Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

19 Pinjaman Online sedang Mengalami Kredit Macet

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 10 August 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
19 Pinjaman Online sedang Mengalami Kredit Macet

KABARBURSA.COM - Kredit macet dalam pinjaman online (pinjol) atau fintech lending menjadi perhatian serius Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga Juni 2024, OJK mencatat masih tingginya tingkat kredit macet di beberapa penyelenggara layanan pendanaan berbasis teknologi, yang menjadi indikasi bahwa industri ini masih menghadapi tantangan besar dalam menjaga kualitas pendanaan.

Pinjaman online merupakan layanan peminjaman uang yang bertujuan untuk meningkatkan modal melalui pendanaan dari pihak ketiga. Namun, meski menawarkan kemudahan akses, sektor ini juga tidak lepas dari risiko tinggi kredit macet.

Menurut data yang dirilis OJK, hingga Juni 2024, terdapat 19 Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang mencatatkan Tingkat Wan Prestasi dalam 90 hari (TWP90) di atas 5 persen.

Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK mengatakan banyaknya TWP90 yang mencatatkan tingginya angka kredit macet tetap menjadi perhatian serius OJK.

Untuk itu, pihak OJK telah mengeluarkan surat peringatan kepada penyelenggara LPBBTI yang memiliki TWP90 tinggi, meminta mereka untuk segera membuat rencana aksi guna memperbaiki kualitas pendanaan mereka.

“Terhadap Penyelenggara tersebut, OJK memberikan surat peringatan dan meminta Penyelenggara membuat action plan untuk memperbaiki kualitas pendanaannya," terang dia dalam keterangan resmi yang dikutip Sabtu, 10 Agustus 2024.

Selain itu, OJK juga terus memantau perkembangan kualitas pendanaan dan siap memberikan sanksi administratif jika ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku.

“OJK juga terus melakukan monitoring terhadap kualitas pendanaan LPBBTI dan akan melakukan tindakan pengawasan termasuk pemberian sanksi administratif dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan,” kata Agusman.

Sebagai informasi, TWP90 merupakan indikator penting yang mengukur rasio gagal bayar dalam periode 90 hari, dan tingginya angka ini menunjukkan bahwa banyak peminjam yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban mereka tepat waktu.

Meskipun secara umum dia mengatakan TWP90 sejak Mei 2024 tersebut masih berada di batas aman ketentuan OJK, yakni tidak melebihi dari 5 persen.

Dia merinci pada Juni 2024 sebesar 2,79 persen. Adapun TWP90 pada Juni 2024 tercatat menurun dari posisi Juni 2023 yang sebesar 3,29 persen. Capaian Juni 2024 juga terbilang menurun, jika dibandingkan dengan posisi Mei 2024 yang sebesar 2,91 persen

“Pada industri fintech P2P lending, outstanding pembiayaan di Juni 2024 terus meningkat menjadi 26,73 persen yoy (Mei 2024: 25,44 persen yoy), dengan nominal sebesar Rp66,79 triliun,” tandas dia.

129 Juta WNI Punya Utang di Pinjol

Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) mengungkapkan hingga Mei 2024 sebanyak 129 juta warga Indonesia meminjam uang ke fintech lending alias pinjaman online (pinjol).

Total uang yang dipinjam 129 juta warga Indonesia itu sangat fantastik, yaitu Rp874,5 triliun.

Porsi penyaluran itu paling banyak dilakukan pada sektor produktif sebesar 30,61 persen.

Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar mengatakan dengan besarnya jumlah pinjaman itu, pihaknya berkomitmen untuk memberantas praktik pinjaman online ilegal dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat.

“Hal ini banyak disuarakan dalam acara AFPI CEO Forum 2024. Kami berkomitmen untuk terus memerangi pinjol dan mendorong akses pendanaan yang lebih luas di Indonesia,” kata Entjik, Rabu, 7 Agustus 2024.

Menurut riset EY MSME Market Study & Policy Advocacy, diproyeksikan total kebutuhan pembiayaan sektor usaha kecil menengah pada 2026 akan mencapai Rp4.300 triliun dengan kemampuan pendanaan yang ada di Indonesia hanya Rp1.900 triliun.

Selisih atau gap sebesar Rp2.400 triliun dari total kebutuhan pembiayaan itu lah yang menjadi target untuk dipenuhi oleh para perusahaan pinjol.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman juga menyebutkan potensi penggunaan pinjaman online juga terus meningkat. pinjaman online juga terus meningkat. Pertumbuhan pembiayaan dari perusahaan fintech lending mencapai 26 persen secara tahunan dan menjadi pertumbuhan tertinggi dari industri keuangan manapun.

Di sisi lain, kualitas kredit macet alias non performing loan dari kredit fintech lending juga rendah di angka 2,7 persen. Artinya, industri pinjol masih cukup diperhitungkan ke depan.

“Fintech lending pertumbuhannya mencapai 26 persen (year on year/yoy), berarti ini adalah institusi keuangan yang paling tinggi pertumbuhannya di negeri ini. Dengan kualitas Non Perfoming Loan (NPL) terjaga 2,7 persen, kami yakin ini adalah kerja keras dari pelaku ekosistem industri untuk membuat industri ini survive jangka panjang,” kata Agusman.

Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra, ahli tata hukum yang hadir dalam acara yang sama juga memberikan perspektif mengenai kerangka hukum yang mendukung pertumbuhan industri fintech di Indonesia. Menurutnya ke depan pemerintah harus bisa menyeimbangi perkembangan teknologi yang berjalan dengan cepat.

“Kemajuan perkembangan di bidang teknologi begitu cepat mempengaruhi aktivitas-aktivitas ekonomi. Tapi kecepatan kita untuk mengatur hal itu dan mengantisipasinya dengan norma-norma hukum, kadang-kadang sangat jauh tertinggal dan terlambat. Apalagi kalau kita membentuk Undang-undang, prosesnya panjang dan lama sekali,” papar Yusril. (*)