hasil pengawasan perdagangan ini adalah dengan memusnahkan seluruh produk keramik ilegal tersebut.

Sementara terhadap pengusaha dan perusahaannya hanya diberi teguran. “Setelah ditegur masih melakukan pelanggaran maka akan dikenakan sanksi yang tegas, hingga penutupan usaha,” ucap Zulkifli Hasan. (*)