Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

ESDM Optimalkan Tambahan Gas Bumi: Bisa Tekan Impor LPG

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 11 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
ESDM Optimalkan Tambahan Gas Bumi: Bisa Tekan Impor LPG

KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut terdapat tambahan produksi gas bumi. Adapun tambahan produksi, terutama berasal dari Wilayah Kerja (WK) Migas Geng Utara sebesar 1.000 MMSCFD, WK IDD Gandang Gendalo dengan produksi sebesar 4.900 MMSCFD, dan WK Andaman dengan produksi sebesar 527 MMSCFD.

Dalam rangka mengoptimalkan tambahan produksi, Kementerian ESDM berupaya membangun infrastruktur gas bumi sehingga penggunaan gas bumi dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal itu dilakukan mengingat beberapa tahun ke depan akan ada tambahan pasokan produksi gas bumi di Indonesia.

Plt. Direktur Jenderal Migas yang diawasi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Migas, Maompang Harahap menuturkan, gas bumi yang akan produksi perlu ditopang oleh infrastruktur gas bumi sehingga bisa dimanfaatkan secara optimal.

Selain itu porsi pemanfaatan gas bumi untuk domestik saat ini sudah mencapai 70 persen, dan 30 persen sisanya untuk ekspor. Karenanya, infrastruktur gas bumi menjadi kunci dalam mengoptimalkan produksi komoditas alam tersebut.

“Jadi infrastruktur menjadi kunci penting agar nanti bisa pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik ini bisa lebih masif,” kata Maopang dalam keterangannya, Minggu, 11 Minggu 2024.

Maopang mengatakan, pemerintah tengah menggenjot pembangunan infrastruktur gas bumi yang nantinya akan mengintegrasikan antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa, yakni pembangunan pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) dan Dumai-Sei Mangkei (Dusem).

Proyek pipa gas Cisem Tahap 1 Ruas Semarang-Batang sudah menyelesaikan pembangunannya dengan nilai Rp1.04 triliun, sedangkan Cisem Tahap II ruas Batang-Cirebon-Kandang Haur Timur kontraknya sudah ditandatangani pada 2 2024 lalu dan masuk pada tahap awal pelaksanaan pembangunan.

"Kemudian untuk pipa Dusem, sekarang sedang dalam proses perencanaan, jadi basic design dan FS (Feasibility Study)-nya sedang disusun, targetnya nanti di akhir 2024 akan segera dilelangkan. Panjangnya kurang lebih 550 KM dan nanti pelaksanaan fisiknya ditargetkan dari tahun 2025 , 2026, dan 2027 (kontrak multi tahun) nanti bisa selesai,” jelasnya.

Lebih lanjut Maompang mengatakan manfaat dari pembangunan pipa gas tersebut adalah untuk mendukung harga gas yang lebih terjangkau dengan biaya tol yang lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan gas untuk industri, pembangkit listrik, komersial, dan rumah tangga.

Selain itu bisa dimanfaatkan untuk program pembangunan Jaringan Gas (jargas) Rumah Tangga dengan target 300.000 sambungan rumah tangga (SR) di sekitar Cisem dan 600.000 SR di sekitar pipa gas Dusem dan akan mengurangi penggunaan dan impor LPG 3KG.

Saat ini 80 persen LPG berasal dari impor, kata Maompang, begitu juga subsidi energi yang paling besar dari LPG 3KG rentan terhadap ketahanan energi.

“Jadi nanti kalua pipa gas ini sudah terbangun akan ada potensi untuk mengurangi subsidi LPG 3 kg itu Rp0,63 triliun per tahun dan akan menghemat devisa impor LPG itu kurang lebih Rp1,08 triliun per tahun. Serta akan ada penghematan biaya masak itu kurang lebih Rp0,16 triliun per tahun,” tutupnya.

Kejar Target Produksi Migas

Diketahui, pemerintah menetapkan target produksi minyak bumi nasional sebesar 1 juta barel dan produksi gas bumi sebesar 12 Billion Cubic Feet (BCF) pada tahun 2030 guna menjaga ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor energi.

Target tersebut merupakan tantangan besar yang harus diselesaikan, mengingat pemerintah tengah berpacu dengan waktu untuk mencapai pencapaian tersebut. Sejak beberapa tahun terakhir, produksi minyak dan gas bumi di Indonesia terus mengalami penurunan akibat berkurangnya cadangan dan tantangan teknis dalam hal eksplorasi.

Kondisi ini berdampak signifikan terhadap ketahanan energi nasional dan neraca keuangan nasional. Untuk menyoroti tren ini, pemerintah berupaya keras untuk meningkatkan produksi migas Indonesia dengan berbagai strategi.

“Dari tahun 2020 memang produksi minyak bumi terus turun karena kami sekarang mengelola lapangan-lapangan tua dan belum bertemu prospek lapangan minyak baru, tapi kami selalu mengupayakan prospeknya,” kata Menteri ESDM, Arifin Tafsir dalam keterangannya, Jumat, 2 Agustus 2024 lalu.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Arifin mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan strategi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Adapun strategi jangka pendeknya adalah dengan meningkatkan produksi dari lapangan-lapangan yang ada ditambah penggunaan Enchanced Oil Recovery (EOR).

Terdiri dari melakukan pengeboran lebih dari 1.000 sumur pengembangan setiap tahun, reaktivasi sumur idle sebanyak 1.000-1.500 sumur per tahun, serta percepatan eksekusi CEOR Minar Area 2, Steamflood Rantau Bais dan simple sulfactant Balam South.

Untuk strategi jangka menengah, yaitu transformasi R-to-P serta EOR skala penuh dan Waterflood yang terdiri dari percepatan proyek 125 POD/OPL/OPLL baru, percepatan POD 58 penemuan yang belum dikembangkan, percepatan 55 lapangan CEOR, dan WF melalui aliansi strategis, EOR Minas skala penuh, serta dengan mendorong investasi hulu migas China ke Indonesia.

Sementara strategi jangka panjang adalah dengan eksplorasi dan pengembangan migas non konvensional, yang meliputi eksplorasi eksplorasi menargetkan prospek raksasa dengan rata-rata 54 sumur per tahun, serta dengan melakukan kerja sama migas non konvensional dengan pemain besar dunia seperti EOG, Resources, CNPC, dan lainnya.

Adapun sebelumnya, ESDM merasakan pergerakan produksi minyak bumi berada pada angka 708 mbopd di tahun 2020, tahun 2021 sebesar 659 mbopd, tahun 2022 sebesar 612 mbopd. Sedangkan produksi minyak bumi pada tahun 2023 sebesar 606 mbopd, dan status per 2 Juni 2024, produksi minyak bumi berada di angka 578 mbopd.

Sementara untuk produksi gas bumi, Arifin mengatakan bahwa prospek ke depan bisa lebih baik, karena produksi gas relatif stabil dan ada tren kenaikan produksi. “Ini memang sempat turun, tapi sekarang ada tren kenaikan, kalua gas 12 BCF ini Insyaallah bisa ketemu. Jadi adanya temuan-temuan sumber gas baru, prospek di Andaman, Andaman Selatan, dan juga di Selat Makasar,” tutupnya.(*)