KABARBURSA.COM - Subsidiary PT Pertamina Gas, PT Pertagas Niaga (PTGN), menandatangani perjanjian jual beli Compressed Natural Gas (CNG) dengan Perum Perhutani KBM Industri Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Jawa Barat dan Banten di Sindagwangi, Jawa Barat pada Senin, 5 Agustus 2024.
Dalam perjanjian tersebut, Pertagas Niaga akan mengalirkan gas CNG dengan volume sekitar 2.200 meter kubik per hari terhitung mulai, Minggu, 11 Agustus 2024.
Diharapkan, pengaliran CNG ini dapat memberikan manfaat yang signifikan dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan.
Direktur Utama Pertagas Niaga, Aminuddin mengatakan bahwa Pertagas Niaga berkomitmen akan menyalurkan sumber energi yang ramah lingkungan dan mendukung bisnis Perum Perhutani dalam mengoptimalkan pengelolaan hasil hutan bukan kayu. Tujuannya, agar dapat meningkatkan nilai ekonomis atas pengelolaan hasil hutan selain kayu bagi Perum Perhutani.
“Ke depan, PTGN berharap dapat terus menjadi mitra strategis Perum Perhutani dalam menyuplai gas bagi unit usaha Perum Perhutani lainnya sehingga bisnis kami bisa berkembang secara berkelanjutan,” kata Aminuddin melalui keterangan pers, Minggu, 11 Agustus 2024.
Sementara, Kadiv Komersial Perum Perhutani HHBK Herdiyan mengatakan bahwa Perum Perhutani terus berupaya menjaga kelestarian hutan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
“Kerja sama antara Pertagas Niaga dan Perum Perhutani ini adalah bentuk sinergi yang sangat positif antara sektor energi dan kehutanan,” kata Herdiyan.
Sebagai informasi, CNG adalah singkatan dari compressed natural gas, yaitu bahan bakar berbasis gas alam yang telah dimampatkan. Di Indonesia, CNG juga dikenal sebagai bahan bakar gas (BBG).
BBG saat ini lazim digunakan sebagai bahan bakar layanan transportasi umum milik negara. Jakarta menjadi salah satu prototipe pemanfaatan BBG pada bus TransJakarta.
Sebelumnya, PTGN juga menyalurkan LNG, selain CNG. Pada 23 Juli 2024 lalu, PTGN menandatangani Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) Hasil Regasifikasi Liquefied Natural Gas dengan PT Perindustrian Sawit Synergi (PSS) yang merupakan subsidiary Kuala Lumpur Kepong Berhard (KLK) di KLK Tower, Kuala Lumpur.
Aminuddin menjelaskan, LNG memiliki beberapa keunggulan, di antaranya emisi karbon yang dihasilkan lebih rendah hingga 85 persen, menghasilkan panas yang lebih tinggi, lebih bersih, dapat disimpan dalam tekanan rendah, dan memiliki jarak tempuh lebih panjang.
“Oleh karenanya, LNG sangat berpotensi menjadi alternatif energi untuk menggerakkan industri di masa transisi energi ini," tegasnya.
Adapun PT Pertagas Niaga telah menggeluti bisnis LNG sejak 2017 dengan total volume penyaluran mencapai 9.674.200 British Thermal Unit (BTU).
PTGN juga melayani berbagai konsumen, di antaranya industri pupuk, hotel resto dan cafe, industri fabrikasi, pengolahan limbah, pengolahan hasil tambang, rumah sakit, hingga penyediaan LNG sebagai bahan bakar dual diesel fuel (DDF) engine perusahaan minyak dan gas (migas). PTGN juga mengelola lebih dari 23 portofolio LNG yang tersebar di Jawa, Bali, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan.
PT Pertamina (Persero) terus berinovasi dalam upaya mengurangi emisi dengan mengembangkan bahan bakar yang berasal dari minyak goreng bekas atau ‘jelantah’. SVP Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, menyatakan bahwa Pertamina berupaya menghasilkan bahan bakar tersebut pada akhir tahun ini.
“Menjelang akhir tahun ini, kita ingin menghasilkan bahan bakar yang efisien dan berkelanjutan dari minyak goreng bekas. Minyak goreng bekas yang biasanya menyebabkan penyumbatan di selokan air dapat dikumpulkan dan diolah menjadi bahan bakar yang efisien,” ujar Oki, Selasa, 6 Agustus 2024.
Upaya ini juga sejalan dengan rencana pemerintah yang diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yaitu mengubah minyak jelantah menjadi bahan bakar pesawat atau avtur. Dalam Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia, Luhut menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah tiap tahunnya. Saat ini, sekitar 95 persen dari pasokan minyak jelantah tersebut diekspor.
“Pertamina telah berhasil melakukan uji coba statis dari SAF dan membuktikan bahwa produk ini layak digunakan pada pesawat komersil,” ungkap Luhut dalam unggahan di Instagram resmi, @luhut.pandjaitan, pada Rabu, 29 Mei 2024.
Dengan langkah-langkah ini, Pertamina dan pemerintah Indonesia berusaha mengikuti tren global dalam produksi bahan bakar ramah lingkungan, seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Pengembangan SAF ini diharapkan dapat mendukung transisi energi yang lebih hijau dan berkelanjutan di Indonesia. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.